Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Menjelang penutupan tahun, dinamika global kembali menegaskan satu realitas yang tak terhindarkan. Ketidakpastian kini menjadi variabel yang tak terhindarkan dari lanskap baru dunia.
Ketegangan geopolitik yang berkepanjangan, volatilitas harga energi, gangguan rantai pasok global, serta meningkatnya frekuensi bencana akibat perubahan iklim telah menempatkan energi sebagai isu strategis dalam menjaga stabilitas nasional. Bagi Indonesia, menutup tahun tidak cukup hanya dengan mencatat capaian, tetapi juga perlu mengukur sejauh mana kesiapsiagaan ketahanan energi benar benar telah dibangun.
Sepanjang tahun ini, dunia menyaksikan bagaimana sektor energi kembali menjadi titik rawan dalam berbagai krisis. Fluktuasi harga minyak dan gas berdampak terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Gangguan pasokan di satu kawasan dengan cepat menimbulkan efek berantai ke kawasan lain.
Kondisi ini menegaskan bahwa energi bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan fondasi utama yang menopang stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi. Negara yang tidak bisa menjaga ketahanan energinya akan menghadapi tekanan berlapis yang sulit dikendalikan.
Bagi Indonesia, tantangan ketahanan energi tidak hanya datang dari dinamika global. Sepanjang tahun ini, berbagai bencana alam di dalam negeri turut menguji kesiapan sistem energi nasional.
Sejumlah bencana di wilayah Sumatra, termasuk banjir dan longsor akibat cuaca ekstrem, berdampak langsung terhadap pasokan listrik, distribusi bahan bakar, dan akses energi bagi masyarakat. Dalam situasi darurat, energi kerap menjadi sektor yang paling cepat terdampak sekaligus paling krusial untuk segera dipulihkan.
Pengalaman tersebut memberikan pelajaran penting bahwa ketahanan energi tidak cukup dimaknai sebagai kecukupan pasokan atau besarnya cadangan nasional. Ketahanan energi sejati terletak pada kemampuan sistem nasional untuk tetap berfungsi dan pulih secara cepat ketika menghadapi gangguan, baik yang bersumber dari krisis global maupun bencana domestik. Di sinilah kesiapsiagaan menjadi elemen kunci.
Kesiapsiagaan ketahanan energi mencakup berbagai aspek yang saling terkait. Mulai dari ketahanan infrastruktur menghadapi kondisi ekstrem, keandalan rantai distribusi untuk menjangkau wilayah terdampak, hingga kejelasan mekanisme respons darurat. Tanpa kesiapsiagaan yang matang, gangguan yang seharusnya bersifat sementara berpotensi berkembang menjadi krisis berkepanjangan dengan dampak sosial dan ekonomi yang luas.
Pengalaman bencana di Sumatra menunjukkan bahwa infrastruktur energi yang terlihat memadai dalam kondisi normal dapat menjadi sangat rentan ketika dihadapkan pada cuaca ekstrem. Jalur distribusi yang terputus, pembangkit yang terganggu, serta keterbatasan akses logistik memperlihatkan urgensi perencanaan berbasis risiko.
Oleh karena itu, kesiapsiagaan harus menjadi bagian inheren dari perencanaan dan pengelolaan sistem energi nasional, bukan sekadar respons setelah krisis terjadi.
Dalam konteks ini, peran pemerintah pusat menjadi sangat krusial untuk membangun kerangka kebijakan kesiapsiagaan ketahanan energi.
Kebijakan energi nasional tidak boleh semata berorientasi pada pertumbuhan dan efisiensi, tetapi juga harus secara sistematis memasukkan aspek mitigasi risiko dan ketahanan sistem. Namun, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah daerah memegang peran yang tidak kalah penting, karena berada di garis depan ketika bencana terjadi dan harus memastikan layanan energi tetap berjalan bagi masyarakat.
Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dengan demikian menjadi prasyarat utama ketahanan energi nasional. Kesiapsiagaan tidak dapat dibangun secara terpusat tanpa memperhatikan kapasitas daerah. Penguatan koordinasi, peningkatan kapasitas teknis, serta penyelarasan perencanaan antara pusat dan daerah perlu menjadi agenda berkelanjutan. Tanpa sinergi tersebut, kebijakan nasional berisiko tidak efektif ketika diuji di lapangan.
BUMN energi memiliki posisi strategis sebagai tulang punggung operasional sistem energi nasional. Keandalan pasokan listrik, bahan bakar, dan gas sangat bergantung pada kesiapan BUMN dalam menghadapi berbagai skenario krisis. Dalam kondisi darurat, kecepatan respons dan fleksibilitas operasional menjadi faktor penentu. Menutup tahun ini, pengalaman bencana harus menjadi bahan evaluasi penting untuk memperkuat manajemen risiko dan kesiapsiagaan operasional BUMN energi.
Di sisi lain, sektor swasta juga memiliki peran signifikan dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Investasi pada infrastruktur yang lebih tangguh, pemanfaatan teknologi pemantauan digital, serta pengembangan sistem cadangan energi menjadi semakin relevan di tengah meningkatnya risiko bencana dan gangguan pasokan.
Kolaborasi antara BUMN dan swasta dalam situasi darurat dapat mempercepat pemulihan dan menekan dampak ekonomi, selama didukung oleh kepastian kebijakan dan kejelasan peran.
Dunia akademik dan lembaga riset turut menjadi elemen penting dalam membangun kesiapsiagaan energi jangka panjang. Kompleksitas tantangan energi ke depan membutuhkan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan data.
Pemetaan risiko wilayah, kajian dampak perubahan iklim terhadap infrastruktur energi, serta pengembangan teknologi adaptif perlu terintegrasi dalam strategi nasional. Kebijakan energi yang tidak ditopang riset berisiko bersifat reaktif dan tertinggal dari realitas.
Masyarakat juga merupakan bagian integral dari sistem ketahanan energi. Dalam kondisi krisis, perilaku konsumsi energi dapat memengaruhi stabilitas sistem secara keseluruhan. Literasi energi, kesadaran efisiensi, serta kesiapan komunitas lokal sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan respons darurat. Ketahanan energi tidak hanya dibangun melalui kebijakan dari atas, tetapi juga melalui partisipasi aktif masyarakat.
Menutup tahun ini, Indonesia memiliki momentum strategis untuk melakukan refleksi menyeluruh. Tekanan global dan pengalaman bencana domestik menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan ketahanan energi bukan agenda yang bisa ditunda. Ketahanan energi harus ditempatkan sebagai agenda permanen dalam pembangunan nasional, bukan sekadar respons sementara ketika krisis muncul.
Ke depan, tantangan dipastikan semakin kompleks. Perubahan iklim akan meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana, sementara dinamika geopolitik global akan terus memengaruhi pasar energi. Dalam kondisi seperti ini, kesiapsiagaan menjadi fondasi utama ketahanan nasional. Negara yang siap akan mampu meminimalkan dampak krisis dan menjaga stabilitas sosial ekonomi.
Menutup tahun dengan kesiapsiagaan ketahanan energi nasional berarti menutupnya dengan kesadaran dan tanggung jawab bersama. Energi bukan hanya urusan satu sektor, melainkan kepentingan seluruh bangsa.
Dengan memperkuat kesiapsiagaan, membangun kolaborasi lintas sektor, serta menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah, pemerintah memiliki peluang besar untuk membawa Indonesia memasuki tahun berikutnya dengan fondasi energi yang lebih tangguh, adaptif, dan berkelanjutan.
Inilah saat yang tepat bagi pemerintah untuk menjadikan kesiapsiagaan ketahanan energi sebagai prioritas kebijakan lintas sektor di penghujung tahun, agar Indonesia tidak hanya mampu bertahan di tengah ketidakpastian global, tetapi juga melangkah maju dengan stabilitas nasional yang lebih kuat.
(miq/miq)

2 hours ago
2

















































