AS Protes Permendag No 36/2023, Bos APINDO Tegas Bilang Begini

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani buka suara soal kritik Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan impor Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Sebagai informasi, pemerintah AS melalui laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), secara terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya terhadap kebijakan impor Indonesia. Dalam laporan itu, USTR menilai sistem perizinan impor Indonesia masih menjadi hambatan non-tarif yang menyulitkan pelaku usaha asal Negeri Paman Sam.

Salah satu regulasi yang disoroti adalah Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang mewajibkan izin impor untuk hampir 4.000 kode HS. Produk-produk ini tak hanya harus memenuhi syarat administratif, tapi juga harus mendapatkan Persetujuan Teknis dari kementerian terkait. Imbasnya, ribuan kontainer sempat menumpuk di pelabuhan pada awal Mei 2024 karena perizinan belum rampung.

Menanggapi hal itu, Shinta menegaskan, regulasi tersebut perlu dilihat dari banyak sisi, terutama untuk melindungi industri dalam negeri.

"Jadi kalau soal Permendag itu kan kita mesti melihat dari kunci apa," ujar Shinta saat ditemui usai acara Forum Bisnis Indonesia-Korea di Jakarta, Senin (28/4/2025).

Menurut Shinta, tidak semua sektor industri bisa diperlakukan sama dalam urusan impor. Ia mencontohkan, di sektor tekstil dan garmen, pembukaan impor secara lebar justru bisa berdampak buruk bagi pelaku usaha domestik.

"Kalau untuk industri tekstil dan garmen itu justru kita tidak mau terbuka lebar, karena akan semakin bermasalah untuk industri dalam negeri," jelasnya.

Namun, Shinta juga mengakui ada sektor-sektor tertentu yang memang membutuhkan kemudahan impor untuk mendukung kelangsungan usahanya. Karena itu, menurutnya, kebijakan impor tidak bisa digeneralisasi seolah-olah semua impor itu buruk atau baik.

"Jadi ini saya juga mau bicara ini jangan kita generalisasi, impor itu ada yang jelek ada yang bagus gitu kan," tuturnya.

Shinta menekankan, apa pun kebijakan pemerintah, harus tetap memperhatikan kepentingan industri nasional. Apalagi, di tengah perubahan kebijakan global seperti tarif baru dari Presiden AS Donald Trump, Indonesia perlu lebih waspada terhadap potensi masuknya produk-produk dumping dari luar negeri.

"Makanya saya katakan ini kan semua berkaitan ya. Jadi soal dumping, sekarang ini kan pasar Indonesia begitu besar. Jadi kita juga mesti berhati-hati dengan adanya kondisi Trump seperti ini janganlah kita mendapatkan dumping dari negara lain gitu," kata dia.

Lebih lanjut, ia menambahkan deregulasi terhadap aturan impor memang penting, namun harus disertai dengan kehati-hatian dan antisipasi melalui langkah-langkah safeguard dan anti-dumping.

"Kita harus siap-siap dengan safeguard dengan anti-dumping measuresnya. Jadi kalau kita melakukan deregulasi terhadap peraturan tertentu kita juga mesti lihat dampaknya itu seperti apa," jelas Shinta.

Menurutnya, keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan keterbukaan terhadap impor adalah kunci. Oleh karena itu, pelaku usaha domestik harus dilibatkan dalam konsultasi sebelum kebijakan dibuat.

"Makanya kami juga sebagai pelaku usaha dalam negeri juga diajak, mesti diajak konsultasi kan, diajak bicara gitu. Jadi karena kita juga punya kepentingan di dalam negeri," tegasnya.

Shinta juga menyoroti permintaan dari AS, terutama dalam sektor digital, perlu dipertimbangkan dengan cermat. Jika sektor tersebut tidak mengancam industri dalam negeri, menurutnya, pemerintah bisa saja mempertimbangkan pembukaan akses impor.

"Nah mungkin untuk sektor tertentu, seperti mereka minta untuk digital. Ya itu apakah sesuatu yang tidak mempengaruhi Indonesia atau industri dalam negeri, ya itu mungkin sesuatu yang bisa dibuka kesempatannya," kata Shinta.

Namun, ia mengingatkan, keputusan harus tetap mempertimbangkan kesiapan industri nasional.

"Dan saya yakin pemerintah juga jeli. Bukannya kemudian dibuka kerannya terus semua asal, segala macam sektor dibuka. Ini tergantung. Dan tergantung juga kesiapan daripada industri dalam negeri kita. Kalau memang kita enggak siap ya tidak apa-apa kita terima dari luar. Jadi ini semua harus kita perhatikan secara jeli," pungkasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Adu Kuat Pengaruh AS Vs China, Indonesia Ikut Siapa?

Next Article Gelap! Begini Ramalan Pengusaha Soal Ekonomi Indonesia 2025

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |