Bosscha Jadi Magnet Kolaborasi Internasional, Dua Ilmuwan Dunia Tawarkan Sinergi Riset Astronomi

1 month ago 16
Pendidikan

12 Agustus 202512 Agustus 2025

Bosscha Jadi Magnet Kolaborasi Internasional, Dua Ilmuwan Dunia Tawarkan Sinergi Riset Astronomi Kunjungan ke Observatorium Bosscha, Jumat (8/8/2025) menjadi salah satu agenda utama dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang digelar oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sejak 7 sampai 9 Agustus 2025.

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

BANDUNG (Waspada.id): Kunjungan ke Observatorium Bosscha, Jumat (8/8/2025) menjadi salah satu agenda utama dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang digelar oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sejak 7 sampai 9 Agustus 2025. Ajang tahunan ini merupakan forum strategis untuk memperkuat fondasi Indonesia Emas 2045 melalui pengembangan riset, inovasi, dan hilirisasi teknologi.
Agenda ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Ahmad Najib Burhani, Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Yudi Darma, dan Dekan FMIPA ITB Aep Patah. Dua tamu kehormatan internasional—Brian Paul Schmidt (peraih Nobel Fisika 2011) dan Chennupati Jagadish (Presiden Australian Academy of Science)—ikut terlibat dalam dialog santai dan reflektif sepanjang kunjungan. Tur ilmiah ini menandai peran penting Observatorium Bosscha sebagai simbol sejarah, pusat edukasi, dan laboratorium inovasi astronomi Indonesia di era modern.
Kegiatan kunjungan diawali dengan penjelajahan ke Teleskop Refraktor Ganda Zeiss. Sejak diresmikan pada 1 Januari 1923 atas prakarsa K. A. R. Bosscha, teleskop seberat 17 ton ini telah menjadi saksi pengembangan ilmu astronomi di Nusantara dan Asia Tenggara. Hingga kini, teleskop Zeiss tetap menjadi salah satu aset astronomi tertua dan terbesar di Indonesia, menjadi ikon Bandung Utara dan warisan sains nasional.
Yudi Darma menegaskan bahwa Observatorium Bosscha adalah salah satu warisan besar dari masa kolonial Belanda yang masih sangat relevan hingga hari ini. Usia seabad bukanlah halangan untuk tetap menjadi pusat pengembangan sains dan pendidikan, asalkan fasilitas ini dirawat dan dioptimalkan bersama.
Tak hanya nostalgia sejarah, kunjungan berlanjut ke ruang surya dengan koleksi panel pengamatan gerhana matahari dari masa ke masa. Dalam percakapan ringan, Chennupati Jagadish mengaku terkesan dengan upaya menjaga Bosscha tetap hidup sebagai ruang edukasi dan penemuan baru. Ia menekankan pentingnya kolaborasi internasional karena ilmu pengetahuan melampaui batas negara.
Sorotan utama terjadi saat rombongan melihat proyek Teleskop Radio VLBI Global Observing System (VGOS) yang akan rampung Oktober 2025. Brian Paul Schmidt memuji keberanian berinvestasi pada fasilitas riset. “Ketika ilmuwan diberi peluang dan dukungan, biasanya mereka akan menghasilkan terobosan besar, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk ilmu pengetahuan dunia,” ujarnya. Ia pun membuka peluang untuk terlibat dalam riset di Bosscha.
Aep Patah berharap momentum ini menjadi awal kolaborasi global yang lebih luas, mendorong peneliti muda Indonesia berani berinovasi bersama jejaring internasional. Ahmad Najib Burhani menegaskan penguatan fasilitas seperti Bosscha dan VGOS adalah langkah strategis menempatkan Indonesia di jaringan riset dunia sekaligus sumber inspirasi generasi muda.
Kunjungan ini menjadi penanda bahwa masa depan astronomi Indonesia tidak hanya ditopang oleh sejarah gemilang, tetapi juga oleh jejaring kemitraan global yang terus tumbuh. Observatorium Bosscha kini berdiri bukan sekadar sebagai monumen sains, tetapi sebagai pusat kolaborasi yang membuka jendela Indonesia ke semesta.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |