Batu Bara Mencoba Bangkit Usai Ambruk, Ternyata Butuh Bantuan China

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara berbalik arah dan mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan kemarin karena ada indikasi kenaikan konsumsi batu bara yang terus meningkat.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 3 Maret 2025 tercatat sebesar US$101,4/ton atau naik 4% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 28 Februari 2025 yang sebesar US$102,1/ton.
Harga batu bara sempat jeblok ke US$ 99 per ton atau terendah sejak Mei 2021 atau hampir empat tahun terakhir.

Dilansir dari Mining Technology, penurunan harga batu bara dinilai kemungkinan hanya bersifat sementara karena kebutuhan energi di India dan China melampaui pertumbuhan sumber energi terbarukan, yang menunjukkan bahwa batu bara bisa tetap menguntungkan lebih lama dari yang diperkirakan, meskipun berpotensi menghambat pencapaian target iklim.

CEO Glencore, Gary Nagle, menegaskan komitmen perusahaan terhadap batu bara dalam laporan pendapatan bulan lalu, mencatat adanya perubahan persepsi terhadap bahan bakar ini. "Banyak mitra usaha patungan minoritas kami di seluruh dunia, terutama di Australia, ingin keluar dari batu bara uap," katanya.

Perusahaan mengumumkan penurunan produksi tembaga, kobalt, seng, nikel, dan batu bara termal pada tahun 2024, sesuai dengan panduan yang diberikan pada Januari 2025.

Kurangnya kapasitas batu bara ekspor baru, akibat keengganan lembaga keuangan untuk mendanai proyek batu bara, menunjukkan bahwa pasar mungkin lebih ketat dari yang diperkirakan dalam jangka menengah hingga panjang.

Secara global, proyek batu bara termal baru terutama terkonsentrasi di China dan India, dengan sedikit negara lain yang berencana meningkatkan produksi secara signifikan.

Permintaan batu bara terus didorong oleh elektrifikasi rumah tangga, peningkatan pengisian daya kendaraan listrik, serta pembangunan pabrik, terutama di India, yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan permintaan sekitar 3% per tahun hingga 2030, menurut perkiraan Kementerian Batu Bara India.

Industri teknologi juga mendorong permintaan batu bara, karena pusat data yang mendukung komputasi awan dan kecerdasan buatan (AI) membutuhkan pasokan energi yang besar.

Hal ini menyebabkan perusahaan utilitas di negara-negara seperti AS, Jepang, dan Jerman tetap mengandalkan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi, meskipun mereka awalnya berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Meskipun terjadi kelebihan pasokan dan harga yang rendah saat ini, International Energy Agency (IEA) telah merevisi prospek permintaan batu bara ke tingkat yang lebih tinggi dalam laporan terbaru, memperkirakan kenaikan sebesar 1% hingga 2027.

Selain itu, persediaan batu bara China meningkat tajam, menyebabkan penurunan pembelian batu bara asing oleh China Shenhua Energy dan seruan dari asosiasi batu bara untuk menyesuaikan produksi.

Dua kelompok industri batu bara utama di China, yaitu China Coal Industry Association dan China Coal Transportation and Distribution Association, telah meminta anggotanya untuk mengurangi produksi batu bara dan membatasi impor guna mengatasi masalah kelebihan pasokan, menurut laporan Reuters. Perusahaan batu bara milik negara Shenhua Energy bahkan telah menghentikan impor.

Kelesuan di pasar batu bara termal Australia kemungkinan hanya bersifat sementara. Setiap peningkatan permintaan, misalnya akibat cuaca yang lebih panas atau kebutuhan batu bara yang terus tumbuh di China, dapat dengan cepat mengubah dinamika pasar.

Meskipun ada tekanan struktural, pertumbuhan permintaan energi secara keseluruhan menunjukkan bahwa konsumsi batu bara mungkin masih akan terus meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |