Harum Kopi Arabica Gayo, Cerita dari Lereng Lukup Sabun

3 hours ago 1
AcehFeatures

30 April 202530 April 2025

Harum Kopi Arabica Gayo, Cerita dari Lereng Lukup Sabun Kopi yang sedang berbuah hijau.

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

“Melalui media, saya ingin memperkenalkan kualitas kopi Gayo dari Lukup Sabun agar lebih dihargai di pasar nasional dan internasional. Ini bukan hanya soal kopi, tapi soal masa depan petani,” ujarnya sambil memandangi buah kopi hijau yang mulai memerah.

Di balik kabut pagi yang menyelimuti lereng-lereng hijau Kampung Lukup Sabun, Kecamatan Kute Panang, Aceh Tengah, aroma tanah basah dan kopi segar menyambut siapa pun yang datang.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Harum Kopi Arabica Gayo, Cerita dari Lereng Lukup Sabun

IKLAN

Di sinilah kopi Arabica Gayo tumbuh, bukan sekadar komoditas, melainkan simbol harapan dan perjuangan para petani.

Salah satu tokoh yang menaruh hati di tanah ini adalah Sumarsono. Ia bukan hanya pemilik kebun kopi, tapi juga seorang jurnalis. Dua peran yang berbeda, namun berpadu untuk satu tujuan: menyuarakan nasib dan potensi petani kopi Gayo.

“Melalui media, saya ingin memperkenalkan kualitas kopi Gayo dari Lukup Sabun agar lebih dihargai di pasar nasional dan internasional. Ini bukan hanya soal kopi, tapi soal masa depan petani,” ujarnya sambil memandangi buah kopi hijau yang mulai memerah.

Harum Kopi Arabica Gayo, Cerita dari Lereng Lukup Sabun

Di kebunnya, kopi ditanam secara organik, tanpa bahan kimia, dan dipetik hanya saat biji benar-benar matang. Proses ini tidak mudah, tapi dilakukan dengan cinta. Sebab di balik tiap biji kopi, ada harapan agar hidup anak-anak mereka lebih baik.

Meski kualitas kopi Gayo telah mendunia, realitas di lapangan masih jauh dari ideal. Harga jual di tingkat petani sering kali tak sebanding dengan kerja keras mereka.

Sahru, salah satu penampung kopi di kampung itu, menyebutkan bahwa harga kopi saat ini bervariasi:

  • Kopi ijo: Rp103.000 per kilogram
  • Gabah: Rp480.000 per karung (sekitar Rp48.000 per bambu)
  • Gelondong: Rp19.000 per kaleng

“Harga ini bisa berubah, tergantung musim. Sekarang sudah masuk masa trek buah ujung, jadi hasilnya lebih sedikit. Daerah lain yang masih panen besar bisa lebih mahal,” katanya.

Namun di tengah segala keterbatasan, ada semangat yang tak pernah padam. Petani di Lukup Sabun tidak menyerah. Mereka tetap menanam, memetik, dan berharap, suatu hari kopi mereka tak hanya dikenal karena rasa, tapi juga karena kisah perjuangan yang menyertainya.

Kopi dari Lukup Sabun bukan sekadar minuman. Ia adalah cermin dari kerja keras, dedikasi, dan cinta terhadap tanah leluhur.

Ketika Anda menyeruput secangkir kopi Arabica Gayo, ingatlah bahwa di balik rasanya yang khas, ada tangan-tangan petani yang terus berjuang.(Sumarsono)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |