Usut Tuntas Pengalihan Aset PTPN I Seluas 8.077 Hektar

4 hours ago 2

MEDAN (Waspada.id): Anggota DPRD Sumut HM Subandi mengapresiasi gebrakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menahan mantan Kepala Kantor BPN Wilayah Sumut Tahun 2022-2024, ASK dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang, ARL, terkait tindak pidana korupsi pada pengelolaan/penjualan/pengalihan aset PTPN I Regional I oleh PT.Nusa Dua Propertindo melalui Kerjasama Operasional (KSO) dengan PT. Ciputra Land seluas 8.077 hektar.

Subandi mendesak Kejatisu dan jajarannya untuk mengembangkan kasus ini hingga tuntas dan mengusut oknum oknum lainnya, termasuk Developer PT. Ciputra Land bahkan jajaran direksi di perusahaan yang sekarang bernama PTPN I itu,

“Kita juga mendesak Kejatisu untuk segera mengembalikan hak atas tanah milik masyarakat dan pensiunan karyawan di perusahaan perkebunan tersebut yang jadi korban perampasan lahan mereka,” kata Subandi kepada Waspada.id, di Medan, Rabu malam (15/10).

Politisi partai Gerindra ini merespon pasca ditahannya ASK dan ARL oleh Kejatisu, Selasa (14/10), yang kemudian menetapkan sebagai tersangka terhadap kedua oknum petinggi di kantor Kementerian pertanahan negara itu, untuk selanjutnya dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan guna proses hukum.

Subandi juga menyebut proses pengelolaan/penjualan/pengalihan aset PTPN I telah diwarnai, bukan hanya aksi demo, protes tetapi perlawanan terang terangan menentang PT. Ciputra Land atas lahan seluas 8077 hektar. Namun tidak ada tanda tanda penyelesaian kasus, hingga mengundang kekhawatiran publik bahwa lahan PTPN I seluruhnya nanti akan dikuasai para mafia.

Terkuak kemudian dari hasil pemaparan setelah ASK dan ARL ditahan, ditemukan fakta bahwa para tersangka dengan kewenangan dan jabatannya saat itu, yaitu antara tahun 2022 hingga tahun 2024 atau pada masa jabatan para tersangka tersebut, diduga telah memberikan persetujuan penerbitan sertifikat HGB atas nama PT.NDP.

Penerbitan sertifikat tetap dilakukan meski PT. NDP (Nusa Dua Propertindo) tidak menjalankan kewajiban, yakni menyerahkan paling sedikit 20% lahan Hak Guna Usaha (HGU), yang kemudian diubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

Sehingga mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20% dari seluruh luas HGU yang diubah menjadi HGB, dan diperkirakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Tidak Boleh Berhenti

Menyikapi hal tersebut, Subandi anggota dewan Dapil Sumut 3 Deli Serdang ini menegaskan, proses hukum tidak boleh berhenti terhadap kedua tersangka tersebut, karena diyakini banyak pihak termasuk oknum dan korporasi di PTPN I, yang secara melawan hukum merampas tanah dan lahan milik masyarakat dan pensiunan perusahaan perkebunan tersebut.

Banyak masyarakat yang menjadi korban bahkan nyawa mereka hilang akibat memperebutkan lahan yang seharusnya menjadi milik mereka, namun karena pengaruh kekuasaan dan intimidasi, lahan mereka dirampas secara paksa untuk dimanfaatkan guna memperkaya diri kelompok oligarki tersebut.

Bukan hanya masyarakat dan petani yang tertindas, tetapi juga kedatukan dan kesultanan yang memiliki konsesi atas lahan seakan tidak mendapat apa-apa.

“Bahkan mereka pun tidak dianggap apa-apa oleh mereka-mereka yang secara melawan hukum menguasai lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan yang sekarang bernama PTPN 1, itu” ujar Subandi, yang juga berasal dari kedatukan, ini.

Menurut Subandi, yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Generasi Muda Melayu Indonesia (PB GAMI), pengelolaan/penjualan/pengalihan yang sudah berlangsung cukup lama terhadap aset PTPN I Regional I oleh PT.Nusa Dua Propertindo melalui Kerjasama Operasional (KSO) dengan PT. Ciputra Land seluas 8077 hektar, membuktikan bahwa tidak ada ketegasan terhadap praktik pelanggaran hukum di Sumut.

Indikasi itu terlihat di awal kasus yang bermula dari penjualan lahan milik PTPN I seluas 8.077 hektare oleh PT NDP kepada Ciputra Land. Lahan seluas itu berada di tiga lokasi, yaitu Tanjung Morawa, Helvetia dan Sampali.

Di tiga lokasi, developer berani membangun perumahan mewah tanpa peduli lahan yang mereka peroleh, yang merupakan lahan eks HGU diperuntukkan milik masyarakat, namun kemudian diubah statusnya menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

“Ini tandanya apa? Oligarki semakin berani dan tidak segan menabrak aturan dan mengorbankan hak rakyat atas lahan mereka, untuk kepentingan mereka,” ujar Subandi.

Karenanya, di bawah Harli Siregar yang baru beberapa bulan menjabat sebagai Kajati Sumut, Subandi mendesak untuk tidak gentar mengusut tuntas megakasus, dan mengusut dugaan pihak pihak lain yang bermain di belakang layar.

“Kasus ini saya yakini tidak berdiri sendiri, ada aktor kuat lain yang selama ini belum tersentuh hukum dan Kejatisu tidak boleh
gentar membongkarnya,” tegas Subandi.

Subandi juga berharap lahan yang telah dirampas, berupa eks HGU dan lahan masyarakat adat dikembalikan kepada masyarakat yang selama puluhan tahun jadi korban para mafia tanah, dan intimidasi bahkan pembunuhan oleh oknum yang membela kepentingan kelompok tertentu. (Id23)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |