Trump Bikin Dunia di Jurang Resesi, Pemerintah Yakin RI Aman

3 days ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap seluruh negara melalui pengenaan tarif yang tinggi, membuat dunia berdiri di jurang resesi. Namun, pemerintah Indonesia menganggap kondisi ekonomi dalam negeri justru baik-baik saja dengan potensi resesi yang rendah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, probabilitas resesi yang dihadapi Indonesia dengan makin tak kondusifnya ekonomi global itu hanya sebesar 5%, sama dengan Malaysia. Jauh lebih rendah dari potensi resesi Amerika Serikat dan Jepang yang mencapai 30%, Meksiko 54%, Jerman 50%, Kanada 48%, dan Rusia 25%.

"Probability risk recession meningkat, namun Indonesia masih relatif rendah di 5%," kata Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Airlangga menjelaskan, ukuran rendahnya potensi resesi ekonomi Indonesia berdasarkan prediksi Bloomberg itu disebabkan terjaganya kesehatan fundamental ekonomi Indonesia. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang terus terjaga di kisaran 5%. Pada 2024, pertumbuhan ekonomi RI 5,03% secara kumulatif.

Dari segi inflasi, ia tegaskan juga terkendali terkendali. Per Maret 2025, atau pada periode Ramadan hingga Lebaran, tekanan inflasi hanya sebesar 1,65% secara bulanan dan 1,03% secara tahunan. Masih terjaga di dalam sasaran target inflasi pemerintah yang di kisaran 1,5%-3,5% pada tahun ini.

Terjaganya tekanan inflasi itu juga terjadi pada saat tingginya optimisme konsumen Indonesia terhadap stabilitas ekonomi di dalam negeri. Bagi pemerintah, optimisme konsumen itu tergambar dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Per Februari masih di atas 100, tepatnya sebesar 126,4.

Sementara itu, dari segi Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menggambarkan sentimen penjualan eceran terhadap kondisi ekonomi domestik, secara bulanan masih tumbuh 0,8% ke level 213,2, berdasarkan survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) per Februari 2025.

Terjaganya seluruh indikator itu kata Airlangga juga didukung dengan sektor keuangan Indonesia yang tetap kuat. Data neraca pembayaran Indonesia misalnya, masih surplus US$ 7,2 miliar. Lalu, di sektor perbankan, pertumbuhan kredit per Februari masih dua digit di level 10,4% dan dana pihak ketiga atau DPK di level 5,75%.

Likuiditas perbankan pun ia anggap masih kuat, terlihat dari ukuran loan to deposit ratio (LDR) di level 88,92% per Februari 2025, dengan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga atau AL/DPK di kisaran 26,32%. Sementara itu rasio permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) bank juga masih tinggi di atas ambang batas 8%, yaitu 27,05%.

Dari sisi daya beli masyarakat, bagi pemerintah juga masih terus terjaga, sebagaimana terlihat dari belanja pada periode musiman Hari Besar Keagamaan Nasional seperti Nataru 2024 dan Ramadan 2025. Mengutip data Mandiri Spending Index (MSI) Airlangga mengatakan, belanja masyarakat terus meningkat dengan level indeks naik ke 248,1 dari kondisi Ramadan 2024 yang indeksnya di bawah angka 200.

Cadangan devisa hingga akhir Februari 2025 Airlangga pastikan juga masih tetap tinggi di level 154,5 miliar, setara pembiayaan 6,4 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah. Neraca perdagangan pun masih terjaga surplus selama 58 bulan berturut-turut yang hingga Februari 2025 surplus US$ 3,12 miliar.

Dari sisi sentimen pelaku pasar dan ekonomi dunia terhadap Indonesia, menurut Airlangga juga tetap terjaga positif. Di antaranya skor kredit rating dari berbagai pemeringkat utang terus berada setingkat di atas investment grade, baik itu dilakukan oleh S&P, Moody, Fitch dan JCR.

Peringkat Daya Saing Indonesia yang dirilis IMD per 2024 juga dijadikan Airlangga sebagai ukuran penilaian positif lembaga asing terhadap iklim ekonomi yang kondusif di Indonesia. Daya saing Indonesia versi IMD itu menduduki peringkat ke-27 dari 67 negara (World Competitiveness Ranking 2024).

Terakhir, dari sisi stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, ia akui memang terus terdepresiasi hingga ke level Rp 16.849/US$ per 8 April 2025. Namun, depresiasinya yang hanya di kisara 4,43% secara year to date atau tahun berjalan ia anggap kecil dibanding negara lain, seperti Jepang yang mencapai 50%.

"Nah tentu dunia sedang tidak baik-baik saja. Kita lihat indikator pasar keuangan masih berfluktuasi, IHSG masih negatif, tadi pagi negatif (9,19% per 8 April 2025) namun sudah berada pada trend positif, sudah naik. Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga," ungkap Airlangga.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Sri Mulyani Sebut Trump Bikin Rupiah & Surat Utang RI "Merana"

Next Article Penampakan Barang Ilegal Rp 49 M yang Disikat Sri Mulyani Cs

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |