Hukum Belum Sepenuhnya Jadi Alat Keadilan

7 hours ago 4

MEDAN (Waspada.id): Fenomena perbedaan vonis antara kurir narkotika (terutama ganja) dan pelaku korupsi sebenarnya telah lama menjadi sorotan publik.

Banyak kasus menunjukkan bahwa kurir ganja — yang sering hanya berperan sebagai pengantar — divonis seumur hidup atau hukuman mati, sedangkan pelaku korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar sering hanya menerima hukuman beberapa tahun penjara.

Demikian disampaikan Pengamat Hukum Ariffani SH.MH, yang juga Ketua Lembaga Anti Narkoba (LAN) Kota Medan, Sabtu (18/10).

“Menuurt hemat kami, perbedaan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan substantif dan moralitas hukum pidana di Indonesia,” katanya.

Lanjut dia, soal ini juga disinyalir akibat dari substansi adanya perbedaan ancaman hukuman yang diatur di dalam Peraturan Perundang-undanganya.

Sebagaimana kita pahami Tindak Pidana Narkotika diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009, mengatur ketentuan dengan ancaman maksimal mati atau seumur hidup.

UU ini menempatkan narkotika sebagai extraordinary crime, karena dianggap mengancam masa depan bangsa dan generasi muda. Sedangkan  Tindak Pidana Korupsi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, mengatur ketentuan ancaman maksimal 20 tahun, walaupun korupsi juga disebut extraordinary crime, penerapan hukum terhadapnya sering lebih lunak dibandingkan kejahatan narkotika.

“Sepanjang penglihatan saya, ada beberapa faktor  yang menyebabkan vonis yang dirasa kurang adil ini. Pertama, tentang Peran dan Konstruksi Hukum, dimana Kurir narkoba sering tidak dianggap sebagai korban sistem, tetapi sebagai bagian dari jaringan kejahatan, padahal banyak dari mereka hanya pekerja dengan upah kecil, akan tetapi sebaliknya, pelaku korupsi sering dianggap berperan administratif, bukan “pelaku utama” — padahal dampaknya merugikan negara dan rakyat luas,” ungkapnya.

Hal yang lain yang selalu menjadi pertimbangan Hakim,kata Ariffani, adalah dimana dalam praktik peradilan, hakim sering menjatuhkan vonis lebih ringan bagi koruptor dengan alasan: Mengembalikan kerugian negara, Mengakui perbuatan dan bersikap sopan, serta tidak pernah dihukum sebelumnya, sedangkan kurir narkoba sulit mendapatkan keringanan seperti ini karena hukum narkotika menerapkan asas minimum khusus, yang membatasi ruang hakim untuk menjatuhkan vonis ringan.

Faktor yang lain adalah soal  sosial dan ekonomi, dimana akan selalu terjadi bahwa Kurir narkoba umumnya berasal dari kalangan miskin, tidak punya akses hukum memadai, dan tidak mampu membayar pengacara kompeten.

Sebaliknya, pelaku korupsi biasanya berasal dari kelompok berpendidikan dan berkuasa, dengan kemampuan finansial untuk menyewa pembela terbaik.

Berdasarkan kajian Lembaga Ani Narkotika (LAN) Kota Medan,dari perspektif keadilan substantif, sistem hukum kita masih menunjukkan ketimpangan.

Hukum cenderung keras terhadap yang lemah, namun lunak terhadap yang kuat, padahal, korupsi adalah kejahatan yang merampas hak rakyat secara sistemik, sedangkan kurir narkoba sering hanya pelaku lapangan yang tidak menikmati hasil besar dari kejahatan tersebut.

“Untuk itu sejak lama kami sudah selalu merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR melalukan revisi UU Narkotika agar lebih membedakan antara bandar besar, pengedar, dan kurir kecil,” sebutnya.

Salain itu juga penegakan prinsip proporsionalitas pidana, yakni hukuman sebanding dengan peran dan akibat perbuatan. Kemudian perlu dilakukan reformasi sistem peradilan agar lebih independen dan tidak bias sosial-ekonomi.

LAN juga menyarankan agar pendidikan hukum dan moralitas hakim, agar penegakan hukum tidak berhenti pada teks undang-undang, tetapi menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Dengan upaya ini LAN berkeyakinan ketimpangan vonis antara kurir ganja dan pelaku korupsi menunjukkan bahwa hukum belum sepenuhnya menjadi alat keadilan, melainkan masih cenderung menjadi alat kekuasaan. 

“Tegasnya, Keadilan sejati menuntut perlakuan setara di hadapan hukum, bukan sekadar kesetaraan formal, tetapi juga keadilan yang berakar pada hati nurani dan empati sosial,” tutupnya.(id18)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |