
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
MEDAN (Waspada): Program layanan angkutan massal gratis dengan skema By The Service (BTS) yang seharusnya menjadi solusi nyaman dan ramah lingkungan di Kota Medan, kini disorot tajam.
Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Sumatera Utara mencium adanya potensi korupsi dalam pengelolaan dana subsidi transportasi tersebut.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Sekretaris Wilayah DPW LSM LIRA Sumut Andi Nasution menyoroti anggaran fantastis yang dikucurkan Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan yakni sebesar Rp91,9 miliar untuk membiayai layanan bus listrik milik operator PT Big Bird Pusaka.
Padahal, kata Andi, konsep BTS sejatinya adalah subsidi penuh dari pemerintah agar masyarakat bisa menikmati angkutan umum secara gratis.
“Ini yang membingungkan. Sudah ada subsidi penuh, kok malah muncul Keputusan Wali Kota Medan yang menetapkan tarif bus listrik mulai Januari 2025? Ini jelas membebani masyarakat,” tegas Andi melalui pernyataan tertulisnya, Jumat (2/5).
Andi mempertanyakan dasar penetapan besaran subsidi yang digelontorkan, termasuk mekanisme pengadaan dan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). “Ini belanja daerah melalui skema PBJP, jadi harus jelas. Tidak bisa sembarangan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, LIRA juga menilai pengenaan tarif sebesar Rp5.000 untuk umum dan Rp3.000 untuk pelajar sebagai bentuk penyimpangan. “Padahal operator sudah dibayar dengan dana rakyat. Lalu, kemana larinya uang tarif yang dikutip dari penumpang itu?” katanya dengan nada kritis.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan Suriono ketika dikonfirmasi menegaskan, bahwa pembayaran dari pemerintah kepada operator dan tarif dari masyarakat adalah dua hal berbeda.
“Operator dibayar berdasarkan pelayanan per kilometer sesuai SOP. Kalau melanggar SOP, mereka kena sanksi. Sementara tarif yang dibayar masyarakat langsung masuk ke kas daerah (PAD),” ujarnya.
Suriono juga mengonfirmasi bahwa dana Rp91,9 miliar tersebut dibayarkan secara bertahap setiap bulan, setelah diverifikasi oleh tim pengawas.
Ia memberi ilustrasi, “Kalau bus melayani rute 100 Km per hari dan tarif per Km Rp10.000, tinggal dikalikan. Itulah yang dibayar ke operator. Tapi e-money yang dibayar masyarakat, itu tidak kami pegang. Semua masuk kas daerah.”
Meski demikian, LIRA tetap bersikukuh akan terus mengumpulkan data terkait dugaan kejanggalan tersebut. “Jika kami menemukan indikasi kuat adanya korupsi, kami tidak akan ragu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” tegas Andi.
Program BTS yang awalnya digadang-gadang menjadi tonggak transformasi transportasi publik Kota Medan, kini harus menghadapi sorotan tajam publik. Akankah transparansi dan akuntabilitas mampu menjawab keraguan? (m26)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.