Harga Batu bara Akhirnya Bangkit, Tapi Jangan Senang Dulu.....

3 weeks ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mengalami rebound di tengah ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang memengaruhi peta perdagangan dan harga batu bara dunia.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 19 Februari 2025 tercatat sebesar US$107,4/ton atau naik 2,8% apabila dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya yang tercatat sebesar US$104,6/ton.

Kenaikan harga batu bara kali ini akhirnya mematahkan tren penurunan yang terjadi tiga hari beruntun.

Ketegangan perang dagang antara AS dan China diperkirakan akan mengubah peta perdagangan batu bara dunia. Pasalnya, harga batu bara asal AS akan lebih mahal jika dipasarkan ke China sehingga permintaan dari Tiongkok bisa melandai.

Dilansir dari oilprice.com, ketegangan antara AS dan China membuat China mencari batu bara bebas tarif di tempat lain sementara Amerika Serikat (AS) mengalihkan ekspor batu baranya ke klien terbesarnya yakni India.

Dikutip dari Reuters mengutip pejabat pemerintah federal yang tidak disebutkan namanya, dia mengatakan bahwa mereka memperkirakan perubahan dalam arus perdagangan batu bara karena tarif.

Dampak penerapan tarif diperkirakan akan sangat terasa pada batu bara jenis kokas yang digunakan dalam produksi baja di mana AS mengekspor dalam jumlah besar ke China. Kenaikan tarif akan membuat batu bara kokas asal AS makin mahal.

Tahun lalu, menurut Reuters, ekspor batu bara kokas AS ke China melonjak sekitar 33% menjadi US$1,84 miliar. Ekspor batu bara ke India juga meningkat karena negara importir batu bara terbesar ketiga di dunia ini berupaya mendiversifikasi sumber pasokannya, menjauh dari pemasok utamanya, Australia.

Analis komoditas Reuters, Clyde Russell, mengatakan eksportir batu bara AS bisa mencoba mempertahankan pangsa pasar mereka di China dengan menawarkan diskon. Alternatifnya mereka bisa mengalihkan lebih banyak batu bara ke India sementara China mencari sumber lain, seperti Mongolia dan Rusia.

Sejumlah media melaporkan bahwa Mongolia berencana meningkatkan ekspor batu baranya ke China sebesar 20% tahun ini, dengan target kapasitas ekspor total mencapai 165 juta ton.

Rusia mungkin bukan pilihan yang layak bagi China karena tahun lalu ekspor batu bara Rusia ke China justru mengalami penurunan.

Menurut analis yang dikutip oleh Reuters, batu bara Rusia menghadapi masalah daya saing akibat tingginya biaya produksi dan keterbatasan kapasitas jalur kereta api. Kondisi ini membuat batu bara Rusia juga memiliki pilihan terbatas untuk tujuan alternatif ekspornya. Namun, China juga memiliki pilihan terbatas untuk pemasok alternatif.

Kanada adalah calon penerima manfaat lain dari perang tarif ini, bersama dengan Australia, yang akan mendapatkan kembali pangsa pasar di China seiring dengan beralihnya batu bara AS ke India. Australia dan Kanada bersama-sama dapat menggantikan ekspor batu bara AS ke China, yang pada akhirnya akan membentuk ulang pasar batu bara kokas global.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |