Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Februari pada tahun 2025 mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50% di tengah ketidakpastian global. Meskipun perekonomian global masih dihadapkan pada berbagai tantangan, Indonesia harus tetap optimis mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Dalam ranah moneter, keputusan mempertahankan BI-Rate memang dikenal dengan kebijakan moneter yang pro-stability. Di sisi lain, Bank Indonesia tetap mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran yang pro-growth.
Dalam RGD 18-19 Februari 2025, Bank Indonesia menyampaikan upaya penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Hal yang menarik untuk dibahas antara lain adalah upaya mendorong pembiayaan ekonomi melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial atau KLM oleh Bank Indonesia pada tahun 2025.
Seputar KLM
KLM adalah penyempurnaan dari insentif makroprudensial yang diterapkan sejak Maret 2022 yang merupakan insentif yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.
KLM diberikan dalam bentuk pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata, dengan insentif pengurangan paling tinggi sebesar 4% (400 bps).
Sejak 1 Januari 2025, sektor ekonomi yang dicakup pemberian KLM antara lain sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan, sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif serta sektor konstruksi, real estate dan perumahan rakyat.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, hingga Februari 2025 Bank Indonesia telah memberikan insentif KLM sebesar Rp295 triliun atau meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.
Pascahasil rapat RDG 18-19 Februari 2025, Bank Indonesia memberikan insentif KLM dari sebelumnya paling tinggi 4% menjadi paling tinggi 5% dari Dana Pihak Ketiga. Besaran insentif KLM diberikan diantaranya kepada sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat dinaikkan secara bertahap dari Rp23 triliun menjadi sekitar Rp80 triliun guna mendukung program Asta Cita yang mulai berlaku sejak 1 April 2025.
Angin Segar KLM, Perlunya Sinergi Seluruh Elemen
Insentif KLM ini diharapkan menjadi angin segar perbankan dalam memberikan kredit perumahan, terutama kepada individu yang ingin memiliki hunian. Insentif ini juga merupakan dukungan Bank Indonesia terhadap, salah satunya, pembiayaan program 3 Juta Rumah.
Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan juga memberikan dukungan untuk sektor perumahan salah satunya dengan rencana mensinkronisasikan kebijakan APBN untuk mendukung program 3 juta rumah yang di mana saat ini pada UU APBN 2025 telah memberikan dukungan sebanyak 220 ribu rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Memang, dalam melihat insentif kebijakan makroprudensial Bank Indonesia serta insentif pemerintah, perlu juga melihat bagaimana kondisi di sektor riil agar dapat mengetahui optimalisasi suatu kebijakan.
Jika melihat kondisi eksisting sekarang, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara yang paling tidak terjangkau untuk membeli rumah pada tahun 2024 dengan rasio harga rumah di Indonesia terhadap pendapatan rata-rata adalah 48,35%.
Rata-rata upah/gaji masyarakat Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik yang diperoleh dari Survei Angkatan Kerja Nasional Februari dan Agustus 2024 sendiri adalah Rp3,27 juta. Pendapatan ini memiliki gap yang cukup signifikan dengan harga tanah per meter di daerah seperti Jakarta yang mendekati Rp16 juta/m2 dan Tangerang senilai Rp15 juta/m2 berdasarkan data dari Cushman & Wakefield dalam report Greater Jakarta Landed Residential H2 2024.
Tentunya, selain faktor internal dalam memperoleh upah serta faktor eksternal dari kenaikan harga rumah, faktor kredit pembiayaan rumah perlu untuk diperhatikan. Suku Bunga Dasar Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia sendiri untuk KPR pada Desember 2024 berdasarkan data OJK mencapai 9,39%.
Kebijakan yang diberikan bank sentral seperti peningkatan KLM serta pemerintah dalam menyinkronkan kebijakan APBN dan insentif lainnya ke depan diharapkan dapat menjadi dorongan sisi demand bagi masyarakat yang ingin memiliki hunian.
Hal ini juga didukung oleh data Cushman & Wakefield di mana lower middle segment (harga perumahan mencapai Rp700 juta - Rp1 miliar) dan lower segment (harga perumahan di bawah Rp700 juta) berkontribusi pada 32,5% dan 24,2% dari total new supply. Outlook yang diberikan terhadap supply landed housing di 2025 oleh Cushman & Wakefield adalah relatif stabil.
Memiliki hunian niscaya impian bagi sebagian besar individu dan rumah tangga. Insentif Bank Indonesia dan pemerintah diharapkan dapat menjadi angin segar bagi masyarakat yang berupaya ingin memiliki hunian.
Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan juga dukungan dari pihak bank agar kebijakan insentif ini dapat berjalan optimal. Dari sisi masyarakat, keputusan pengambilan pinjaman perlu diikuti dengan pertimbangan yang matang, terutama komitmen pembayaran cicilan jangka panjang.
(miq/miq)