Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat India baru saja merayakan Diwali pada 20 Oktober 2025. Umat Hindu, Jain, dan Sikh, merayakan Festival Cahaya selama 5 hari berturut-turut yang melambangkan kemenangan cahaya (kebaikan) dari kegelapan (kejahatan).
DI akhir perayaan Diwali, umumnya masyarakat India mulai beristirahat dan kembali ke aktivitas normal. Namun, tradisi berbeda dilakukan para penduduk desa Gumatapura di Talavadi, Chamarajanagar.
Mereka merayakan ritual yang sudah berlangsung selama berabad-abad yang disebut Gore Habba alias 'Festival Kotoran Sapi'.
Setiap tahun, sehari setelah Balipadyami atau hari ke-4 Diwali, ribuan orang dari desa-desa sekitar dan Tamil Nadu yang berdekatan berkumpul untuk menyaksikan perayaan yang unik dan meriah ini.
Sebagai bagian dari ritual tersebut, penduduk desa saling melempar dan mengolesi kotoran sapi ke badan mereka. Tradisi ini diyakini membawa berkah, persatuan, dan penyucian, dikutip dari Bharat, Sabtu (25/10/2025).
Perayaan dimulai di Kuil Beereshwara, tempat penduduk desa memanjatkan doa dan menumpuk tumpukan besar kotoran sapi segar di depan kuil. Anak-anak berkeliling dari pintu ke pintu untuk mengumpulkan susu dan ghee, yang digunakan untuk ritual khusus mandi dewa desa, Kareswara.
Seorang tokoh simbolis yang dikenal sebagai 'Chadikora' berpakaian dedaunan dan rumput, dengan kumis palsu dan untaian jerami. Ia diarak keliling desa dengan seekor keledai. Prosesi ini mengelilingi kuil Beerappa sebelum pertarungan kotoran sapi dimulai.
Tradisi ini, menurut penduduk setempat, memenuhi keinginan dewa desa dan merupakan bagian penting dari identitas budaya mereka.
Menurut para tetua desa, asal usul festival ini sudah ada sejak beberapa abad yang lalu. Konon, seorang suci dari utara pernah tinggal di rumah seorang penduduk setempat bernama Kalegowda.
Setelah wafat, harta bendanya dibuang ke dalam lubang. Beberapa hari kemudian, sebuah gerobak yang melewati lubang itu memperlihatkan sebuah lingga (simbol Dewa Siwa) yang mulai berdarah ketika roda gerobak melindasnya.
Malam itu, orang suci tersebut muncul dalam mimpi seorang penduduk desa, memerintahkan mereka untuk merayakan Gore Habba sehari setelah Diwali setiap tahun untuk mengenangnya. Kuil Beerappa yang sekarang berdiri di lokasi tersebut, beserta tradisinya berlanjut hingga saat ini.
Sebelum acara, penduduk desa memandikan dan menghias keledai, berdoa di tepi kolam, lalu mengaraknya dalam prosesi menuju kuil.
Setelah itu, para peserta mandi di kolam dan kembali ke desa diiringi sorak-sorai, berjenaka satu sama lain, dan tertawa bersama. Semuanya merupakan bagian dari ritual kuno ini.
Festival ini juga bersifat simbolis. Dua pria berpakaian 'Chadikora' melambangkan individu yang palsu atau suka menipu, dan parade tiruan mereka berfungsi sebagai pengingat untuk menjunjung tinggi kebenaran dan kerukunan dalam masyarakat.
Ketika perang kotoran dimulai, pria, wanita, dan anak-anak dengan riang saling melempar gumpalan kotoran sapi selama hampir dua jam. Suasana dipenuhi sorak-sorai dan tawa riuh saat orang-orang dari desa-desa terdekat dan bahkan distrik lain berkumpul untuk menonton.
Meskipun terkesan berantakan, penduduk desa mengatakan Gore Habba adalah perayaan kesetaraan dan kebersamaan. Festival ini bermakna "semua orang menjadi kotor, dan semua orang menjadi bersih kembali."
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

14 hours ago
3
















































