- Banyak Terjadi Di Lingkungan Keluarga Dan Sekolah
MEDAN (Waspada.id): Meski terlihat sepele, kekerasan verbal nyatanya masih menjadi bentuk kekerasan paling umum dan mengkhawatirkan terhadap anak di Sumatra Utara.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Sumut mencatat, dari 1.882 kasus kekerasan anak dan perempuan yang tercatat selama 2024, sebagian besar di antaranya berbentuk kekerasan nonfisik yang justru sering terjadi di lingkungan terdekat yaitu keluarga dan sekolah.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Kepala Dinas DP3AKB Sumut, Dwi Endah Purwanti, menyebutkan bahwa kekerasan verbal seperti mengatai anak dengan sebutan “bodoh”, “tidak berguna”, atau perkataan yang merendahkan lainnya merupakan bentuk kekerasan yang kerap tidak disadari oleh orangtua maupun guru.
“Tanpa sadar, kita sering melukai anak dengan kata-kata. Ini adalah bentuk kekerasan yang tidak terlihat, tapi dampaknya sangat dalam dan bisa menghancurkan kepercayaan diri anak,” ujarnya dalam kegiatan Festival Kreativitas Anak (Festika) Sumut 2025, Sabtu (26/7) yang diinisiasi oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sumut, Sabtu (26/7) di Aula Raja Inal Siregar di Kantor Gubernur Sumatera Utara.
Dalam paparannya, Dwi menjelaskan bahwa kasus yang tercatat di sistem Simponi dan Outline Sapa 129 hanyalah sebagian kecil dari fenomena gunung es. Banyak masyarakat, terutama di wilayah pinggiran, memilih bungkam karena minimnya pengetahuan hukum, akses bantuan, hingga rasa malu.
“Di banyak daerah, masyarakat masih menganggap kekerasan sebagai hal tabu untuk dilaporkan. Apalagi jika pelaku adalah orang terdekat atau tokoh masyarakat,” jelas Dwi.
Ia menambahkan bahwa Kabupaten Deli Serdang menjadi wilayah dengan laporan terbanyak, bukan karena kasus kekerasannya paling tinggi, melainkan karena kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pelaporan sudah cukup baik.
Dwi juga menegaskan bahwa upaya perlindungan anak tak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Ia menyebut ada empat pilar penting yang harus bersinergi: pemerintah, masyarakat/komunitas, media, dan dunia usaha.
Forum Anak menjadi salah satu bentuk konkret partisipasi anak yang terus diperkuat di berbagai kabupaten/kota. Dalam forum ini, anak diajak menyampaikan aspirasi secara langsung, termasuk dalam perencanaan pembangunan daerah melalui Musrenbang.
“Anak ingin didengar, diapresiasi, dan diperlakukan adil. Ini tiga hal penting yang harus dipahami semua orang dewasa,” katanya.
Melalui momentum Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Dwi mengajak seluruh pihak untuk membangun ekosistem yang lebih ramah anak. Orangtua diharapkan dapat menjadi sahabat terdekat bagi anak dan menjadi tempat aman untuk bercerita tanpa takut dihakimi.
“Kita semua harus terlibat. Keluarga harus menjadi tempat yang paling aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak. Jangan sampai mereka justru merasa takut dan tertekan di rumah,” pungkasnya.
Dengan sinergi bersama, Pemerintah Provinsi Sumut berharap tak hanya menurunkan angka kekerasan terhadap anak, tapi juga menciptakan generasi muda yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.
Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan PKPA, Keumala Dewi menyampaikan kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan KB Provinsi Sumut.
Aktivitas Edukatif
Rangkaian kegiatan HAN 2025 sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu. Anak-anak telah mengikuti berbagai aktivitas edukatif, mulai dari kunjungan ke sekolah-sekolah, pembelajaran langsung ke tempat-tempat menarik seperti Istana Maimun, Dinas Pemadam Kebakaran, hingga menonton film edukatif “Jumbo”.
“Kegiatan ini adalah puncak dari rangkaian peringatan Hari Anak Nasional yang kami laksanakan bersama Pemprov dan Dinas P3AKB. Dengan menggabungkan ide dan sumber daya, kita mewujudkan kegiatan yang melibatkan banyak pihak dan tentunya bermanfaat bagi anak-anak,” ujarnya.
Tak kurang dari 500 anak dari berbagai wilayah di Sumatera Utara turut hadir dan menikmati berbagai acara menarik yang disiapkan panitia.
Mahbubah menegaskan bahwa peringatan ini bukan sekadar selebrasi tahunan, tetapi juga bentuk nyata komitmen menuju Indonesia Emas 2045.
“Harapannya kegiatan ini menjadi langkah awal kolaborasi menuju target 2045, dimana anak-anak tumbuh menjadi generasi yang cerdas secara digital, bebas stunting, dan terlindung dari praktik perkawinan anak,” tegasnya.
Acara ini juga diharapkan dapat membangkitkan kesadaran semua elemen masyarakat tentang pentingnya peran bersama dalam melindungi dan mendukung tumbuh kembang anak Indonesia.(cbud)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.