Trump 2.0 Lebih "Menyakitkan" Buat RI, Ini Segudang Buktinya

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang kedua kalinya atau kerap disebut Trump 2.0 diperkirakan akan memberikan dampak yang lebih negatif dan mendalam dibandingkan periode pertama.

Analisa Bank Mandiri menunjukkan dampak kepresidenan Trump 2.0 terhadap pasar keuangan baik global (AS) maupun domestik (Indonesia) terpantau lebih negatif dan mendalam dibandingkan Trump 1.0.

Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan:

1. Kebijakan proteksionis yang lebih agresif dalam periode Trump 2.0 diperkirakan akan memberikan tekanan lebih besar terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia. Salah satu saluran utama dampaknya adalah melalui perdagangan internasional.

Kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat terhadap berbagai negara, terutama China, akan menghambat aliran ekspor global. Bagi Indonesia, ini berpotensi menurunkan ekspor ke AS dan China, dua dari lima mitra dagang terbesar Indonesia. Selain itu, barang-barang China yang tak terserap di pasar AS kemungkinan besar akan dibuang ke pasar negara berkembang seperti Indonesia, sehingga berisiko menciptakan dumping dan memperlebar defisit perdagangan Indonesia dengan China.

2. Ketidakpastian global yang meningkat akan mendorong investor asing menarik dananya dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini bisa memicu arus keluar modal (capital outflow), yang pada gilirannya menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan indeks saham (IHSG), serta tekanan terhadap obligasi pemerintah.

3. Di sisi investasi, dampak perang dagang dan ketegangan geopolitik dapat mengurangi minat investasi langsung (FDI) ke Indonesia. Sektor-sektor ekspor seperti komoditas dan manufaktur juga akan terdampak akibat penurunan permintaan global serta gangguan rantai pasok. Naiknya biaya logistik dan bahan baku memperburuk tekanan terhadap dunia usaha domestik. Secara keseluruhan, ini dapat menurunkan laju produksi, pendapatan, dan lapangan kerja di sektor-sektor terkait.

4. Indonesia menghadapi risiko stagflasi, yaitu situasi di mana terjadi kenaikan inflasi akibat mahalnya barang impor, bersamaan dengan perlambatan ekonomi akibat ekspor dan investasi yang melemah. Ini merupakan kombinasi yang sulit ditangani melalui kebijakan moneter dan fiskal biasa. Bank Indonesia pun berada dalam posisi yang sulit dan tidak leluasa menurunkan suku bunga karena khawatir terhadap stabilitas rupiah, padahal pertumbuhan ekonomi sedang di bawah potensi.

Dalam kondisi ini, respons kebijakan yang cepat dan terkoordinasi sangat dibutuhkan. Pemerintah perlu mempercepat belanja dan stimulus fiskal, terutama pada proyek-proyek strategis yang berdampak besar terhadap ekonomi. Di sisi lain, Indonesia juga perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional, memperkuat substitusi impor, dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri agar tidak terlalu bergantung pada dinamika eksternal.

Ekonomi RI Alami Kesulitan

Bank Mandiri menjabarkan beberapa grafik yang menunjukkan terancamnya pasar keuangan domestik, baik itu IHSG, nilai tukar rupiah, serta imbal hasil SBN tenor 10 tahun.

1. JCI Index (Indeks Harga Saham Gabungan - Indonesia)

  • Trump 1.0: tren naik stabil.
  • Trump 2.0: tren menurun tajam, menunjukkan pasar saham Indonesia lebih terdampak. 

2. USD/IDR (Kurs Dolar terhadap Rupiah)

  • Trump 1.0: cukup stabil.
  • Trump 2.0: terjadi lonjakan tajam (pelemahan rupiah), lalu kembali stabil, namun lebih volatil.

3. Indonesia 10-Year Bond Yield

  • Trump 1.0: relatif stabil dan sedikit menurun.
  • Trump 2.0: penurunan tajam di awal tahun, lalu volatil.

Bank MandiriFoto: IHSG, Rupiah, dan SBN tenor 10 tahun
Sumber: Bank Mandiri

Salah satu hal yang perlu dicermati adalah imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang mengalami depresiasi belakangan ini.

Penurunan imbal hasil SBN tenor 10 tahun pada dasarnya mengartikan bahwa terjadi minat dari investor dengan melakukan pembelian terhadap SBN tersebut (harga mengalami kenaikan sedangkan imbal hasil mengalami penurunan).

Namun yang perlu menjadi catatan adalah jika turunnya terlalu tajam atau tiba-tiba, bisa juga menjadi sinyal pasar mengantisipasi perlambatan ekonomi atau kebutuhan stimulus moneter lebih lanjut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |