Jakarta, CNBC Indonesia - Komoditas batu bara dan minyak dunia (brent) tampak sangat terpuruk disepanjang Februari 2025.
Dilansir dari Refinitiv, secara bulanan, batu bara telah ambruk sebesar 16,46% pada Februari 2025 yakni dari US$118,5/ton pada 31 Januari 2025 menjadi US$99/ton di akhir bulan lalu.
Sementara harga minyak dunia (brent) juga tersungkur sebesar 4,66% secara bulanan pada Februari silam.
Dikutip dari thecoalhub.com, pasar batu bara termal Eropa melanjutkan tren penurunannya di bawah US$92/ton. Tekanan terhadap indeks disebabkan oleh faktor-faktor seperti penurunan tajam harga gas, peningkatan stok, serta meredanya ketegangan geopolitik.
High-CV 6.000 di Afrika Selatan terus merosot hingga US$88-89/t, mencapai level terendah dalam 12 bulan karena sikap menunggu dan melihat dari negara-negara pembeli utama, termasuk India, di mana pasokan dalam negeri berada pada tingkat yang tinggi.
Sasol dari Afrika Selatan akan menghentikan ekspor batu bara mulai Mei 2025 (dua tahun lebih awal dari yang direncanakan) untuk meningkatkan kualitas pabrik bahan bakar sintetis Secunda. Sasol mengekspor 2,1 juta ton tahun lalu. Seluruh tambang perusahaan (30,0 juta ton/tahun) akan difokuskan kembali pada pasokan dalam negeri.
Di China, harga spot batubara 5.500 NAR di pelabuhan Qinhuangdao turun menjadi US$100/t karena tingginya pasokan dan terbatasnya aktivitas industri. Dengan persediaan yang besar, banyak produsen batubara yang khawatir terhadap penurunan harga lebih lanjut, dan memperkirakan bahwa pasokan akan melebihi permintaan hingga bulan Juni, karena tingkat produksi diperkirakan akan stabil sepanjang musim panas. Akibatnya, pemasok termasuk Shenhua memberikan diskon pada material mereka. Indeks spot di China berada di bawah harga kontrak, meningkatkan kekhawatiran bagi para penambang dalam jangka pendek.
Beberapa perusahaan pembangkit menghentikan impor demi pasokan dalam negeri. CHN Energy menghentikan pasokan impor untuk pembangkit listriknya untuk fokus pada pembelian dari simpanannya sendiri di China. Grup Huaneng mengambil tindakan serupa. Menurut beberapa perkiraan, langkah-langkah ini akan menghasilkan penurunan permintaan batu bara impor sebesar 3 juta ton/bulan.
Depresiasi harga komoditas pun tidak hanya terjadi pada batu bara, melainkan juga harga minyak dunia. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan tak terduga dalam persediaan bahan bakar AS, yang menunjukkan permintaan yang lebih lemah, serta optimisme terkait potensi pembicaraan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Lebih lanjut, para pedagang mengurangi risiko di tengah meningkatnya volatilitas yang dipicu oleh peningkatan perang tarif oleh Trump, termasuk terhadap China, sehingga secara signifikan meningkatkan kekhawatiran terhadap permintaan global, kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.
Perang tarif dapat memperlambat pertumbuhan global, memicu inflasi dan, pada gilirannya, menekan permintaan minyak mentah.
Hal-hal inilah yang membuat harga minyak belum mampu untuk kembali bergerak mendekati level US$80/barel.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)