Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Di tengah dunia yang semakin tidak pasti serta konflik geopolitik yang tak kunjung usai, harga minyak yang terus berfluktuasi, serta transisi energi global yang sedang berlangsung, ASEAN menghadapi tantangan besar untuk menjaga ketahanan energinya.
Negara-negara ASEAN, yang selama ini bergerak sendiri-sendiri, mulai menyadari bahwa kekuatan bersama bisa menjadi jawaban atas ancaman krisis energi global. Dalam momentum inilah, wacana pembentukan ASEAN Joint Strategic Petroleum Reserves (ASEAN SPR) kembali menguat, dengan Indonesia sebagai kandidat pusat penyimpanan dan pengelolaan cadangan strategis kawasan.
Konteks Kerja Sama Energi ASEAN Saat Ini
Kerja sama energi di ASEAN saat ini masih terfragmentasi. Beberapa inisiatif penting telah dibangun, seperti ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2021-2025, yang menyoroti konektivitas dan respons krisis energi, serta ASEAN Centre for Energy (ACE) yang berfungsi sebagai koordinator regional.
Proyek infrastruktur seperti Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP) dan ASEAN Power Grid (APG) memperlihatkan semangat kolaborasi lintas batas, tetapi aspek cadangan strategis minyak belum tersentuh secara serius.
Ketiadaan mekanisme formal cadangan energi bersama membuat negara ASEAN tetap rentan ketika krisis global terjadi. Tanpa struktur kolektif, negara-negara anggota harus bersaing di pasar internasional, yang memperlemah posisi tawar mereka secara individual.
Urgensi Pembentukan ASEAN SPR
ASEAN adalah kawasan dengan karakteristik energi yang sangat beragam. Malaysia, dan Brunei Darussalam adalah negara pengekspor bersih minyak, sementara Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand sangat bergantung pada impor. Ketidakseimbangan ini membuat ASEAN rentan secara kolektif.
ASEAN secara total mengonsumsi sekitar 5,6 juta barel minyak per hari (data IEA 2023). Indonesia menyumbang 1,6 juta barel, Thailand 1 juta, dan sisanya tersebar di negara-negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Konsumsi yang besar ini mencerminkan tingginya ketergantungan kawasan terhadap pasokan global dan mendesaknya kebutuhan untuk membangun cadangan strategis regional yang terkoordinasi.
ASEAN SPR hadir sebagai solusi kolektif. Ia menjembatani kepentingan negara pengimpor dan pengekspor dengan prinsip keadilan akses dan semangat solidaritas regional.
Untuk negara-negara seperti Brunei dan Malaysia yang merupakan net-exporter, ASEAN SPR dapat menawarkan insentif berupa pendapatan dari jasa penyimpanan serta peran strategis dalam menentukan arah kebijakan pelepasan cadangan. Sementara itu, negara pengimpor seperti Filipina dan Singapura dapat menikmati stabilitas pasokan dalam kondisi darurat, tanpa harus mengandalkan intervensi pasar global yang penuh ketidakpastian.
Kerangka ini juga membuka peluang pembentukan skema perdagangan internal regional, di mana negara pengekspor dapat memasok minyak secara bilateral atau kolektif melalui sistem cadangan yang dikontrol bersama.
Dengan pendekatan berbagi risiko dan manfaat, ASEAN SPR bisa menjadi model kerja sama energi yang lebih berimbang dan berkelanjutan, memposisikan ASEAN sebagai aktor strategis di tengah ketegangan pasar energi dunia. Cadangan ini tidak hanya akan menjadi penyelamat di masa krisis, tetapi juga simbol kedaulatan energi ASEAN.
Peran Strategis Indonesia dalam ASEAN SPR
Sebagai ekonomi terbesar di kawasan, Indonesia berada dalam posisi ideal untuk menjadi pusat ASEAN SPR. Meskipun bukan negara pengekspor energi, Indonesia merupakan contributor pengguna terbesar minyak di Asia Tenggara dan memiliki posisi logistik yang sangat strategis.
Dengan jalur pelayaran utama dunia seperti Selat Malaka dan Laut Jawa, Indonesia memainkan peran penting dalam distribusi energi regional. Letaknya yang strategis di jalur pelayaran minyak internasional menjadikan Indonesia sebagai titik distribusi sekaligus negosiasi strategis dalam rantai pasok energi regional.
Terminal BBM besar di Cilacap, Balikpapan, Plaju, dan Tuban tidak hanya berperan sebagai tempat penyimpanan, namun dapat menjadi leverage diplomatik dan bisnis untuk mengakses pasokan minyak dari negara-negara produsen utama dengan harga lebih kompetitif. Dengan volume penyimpanan yang meningkat dan kapasitas serapan regional yang solid, Indonesia berpeluang mengamankan kontrak pasokan jangka panjang yang lebih efisien.
Hal ini akan memperkuat daya tawar Indonesia dalam forum bilateral maupun multilateral, sekaligus membuka peluang ekspansi bisnis Pertamina dan entitas logistik energi lainnya ke skala ASEAN. Pemerintah Indonesia juga sedang menyusun roadmap penguatan SPR nasional, yang dapat dijadikan basis kerja sama regional.
Rencana pembangunan SPR nasional di Cirebon, Lhokseumawe, dan Bontang akan menambah kapasitas penyimpanan nasional, dan secara logistik sangat memungkinkan untuk mengakomodasi kebutuhan bersama negara-negara ASEAN. Dengan lebih dari 35% GDP ASEAN berasal dari Indonesia, kapasitas fiskal dan kelembagaan Indonesia turut memperkuat kredibilitasnya sebagai pemimpin inisiatif ini.
Di samping itu, Indonesia, sebagai negara dengan cadangan minyak cukup besar, infrastruktur penyimpanan yang mulai berkembang (seperti di Cilacap, Balikpapan), dan posisi geografis strategis, berpotensi dapat memainkan peran sebagai:
- Host country untuk hub-hub penyimpanan regional (SPR node).
- Koordinator diplomatik untuk mengonsolidasikan kebijakan antar negara anggota ASEAN terkait ketahanan energi.
- Pusat keuangan dan teknologi energi regional, melalui BUMN seperti Pertamina dan SKK Migas untuk membantu pengelolaan cadangan dan transfer teknologi.
- Penyeimbang pasokan regional, dengan memanfaatkan hubungan dagang energi dengan negara-negara seperti Arab Saudi, Rusia, atau China.
Contoh Implementasi Joint Reserves Global
Beberapa negara dan kawasan telah lebih dahulu membentuk sistem cadangan minyak strategis bersama, yang dapat menjadi inspirasi bagi AJSPRI:
- IEA Emergency Response System (OECD/IEA Countries)
Negara-negara anggota International Energy Agency (IEA) seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa Barat memiliki mekanisme pelepasan cadangan kolektif saat terjadi krisis pasokan global. Mereka memiliki koordinasi terpadu untuk mengakses cadangan masing-masing secara simultan guna menstabilkan pasar. - Gulf Cooperation Council (GCC) Energy Security Talks
Negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, UEA, dan Kuwait telah berdiskusi sejak lama mengenai potensi cadangan minyak regional bersama. Meski belum resmi, kerja sama logistik dan penyimpanan regional terus berkembang untuk mendukung stabilitas kawasan. - India-Nepal Petroleum Products Pipeline (INPPP)
Meskipun berskala bilateral, kerja sama ini menjadi contoh penting tentang bagaimana negara dengan kepentingan energi yang berbeda dapat menyatukan sistem logistik energi dan menyimpan cadangan terintegrasi lintas batas. - China-ASEAN Energy Cooperation
China memiliki cadangan strategis minyak dalam jumlah besar dan telah menjalin kerja sama energi dengan ASEAN, termasuk dalam bentuk pelatihan, pembangunan fasilitas, dan pertukaran teknologi. Ke depan, potensi integrasi parsial cadangan lintas regional dapat terjadi.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa kerja sama energi lintas negara bukan hanya mungkin, tetapi juga krusial untuk menghadapi krisis global bersama.
Rancangan Skema dan Implementasi ASEAN SPR
ASEAN SPR dirancang sebagai sistem multilateral dengan pengelolaan terpusat melalui ASEAN Centre for Energy yang diperkuat. Kontribusi negara anggota dapat berbentuk minyak mentah, biaya logistik, maupun dukungan infrastruktur. Cadangan disimpan di hub utama seperti Tuban dan Balikpapan di Indonesia, serta hub pendukung di Thailand dan Vietnam.
Pelepasan cadangan dilakukan hanya saat krisis memenuhi kriteria tertentu seperti gangguan pasokan regional atau lonjakan harga ekstrem. Prosedur koordinator melibatkan badan energi nasional, operator seperti Pertamina, dan mitra kawasan seperti Petronas dan PTT Thailand.
Dampak Strategis terhadap Kawasan ASEAN
ASEAN SPR akan memperkuat posisi ASEAN dalam percaturan energi global. Dengan memiliki cadangan kolektif, ASEAN dapat berbicara dalam satu suara dalam forum OPEC+, G20, maupun perundingan energi internasional. Cadangan ini juga akan menciptakan stabilitas harga domestik dan memberi waktu bagi negara anggota untuk menyusun respons tanpa panik.
Selain aspek ekonomi, AJSPRI juga berfungsi sebagai simbol integrasi politik dan solidaritas ASEAN. Seperti halnya konektivitas digital atau perdagangan bebas, energi kini menjadi pilar baru dalam integrasi kawasan.
Pemerintah negara anggota ASEAN perlu memberikan mandat politik yang kuat dalam forum tingkat tinggi. Studi kelayakan harus segera dimulai, dengan melibatkan mitra strategis seperti JOGMEC Jepang, Asian Development Bank (ADB), dan International Energy Agency (IEA). Forum Energi ASEAN 2025 dapat menjadi titik deklarasi formal inisiatif ini.
Pembentukan Dana Khusus Ketahanan Energi ASEAN (ASEAN Energy Fund) akan memperkuat pembiayaan awal dan menjamin keberlanjutan inisiatif ini.
ASEAN SPR bukan hanya proyek cadangan energi, melainkan instrumen strategis yang akan memperkuat kedaulatan kawasan. Di tengah dunia yang makin bergejolak, hanya kawasan yang bersatu dan punya mekanisme perlindungan kolektif yang akan bertahan. Indonesia, dengan seluruh potensinya, siap memimpin ASEAN ke arah tersebut.
Tentunya dibutuhkan pendalaman lebih jauh nantinya dari berbagai sektor dan bidang keahlian dalam menyusun pertimbangan-pertimbangan strategis agar kepentingan seluruh pemangku kepentingan dapat terakomodir secara optimal.
Beberapa pertimbangan yang dapat diperdalam lebih lanjut antara lain melingkupi beberapa keuntungan ataupun potensi risiko yang kemungkinan terjadi dengan adanya implementasi skema ini antara lain:
Potensi keuntungan SPR ASEAN
- Ketahanan energi kolektif: Mengurangi dampak krisis global (misalnya konflik di Timur Tengah).
- Efisiensi biaya logistik: Penyimpanan terdesentralisasi lebih hemat dibanding cadangan nasional masing-masing.
- Penguatan solidaritas ASEAN: Sebagai bagian dari integrasi ekonomi dan politik kawasan.
- Daya tawar geopolitik meningkat: ASEAN bisa menjadi pemain lebih kuat dalam pasar energi global.
Potensi risiko SPR ASEAN
- Ketimpangan kapasitas infrastruktur: Tidak semua negara ASEAN punya kemampuan penyimpanan atau keuangan.
- Koordinasi sulit: Berbeda kepentingan energi tiap negara dapat menghambat kesepakatan.
- Biaya investasi tinggi: Membangun fasilitas penyimpanan skala besar butuh dana besar dan waktu lama.
- Masalah trust dan transparansi: Potensi konflik soal kapan dan bagaimana cadangan digunakan.
Dapat disimpulkan bahwa SPR kawasan ASEAN adalah merupakan langkah visioner untuk menciptakan kemandirian dan stabilitas energi jangka panjang di kawasan. Indonesia memiliki potensi untuk memimpin inisiatif ini, bukan hanya karena faktor geografis dan sumber daya, tetapi juga karena pengalaman diplomatik dalam memimpin berbagai forum regional.
Namun, untuk implementasi nyata, tentu dibutuhkan kemauan politik, komitmen finansial, dan mekanisme tata kelola yang transparan dan adil dari seluruh pemangku kepentingan di kawasan.
(miq/miq)