Oleh Andy Yanto Aritonang
Peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sekaligus menandai 80 tahun perjalanan panjang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, (MPR RI), menjaga konstitusi dan mengawal demokrasi.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Rasanya kita perlu menilik kembali sejarah perjalanan lembaga negara ini .
Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan sebanyak empat tahap pada tahun 1999-2004, peranan MPR RI dalam penyelenggaraan negara amat dominan.
MPR RI yang terdiri dari anggota DPR RI, Utusan Daerah (dipilih oleh anggota DPRD Propinsi), dan Utusan Golongan ( Ditetapkan oleh Presiden, menjadi lembaga tertinggi negara. Dengan demikian Presiden dan Wakil Presiden bertanggungjawab kepada MPR RI sebagai pelaksana dari kedaulatan rakyat.
MPR RI bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara dan menjadi agenda kenegaraan penting. Bukan saja karena berlangsung sekali dalam lima tahun, akan tetapi, juga karena banyaknya agenda yang harus diselesaikan di dalam sidang – sidang MPR RI ketika itu.
Sedang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi negara. Amandemen UUD 45
Mengikuti perkembangan di berbagai negara terjadi arus demokratisasi, dimana rakyat menginginkan untuk turut serta dalam kehidupan politik, khususnya di dalam penyelenggaraan negara.
Pada tahun 1998, tuntutan rakyat (melalui pemuda dan mahasiswa serta unsur masyarakat lainnya) meminta dilakukan reformasi di semua bidang.
Adapun poin tuntutan reformasi yang paling nyata saat itu adalah, mengamandemen UUD 1945, diakhirinya dwifungsi ABRI, penegakan hukum, pemberian otonomi daerah, pemberantasan korupsi dan beberapa tuntutan lainnya.
Semula, rakyat menuntut agar penyusunan perubahan UUD 1945 dilakukan sekelompok orang yang dianggap independen.Tapi kemudian disepakati dilakukan oleh MPR RI sendiri, tapi dengan melibatkan kalangan intelektual melalui perguruan tinggi, organisasi sosial kemasyarakatan, melibatkan masyarakat seluas-luasnya, ditingkat nasional maupun di daerah – daerah. Bahkan di luar negeri.
Untuk tugas penting ini, MPR kemudian membentuk Badan Pekerja (BP) dan di BP dibentuk lagi Panitia Ad Hoc (PAH). Ada pun Materi perubahan UUD 1945 disiapkan oleh PAH I BP MPR. Sementara fraksi- fraksi menyiapkan naskah akademik dari setiap partai politik, untuk disampaikan di dalam rapat PAH.
Berdasarkan rapat – rapat PAH I BP MPR, disusun kesepakatan dasar perubahan UUD 1945. Misalnya tentang posisi Pembukaan UUD 1945, bentuk negara, posisi Penjelasan, dan berbagai hal penting lainnya.
Setiap yang telah disepakati ditingkat PAH I BP MPR ini, disampaikan kepada semua unsur yang berkepentingan, semua komponen bangsa, unsur masyarakat, baik di pusat maupun di daerah, untuk diberi tanggapan dan dimintai masukan.
Langkah seperti ini berjalan untuk setiap proses perubahan yang ditempuh. Baik dalam bentuk naskah maupun dalam bentuk yang sudah disepakati. Jadi alurnya dan langkah – langkah yang ditempuh jelas.
Di dalam sidang – sidang ini juga berlangsung agenda yang disusun, baik ditingkat lobi, rapat ditingkat komisi, rapat tim perumus, sampai dibawa ke sidang paripurna MPR, untuk diminta persetujuan.
Sementara, materi yang belum disepakati, dibawa lagi dalam pembahasan PAH. Dirapatkan kembali. Dimintai pendapat semua unsur, baik organisasi masyarakat, untuk kemudian dirumuskan, dan dilobi untuk mendapatkan kesepakatan. Dengan mekanisme seperti di atas, maka perubahan demi perubahan disepakati.
Jadi perubahan UUD 1945 berlangsung sampai empat tahapan, sejak 1999 s/d 2002 himgga membuat banyak perubahan terjadi. Misalnya, masa jabatan Presiden hanya 2 periode. Lantas Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Kalau Kepala Daerah, (Gubernur, Bupati dan Walikota) sebagaimana yang dirumuskan di Pasal 18 dipilih secara demokratis. Bisa dipilih langsung oleh rakyat, bisa oleh wakil – wakil rakyat (DPRD).
Posisi MPR RI juga mengalami perubahan. Bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara seperti sebelumnya, tetapi menjadi lembaga negara, sebagaimana halnya dengan Dewan Perwakilan Rkyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sementara fungsi MPR RI tetap ada yakni mengubah dan menetapkan UUD. Tapi tak lagi menetapkan garis garis besar daripada haluan negara.
Melantik Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal tertentu memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya (lihat Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 8).
Susunan MPR juga mengalami perubahan mendasar. Dimana anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
Setelah UUD 1945 diamandemen, maka MPR RI sekarang ini hadir dari perubahan UUD 1945. Tentu semangat yang dibawakan adalah semangat perubahan.Semangat reformasi, dan semangat demokratisasi.
Perlu digarisbawahi, walau sudah di amandemen tak berarti pula UUD 1945 tidak boleh diubah.
Justru yang berlaku sekarang ini adalah hasil perubahan. Dan perubahan itu datangnya dari rakyat. Bukan semata aspirasi partai politik, apalagi aspirasi orang perorang.
Jika memang suatu saat, dianggap ada hal – hal yang perlu dilakukan perubahan, langkahnya sudah ada. Itulah disediakan Pasal 37. Tetapi, sebelum langkah itu ditempuh tentu perlu kajian yang mendalam.
Tugas Lebih Berat
Ketua MPR H. Ahmad Muzani mengungkapkan ke depan tugas-tugas lembaga negara akan lebih berat karena akan dihadapkan pada persoalan-persoalan kekinian.
Menurut Muzani, problem dan keadaan masyarakat Indonesia pada tahun 2045 akan sangat berbeda dengan keadaan Indonesia pada saat memperingati Hari Kemerdekaan ke-80 pada 17 Agustus 2025.
“Oleh sebab itu kita mulai memikirkan tentang konstitusi modern ketika Indonesia sudah berumur 100 tahun, apakah konstitusi sekarang ini dianggap cukup atau perlu disempurnakan?. Ini mungkin perlu dipikirkan mulai dari sekarang,” katanya saat ramah tamah dalam rangkaian Media Gathering MPR RI tahun 2025 di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (12/7/2025)
Saat ini, semua upaya yang dilakukan lembaga negara, khususnya MPR, adalah untuk memperkuat posisi negara, persatuan, dan kebhinnekaan Indonesia. Muzani pun menyebutkan peran media sangat positif dalam mendukung semua upaya itu.
Sinergi diperlukan agar ada korelasi antara lembaga negara dan program pemerintah.
Lembaga negara harus jalan bersamaan dengan program pemerintah. Sebaliknya program pemerintah juga harus berjalan bersamaan dengan program lembaga negara dalam upaya bersama-sama menguatkan lembaga negara.
“Kalau lembaga negara berjalan sendiri-sendiri tentu akan merepotkan pada posisi lembaga negara lainnya. Karena itu, kita harus selalu menguatkan posisi masing-masing di satu sisi, tapi di sisi lain kita juga harus terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan lembaga negara agar tujuan nasional kita lebih cepat tercapai karena ada sinergi di antara lembaga negara,” pungkasnya.
Sementara Sekretariat Jenderal MPR RI Siti Fauziah menekankan pentingnya peran generasi Z dan Alpha dalam mendukung tugas-tugas MPR, khususnya dalam hal sosialisasi Empat Pilar MPR. Generasi yang lahir di era digital ini dinilai memiliki keunggulan dalam memanfaatkan teknologi, yang harus diarahkan untuk memperkuat penyebarluasan nilai-nilai kebangsaan secara kontekstual dan relevan dengan zaman.
Untuk menjangkau generasi Z dan Alpha, MPR RI harus lebih gencar lagi memanfaatkan teknologi digital.
Dengan memanfaatkan teknologi digital yang dimiliki MPR RI, para anggota MPR RI dapat menyapa masyarakat sekaligus membumikan nilai nilai kebangsaan .
Demikian juga website MPR , harus lebih produktif menayangkan materi materi UUD 45, Kebangsaan, dan Pancasila.
Memperkuat dukungan teknologi informasi di era ini merupakan langkah keharusan , sekaligus mempermudah akses masyarakat memperoleh informasi terkait kegiatan MPR RI
Perlu Kajian Ilmiah
MPR RI harus menyusun program menyeluruh untuk mensosialisasikan seluruh materi perubahan UUD 1945 serta hal – hal yang terkait dengan penyelenggaraan negara secara luas.
Menurut hemat kita, kajian bersifat ilmiah menjadi perlu untuk mendukung langkah langkah penting dalam penyelenggaraan negara, baik sekarang
maupun ke depan.
Sebagai kajian ilmiah, lebih lengkap lagi didukung dengan penelitian, baik kalangan anggota MPR maupun pendukungnya. Dalam pengkajian ini juga dapat
melibatkan para ahli dibidangnya. Hasilnya juga menjadi sumbangan berharga bagi penyelenggara negara. Penelitian yang kemudian dirumuskan dalam berbagai
tulisan.
Karena itu MPR sudah saatnya membangun dan memelihara tradisi ilmiah, termasuk mengembangkan jurnal ilmiah, yang menjadi ajang diskusi atau publikasi
ilmiah dari para pemikir yang menyangkut ketatanegaraan.
Sesungguhnya Lembaga Pengkajian MPR (2015-2019) telah pernah menerbitkan Jurnal Ketatanegaraan, yang terbit secara teratur dan berkesinambungan. Alangkah
bagusnya jika jurnal ini diteruskan. Sekaligus juga dapat ditingkatkan sampai menjadi jurnal bermutu. Demikian pula publikasi ilmiah lainnya seperti buku-buku yang dapat menjadi rujukan bagi para mahasiswa maupun peneliti. Terutama yang menyangkut ketatanegaraan. Selamat HUT Ke 80 MPR RI, semoga tetap koloh menjaga Demokrasi Dan Konstitusi.
Penulis wartawan waspada.id di Parlemen, Senayan, Jakarta.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.