MEDAN (Waspada.id): Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumut (APMPEMUS) menyatakan sikap hukum dan keprihatinan mendalam atas kasus penangkapan awak kapal Sea Dragon, yang diduga membawa 2 ton sabu-sabu jaringan internasional, hasil operasi panjang BNN RI.
Berdasarkan keterangan resmi Badan Narkotika Nasional (BNN) RI yang dikutip dari berbagai media nasional, pengungkapan tersebut merupakan hasil pengintaian berbulan-bulan terhadap sindikat narkotika lintas negara yang sangat terorganisir, profesional, dan berteknologi tinggi.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Menurut Kepala BNN RI dalam pernyataannya menyebut bahwa sindikat tersebut telah diintai sangat lama. Mereka bekerja profesional, berpindah jalur laut, dan memanfaatkan kapal nelayan atau kargo kecil sebagai tameng untuk mengelabui aparat.”
Pernyataan itu menunjukkan dengan jelas bahwa para Anak Buah Kapal (ABK), termasuk FR asal Belawan, diduga hanyalah korban eksploitasi sindikat internasional, bukan bagian dari jaringan inti pengendali narkoba.
Demikian keterangan tertulis Ketua APMPEMUS, Iqbal kepada Waspada.id, di Medan, Minggu (26/10).
Menurut Iqbal, berdasarkan fakta di lapangan kuat dugaan ketidak terlibatan para ABK. FR dan para ABK lainnya merupakan pekerja pelayaran lepas (harian) yang tidak memiliki kewenangan menentukan, mengatur, atau memeriksa muatan kapal.
Berdasarkan kesaksian keluarga dan masyarakat Kampung Kurnia – Belawan, FR dikenal sebagai anak nelayan yang baik, tidak banyak bicara, dan tidak memiliki catatan kriminal apapun.
“Tidak ditemukan indikasi bahwa FR pernah berhubungan langsung dengan bandar atau pengendali narkotika!” sebut Iqbal.
BNN RI sendiri menyebut jaringan ini sangat kompleks, melibatkan pihak luar negeri — artinya pelaku lapangan hanyalah kaki tangan tidak sadar atau korban eksploitasi.
Kemudian, berdasarkan analisis hukum yang dilakukam APMPEMUS, bahwa Asas “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” — (Geen Straf Zonder Schuld)
Dalam Pasal 183 KUHAP: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan bahwa terdakwa benar bersalah.” Bahwa Mens rea (niat jahat) menjadi unsur mutlak untuk pemidanaan.
Dalam kasus FR, tidak ada bukti niat jahat atau kesadaran membawa narkotika. Maka, penahanan ABK tanpa pembuktian unsur kesalahan berpotensi melanggar asas keadilan dan hak asasi manusia sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Disebutkan, tanggung Jawab Pidana dalam Pasal 55 KUHP, yakni “Pelaku adalah mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan pidana.”
FR dan rekan ABK yang diduga tidak memenuhi unsur “turut serta”, karena tidak memiliki peran dalam perencanaan, penyembunyian, maupun transaksi narkotika.
Jalankan Perintah Atasan
Menurut APMPEMUS, mereka hanyalah pekerja transportasi laut yang menjalankan perintah atasan.
Adapun perlindungan Hukum bagi Korban Eksploitasi Sindikat Narkotika, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membedakan antara: Pelaku sadar (bandar, kurir, pengendali), Korban eksploitasi (orang yang dijebak atau tidak tahu-menahu).
Sedangkan Pasal 128 ayat (2) dan Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika menyebut: “Setiap orang yang tanpa sengaja dilibatkan dalam peredaran gelap narkotika dapat diberikan rehabilitasi medis dan sosial.”
Artinya, FR dan para ABK Sea Dragon yang diduga tidak terlibat layak dilindungi dan direhabilitasi, bukan dikriminalisasi.
Selanjutnya, Kewajiban Negara Berdasarkan Konvensi PBB 1988 (UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances)
Sebagai negara peserta, Indonesia wajib membedakan antara pengendali dan korban eksploitasi, serta menjamin hak atas perlindungan hukum dan keadilan yang proporsional.
Prinsip ini juga sejalan dengan Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas perlakuan yang adil di depan hukum.”
Potensi Pelanggaran
Jika ABK dijadikan tersangka tanpa pembuktian unsur kesengajaan, maka terjadi pelanggaran asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan terjadi potensi pelanggaran hak atas kebebasan dan keadilan (Pasal 28D & 28G UUD 1945).
Negara gagal menjalankan prinsip perlindungan warga negara dari kejahatan lintas batas sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.
Karenanya, APMPEMUS mendesak kepada pemerintah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto agar segera memerintahkan evaluasi dan supervisi langsung terhadap kasus ABK Sea Dragon, dengan membentuk Tim Investigasi Khusus di bawah Kemenko Polhukam dan BNN RI.
Kemudian, menjamin tidak ada kriminalisasi terhadap warga kecil, serta memastikan ABK yang tidak bersalah segera dibebaskan dan direhabilitasi secara hukum dan sosial.
Dan, memperkuat kerja sama internasional dalam penangkapan pengendali utama jaringan narkoba lintas negara, bukan menghukum pekerja kecil yang menjadi korban.
Kepada Kepala BNN RI dan Kapolri, APMPEMUS meminta untuk ,elakukan verifikasi faktual peran masing-masing ABK, terutama FR asal Belawan, dengan pemeriksaan yang adil, transparan, dan berkeadilan.
Selanjutnya, menindak tegas pihak-pihak yang berperan dalam merekrut ABK tanpa pengetahuan muatan.
Dan kepada DPR RI dan Komnas HAM, diminta untuk elakukan pengawasan terhadap proses hukum agar tidak ada pelanggaran HAM, serta menjamin asas fair trial dijunjung tinggi.
Solusi Hukum
APMPEMUS juga menawarkan solusi hukum, di antaranyan rehabilitasi dan pendampingan hukum gratis bagi ABK yang terbukti tidak tahu-menahu mengenai narkoba.
Juga lakukan pendataan nasional ABK lepas dan pekerja pelayaran tradisional, agar tidak dimanfaatkan sindikat transnasional jalin oerja sama intelijen internasional lebih ketat dalam pencegahan perdagangan narkoba lewat jalur laut Indonesia.
Yang jauh lebih penting, gencarkan panye nasional perlindungan tenaga pelayaran kecil, terutama dari wilayah pesisir Sumatera Utara dan Riau, yang rentan direkrut oleh sindikat narkoba.
Sebagai penutup, APMPEMUS berpendat, kasus Sea Dragon bukan sekadar perkara narkoba — ini adalah potret nyata ketidakadilan struktural, di mana rakyat kecil dijadikan tameng oleh sindikat besar yang bersembunyi di balik sistem global.
“Jika BNN RI telah mengakui bahwa jaringan ini telah diintai lama dan bekerja profesional, maka jelas ABK hanyalah korban. Jangan hukum yang lemah — tangkap pengendalinya!” pungkas Ketua APMPEMUS, Iqbal. (id23/rel)
,
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.



















































