WARGA dari beberapa desa di Aceh Tamiang memanfaatkan sumber listrik di Rig PDSI#19.1. Waspada.id/Ist
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
ACEH TAMIANG (Waspada.id): Pascabanjir, suasana malam di Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang, terasa lebih panjang. Tanpa listrik dan tanpa sinyal, warga merasa gelap datang lebih cepat.
Namun, di tengah suasana gelap yang mendatangkan kecemasan dan kerisauan warga, di luar area Rig PDSI#19.1, cahaya terang tetap menyala. Hal ini menjadi penanda bahwa harapan belum sepenuhnya padam.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Setiap malam, sejumlah warga dari enam desa berdatangan membawa perangkat ponsel, powerbank, senter, dan lampu darurat. Mereka mengantre dengan sabar, menunggu giliran mengisi daya. Bagi mereka, baterai penuh bukan sekadar soal teknologi, melainkan cara untuk kembali bisa terkoneksi dengan keluarga yang sudah lama terputus.
“HP saya sudah mati dua hari. Kami tidak bisa hubungi saudara sama sekali,” kata Siti, 38, salah seorang warga Desa Alur Cucur dengan nada lega begitu mendengar kabar baik bahwa di rig ini bisa ngecas perangkat elektroniknya.
Sejak awal bencana, aliran listrik dan jaringan komunikasi di wilayah sekitar rig terputus total. Kondisi itu membuat warga terisolasi, terutama pada malam hari, ketika penerangan menjadi kebutuhan utama.
Rig Superintendent Pertamina Drilling, Surya Budiman, mengatakan inisiatif tersebut lahir dari kebutuhan mendesak masyarakat sekitar.
“Sejak awal bencana, listrik dan sinyal mati. Padahal warga sangat membutuhkan ponsel untuk mengabarkan kondisi mereka kepada keluarga. Kami hanya berusaha membantu sebisanya,” ujar Surya, baru-baru ini.
Sejak bencana banjir bandang melanda wilayah Aceh Tamiang, Rig PDSI#19.1 tengah berada dalam kondisi shutdown sejak 26 November 2025 dan kembali beroperasi pada 16 Desember 2025.
Beroperasinya kembali rig tentu membawa kabar gembira bagi warga, namun demikian, proses pengisian daya dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan. “Pengisian kami lakukan di area aman, di luar kawasan kerja rig. Hampir setiap malam ada lebih dari 100 orang yang datang,” katanya.
Warga yang datang berasal dari Desa Alur Batu, Alur Cucur, Alur Manis, Landu, Tempel, dan Lumpuran. Ada yang datang berjalan kaki, ada pula yang berboncengan sepeda motor. Sebagian membawa anak-anak, menunggu sambil duduk di tepi area, ditemani cahaya lampu yang perlahan menyala kembali.
“Kalau malam gelap sekali. Anak-anak takut. Lampu emergency ini sangat membantu,” ujar Rahmad, 45, warga Desa Alur Manis, sembari menggenggam lampu darurat yang telah terisi daya penuh.
Selain membuka akses listrik, Pertamina Drilling juga menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa makanan siap santap dua kali sehari, sembako, air bersih, serta air minum dalam kemasan bagi warga terdampak di sekitar wilayah operasi.
“Dalam kondisi seperti ini, bantuan makanan dan air sangat berarti. Setidaknya kami tidak merasa sendirian,” imbuh Yuliana, 41, warga Desa Landu.
Di tengah gelap dan keterbatasan, Rig PDSI#19.1 menjadi lebih dari sekadar fasilitas industri. Ia menjelma menjadi ruang singgah bagi warga sebagai tempat mengisi daya, berbagi cerita, dan menguatkan satu sama lain.
Cahaya yang menyala setiap malam bukan hanya menerangi senter dan ponsel, tetapi juga menghadirkan rasa aman di tengah suasana bathin yang galau akibat dampak bencana yang belum sepenuhnya usai.(id24)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































