Investor Pantau Perang Dagang AS-China, Bursa Asia Mayoritas Turun

11 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia — Bursa Asia Pasifik menyoroti perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Para investor pun kini kembali tegang dan bersiap pada kondisi pasar yang akan mengalami penurunan.

Pasar Asia-Pasifik bersiap untuk turun, setelah sebagian besar menguat di sesi sebelumnya saat ketegangan perdagangan AS-China mereda.

Indeks acuan Jepang, Nikkei 225, turun 0,90%, sementara Topix turun 0,75%. Kospi Korea Selatan turun 0,29% sementara Kosdaq yang berkapitalisasi kecil turun 0,37%.

Sedangkan Indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,24%.

Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong terakhir diperdagangkan pada 23.554, turun daripada penutupan terakhir indeks ini di 23.640,65.

"Sementara pasar sebagian besar telah memperhitungkan puncak tekanan makro terkait tarif, kami tetap mewaspadai gelombang volatilitas kedua, kali ini didorong oleh ketidakpastian kebijakan fiskal dan melemahnya data ekonomi AS," analis Citi mengatakan dalam sebuah catatan mengutip CNBC International, Kamis (15/5).

Saham berjangka AS tergelincir dalam perdagangan semalam setelah indeks S&P 500 naik untuk hari ketiga berturut-turut. China dan AS mencapai kesepakatan untuk menghentikan sementara perselisihan tarif mereka pada awal pekan ini.

Semalam, S&P 500 naik tipis, memperpanjang awal pekan yang kuat yang mendorong indeks ini ke zona hijau untuk tahun ini. Indeks pasar luas naik tipis 0,10% dan ditutup pada 5.892,58.

Sementara Nasdaq Composite naik 0,72% dan berakhir pada 19.146,81. Namun, Dow Jones Industrial Average turun 89,37 poin, atau 0,21%, menjadi ditutup pada 42.051,06.

Adapun kendati China dan AS telah menemukan kesepakatan, sumber risiko eskalasi baru tetap ada. Pasalnya tarif tambahan AS tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tarif China sebab mencakup pungutan sebesar 20% atas keluhan Trump tentang ekspor bahan kimia China yang digunakan untuk membuat fentanil.

Washington telah lama menuduh China menutup mata terhadap perdagangan fentanil. Pemerintah Presiden Xi Jinping saja terus membantah ini.

Sementara AS mengatakan melihat ruang untuk kemajuan dalam masalah tersebut, Beijing pada hari Selasa memperingatkan Washington untuk berhenti menjelek-jelekkan dan menyalahkan. Analis juga memperingatkan bahwa kemungkinan tarif kembali berlaku setelah 90 hari akan menambah ketidakpastian.

"Pengurangan tarif lebih lanjut akan sulit dan risiko eskalasi baru tetap ada," kata Kepala Ekonom di The Economist Intelligence Unit, Yue Su.

Perselisihan tarif Trump yang tak kunjung berakhir dengan Beijing telah mendatangkan malapetaka pada perusahaan-perusahaan AS yang bergantung pada manufaktur China. De-eskalasi sementara yang diharapkan hanya akan meredakan badai sebagian.

Pejabat Beijing telah mengakui bahwa ekonomi China juga terpengaruh oleh ketidakpastian perdagangan. Padahal China sendiri sudah terpuruk akibat krisis properti yang berkepanjangan dan belanja konsumen yang lesu.

"Kedua belah pihak telah mengalami banyak kesulitan ekonomi dan mereka masih dapat bertahan sedikit lebih lama lagi," kata asisten profesor di Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Dylan Loh.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Miris! Warga RI Lebih Tertarik Judol Dibanding Saham

Next Article The Fed Tahan Suku Bunga, Nikkei Melemah Tipis

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |