Cinta di Dunia Maya, Korban di Dunia Nyata, Antara Cinta Digital dan Kejahatan Finansial

5 hours ago 1

Oleh : Intan Lydia Magdalena

Namanya sebut saja Maya. Seorang perempuan yang hangat dan percaya bahwa cinta bisa ditemukan di mana saja — bahkan di ruang digital. Sore itu, ia mengunduh sebuah aplikasi kencan daring, sekadar untuk berkenalan. Tak disangka, dari balik layar ponsel, muncul sosok pria yang tampak sempurna: sopan, perhatian, dan selalu menyapa di waktu yang tepat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Obrolan ringan bergulir menjadi percakapan akrab. Hari demi hari, kepercayaan tumbuh. Pria itu mengaku sedang bekerja di luar negeri dan sering mengirimkan foto kegiatan sehari-hari. Dari layar kecil itu, Maya merasa seperti mengenal seseorang yang nyata. Hingga suatu hari, pria tersebut mengatakan ingin mengirimkan hadiah ulang tahun — sebuah tanda kasih, katanya.

Beberapa hari kemudian, seseorang yang mengaku petugas Bea Cukai menghubungi Maya. Paket dari luar negeri sudah tiba, tapi harus dibayar biaya pabean Rp15 juta agar bisa dikeluarkan. Karena percaya pada sang “kekasih,” Maya mentransfer uang itu tanpa ragu. Tak lama, datang permintaan kedua: tambahan Rp10 juta karena barang masih tertahan. Maya kembali mengirimkan uang, kali ini dengan perasaan sedikit cemas.

Namun setelah itu, semua pesan terhenti. Nomor tak bisa dihubungi. Janji tinggal janji. Ketika Maya akhirnya mendatangi kantor Bea Cukai, barulah ia tahu: tak ada paket, tak ada pengiriman, tak ada cinta sejati. Hanya manipulasi, rayuan, dan data palsu hasil kecerdasan buatan (AI).

Kisah Maya bukan satu-satunya. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara mencatat laporan serupa dari masyarakat — kejahatan digital bermodus asmara yang memanfaatkan kepercayaan dan perasaan.

Dari Cinta ke Kehilangan: Wajah Baru Penipuan Digital

Era digital memang telah mengubah cara orang bertemu. Satu geser layar bisa membuka peluang pertemanan, bahkan cinta. Namun di balik emotikon senyum dan kata manis, ada pelaku kejahatan yang menunggu.

Mereka pandai memainkan rasa, membangun kepercayaan, lalu memanfaatkan kelemahan emosional korban. Begitu korban percaya, berbagai modus pun dimulai — dari pinjaman uang, investasi palsu, hingga permintaan biaya pabean seperti yang dialami Maya. Dan sering kali, yang hilang bukan hanya uang, tapi juga rasa percaya diri, harga diri, dan keyakinan bahwa kebaikan masih ada.

Langkah yang Seharusnya Dilakukan Nasabah

Kisah seperti ini menjadi pengingat bahwa di balik kemudahan digital, ada kewajiban untuk selalu waspada. Jika Anda atau orang di sekitar menghadapi situasi serupa, berikut langkah yang seharusnya dilakukan:

Pertama, waspada terhadap janji dan rayuan online. Jangan mudah percaya pada cerita atau foto yang dikirim seseorang yang belum pernah ditemui langsung.

Kedua, verifikasi setiap informasi. Bila ada pihak yang mengaku dari instansi resmi seperti Bea Cukai, cek kebenarannya melalui situs web, call center, atau kantor resmi.

Ketiga, konsultasikan dengan otoritas terkait. Nasabah dapat menghubungi Bank Indonesia untuk mendapat arahan terkait pelindungan konsumen dan sistem pembayaran.

Keempat, tingkatkan literasi digital dan keuangan. Mengenali modus penipuan digital adalah benteng pertama agar kita tidak mudah diperdaya.

Kelima, manfaatkan Indonesia Anti Scam Center (IASC). Didirikan oleh OJK sejak 2023, pusat pengaduan ini memungkinkan laporan cepat lintas lembaga (Bank Indonesia, OJK, PPATK, Kepolisian, perbankan, dan dompet digital) agar rekening pelaku bisa segera diblokir.

Keenam, laporkan ke saluran publik resmi. Melalui KOMDIGI, masyarakat dapat melapor ke cekrekening.id untuk rekening penipu dan aduannomor.id untuk nomor telepon pelaku, agar korban lain tak jatuh ke lubang yang sama.

Jadilah Konsumen Cerdas: PeKA dalam Bertransaksi

Sebagai regulator sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam setiap aktivitas keuangan digital. Dunia digital membuka banyak peluang, tapi juga menuntut tanggung jawab baru: untuk Peduli, Kenali, dan Adukan — atau yang disebut prinsip PeKA Bertransaksi.

Peduli terhadap produk keuangan digital yang digunakan, serta menjaga keamanan diri sendiri dari ancaman kejahatan siber. Kenali fitur dan risiko produk keuangan agar tidak mudah tergoda oleh tawaran manis yang menipu. Adukan segera jika menemukan permasalahan kepada penyelenggara atau langsung ke Bank Indonesia agar bisa ditindaklanjuti.

Dengan menjadi Konsumen Cerdas yang PeKA, kita bisa tetap menikmati kemudahan dunia digital tanpa kehilangan kewaspadaan. Karena di balik setiap notifikasi yang masuk, tak selalu ada cinta yang tulus — kadang ada jebakan yang menunggu. Dan di era serba daring ini, cinta sejati bukan hanya tentang menemukan yang tepat, tapi juga tentang melindungi diri dari yang salah.

* Penulis Plt. Pengawas Yunior KPw BI Prov. Sumatera Utara.

Opini tidak mempresentasikan kebijakan Lembaga dimana penulis bekerja.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |