FOTO
CNBC Indonesia/Faisal Rahman, CNBC Indonesia
19 September 2025 18:15

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seperti Shell Indonesia, BP, dan Vivo Energy setuju untuk membeli BBM dari PT Pertamina (Persero). Hal itu disampaikannya saat konferensi pers terkait Pengaturan Kuota BBM Non-Subsidi di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/9/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Hal ini disepakati setelah dirinya mengadakan rapat bersama dengan Pertamina dan badan usaha penyedia BBM swasta lainnya. Adapun, BBM yang akan dibeli ke Pertamina yaitu bahan bakar murni, sebelum dicampur dengan zat aditif alias base fuel. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

"Kami baru selesai rapat dengan swasta dan Pertamina. Ada 4 hal mereka setuju dan harus setuju untuk kolaborasi dengan Pertamina, syaratnya harus basis base fuel, belum kecampur dalam bentuk teh. Jadi barangnya itu ibarat bikin teh. Tadi Dirjen saya menjelaskan, kalau yang awalnya itu Pertamina mau jual sudah jadi teh. Tapi sekarang mereka bilang jangan teh katanya, air panas saja. Jadi produknya saja nanti dicampur di masing-masing, tangki di SPBU masing-masing. Dan ini juga sudah disetujui, ini solusi," ungkapnya saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/09/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Dia menjelaskan, stok BBM nasional masih cukup untuk 18-21 hari. "Posisi ketersediaan BBM kita per hari ini cukup 18 hari-21 hari, jadi gak ada masalah kesediaan BBM," ujarnya. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

"Namun untuk SPBU swasta itu memang cadangannya sudah menipis, perlu saya sampaikan bahwa secara aturan Keppres maupun UU Pasal 33 menyangkut dengan cabang industri yang menyangkut hajat orang banyak harus dikuasai negara, termasuk BBM. Keppres itu soal ketersediaan BBM, termasuk kuota impor dalam neraca komoditas," jelasnya. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

"Teman-teman swasta telah diberikan impor 110% dibandingkan 2024, artinya ini diberikan normal sudah diberikan, namun ada kondisi di mana 110% itu habis sebelum selesai akhir 2025. Atas dasar itu, pemerintah buat keputusan tetap dilayani tapi melalui Pertamina," tandasnya. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)