Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Washington dan Bogota kembali memuncak setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan ancaman keras terhadap Presiden Kolombia Gustavo Petro. Dalam sebuah sesi diskusi di Gedung Putih pada Rabu (10/12/2025) waktu setempat, Trump menegaskan bahwa presiden itu berpotensi menjadi sasaran berikutnya dalam kampanye antinarkotika yang sedang digencarkan pemerintahannya.
Pernyataan itu muncul ketika seorang jurnalis menanyakan apakah Trump pernah berbicara dengan Petro. Pertanyaan tersebut langsung memicu reaksi emosional dari Trump.
"Saya belum terlalu memikirkannya. Dia cukup bermusuhan dengan Amerika Serikat. Dia akan mendapat masalah besar kalau tidak sadar diri," katanya, dilansir Al Jazeera.
"Kolombia memproduksi banyak narkoba. Mereka punya pabrik kokain. Mereka membuat kokain, seperti yang Anda tahu, dan menjualnya langsung ke Amerika Serikat. Jadi dia harus sadar diri, atau dia akan jadi berikutnya. Dia akan jadi berikutnya. Saya harap dia mendengar. Dia akan menjadi berikutnya karena kami tidak suka orang-orang yang membunuh orang," tegasnya.
Pernyataan itu disampaikan tidak lama setelah Trump menyinggung operasi militer AS untuk menyita kapal tanker minyak di Laut Karibia, sebagai upaya menghukum Venezuela dan Iran atas dugaan pelanggaran sanksi.
Trump memang diketahui memiliki hubungan berliku dengan Petro, presiden kiri pertama dalam sejarah modern Kolombia. Namun komentar agresif terbaru ini semakin menegangkan hubungan dua negara yang selama puluhan tahun bekerja sama dalam perang global melawan narkoba.
Adapun sebelum Trump kembali menjabat pada Januari lalu, Kolombia merupakan salah satu penerima bantuan AS terbesar di kawasan Amerika Selatan. Negara tersebut menghadapi persoalan kompleks berupa tingginya produksi kokain serta konflik internal yang sudah berlangsung lebih dari enam dekade melibatkan pemerintah, kelompok kiri bersenjata, paramiliter kanan, dan jaringan kriminal.
Menurut data PBB, Kolombia adalah produsen coca terbesar di dunia, bahan baku kokain, dengan sekitar 253.000 hektare area tanam. Upaya pembasmian coca sering dikritik karena merugikan petani kecil tanpa memberikan alternatif ekonomi.
Petro justru memfokuskan kebijakannya pada pemberantasan jaringan kriminal yang mengubah daun coca menjadi produk narkotika. Namun, Trump dan sekutunya menuduh Petro tidak mengambil tindakan cukup keras untuk menghentikan produksi kokain di Kolombia.
Trump bahkan berulang kali memberi sinyal bahwa ia bisa mengambil langkah militer. Pada 23 Oktober, misalnya, dia menyebut Petro sebagai "thug" dan memperingatkan bahwa Kolombia "tidak akan bisa lolos terlalu lama".
Pada 2 Desember, dalam rapat kabinet, Trump berbicara lebih eksplisit mengenai kemungkinan serangan.
"Saya dengar Kolombia, negara Kolombia, sedang membuat kokain," katanya. "Siapapun yang melakukan itu dan menjualnya ke negara kami bisa menjadi subjek serangan."
Respons Petro
Petro merespons cepat ancaman tersebut. Setelah rapat kabinet itu, ia menulis di platform X bahwa Kolombia telah menjadi pilar dalam perang internasional melawan narkoba.
"Jika ada negara yang membantu menghentikan ribuan ton kokain dikonsumsi orang Amerika, itu adalah Kolombia," tulis Petro.
Ia memperingatkan bahwa menyerang Kolombia setara dengan memicu perang.
"Menyerang kedaulatan kami berarti mendeklarasikan perang," kata Petro. "Jangan rusak dua abad hubungan diplomatik."
Petro bahkan mengundang Trump datang langsung. "Datanglah ke Kolombia, Tuan Trump. Saya mengundang Anda, agar Anda bisa ikut dalam penghancuran sembilan laboratorium yang kami bongkar setiap hari."
Namun pada September, pemerintahan Trump mengeluarkan pernyataan yang menuduh Kolombia telah "gagal secara nyata" memenuhi komitmen kerja sama pemberantasan narkotika.
Pada Oktober, AS mengambil langkah bersejarah dengan mendekualifikasi upaya antinarkotika Kolombia, pertama kalinya sejak 1997.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
1

















































