Jakarta, CNBC Indonesia - Junta militer Myanmar terus melanjutkan serangan mematikan, termasuk serangan udara dan artileri, meskipun mengumumkan gencatan senjata setelah gempa bumi besar yang terjadi pada Maret lalu.
Melansir Reuters pada Jumat (25/4/2025), antara 28 Maret dan 24 April, militer meluncurkan setidaknya 207 serangan, termasuk 140 serangan udara dan 24 serangan artileri, menurut data dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB.
Lebih dari 172 serangan telah terjadi sejak gencatan senjata, 73 di antaranya di daerah yang hancur akibat gempa bumi.
Selain itu, angka yang tidak dilaporkan dari PBB menunjukkan bahwa pertempuran terus berlanjut. Analisis Reuters dari data yang diberikan oleh Armed Conflict Location & Event Data Project juga menemukan frekuensi serangan udara junta telah meningkat sejak pengumuman gencatan senjata, dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya.
Padahal, pada 2 April, militer Myanmar sempat mengumumkan gencatan senjata 20 hari untuk mendukung bantuan kemanusiaan pasca gempa. Pada Selasa, junta mengatakan penghentian sementara telah diperpanjang hingga 30 April setelah pembicaraan tingkat tinggi oleh Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Najib Tun Razak.
Dalam enam bulan sebelum 2 April, junta setiap hari melakukan rata-rata 7,6 serangan menggunakan pesawat atau drone yang menewaskan lebih dari lima orang setiap hari, termasuk warga sipil, menurut data yang diberikan oleh ACLED.
Antara 2 April dan 18 April, militer melakukan rata-rata 9,7 pesawat atau serangan drone setiap hari, meninggalkan lebih dari enam orang tewas setiap hari, sejak gencatan senjata diumumkan, data ACLED menunjukkan.
Secara keseluruhan, 105 orang tewas oleh serangan udara junta selama periode ini.
Data menunjukkan kelompok oposisi hanya melakukan tiga serangan udara selama gencatan senjata, antara 2-18 April. kelompok anti-junta di negara ini tidak memiliki angkatan udara konvensional dan bergantung pada drone.
Serangan udara junta sejak gempa terjadi di wilayah Sagaing dan negara bagian Shan utara, di mana mereka berusaha untuk mendapatkan kembali posisi strategis, serta di negara bagian Kachin dan Rakhine, kata Analis Senior ACLED Su Mon.
"Militer masih melakukan serangan udara yang menargetkan penduduk sipil," katanya.
Gempa yang terjadi pada 28 Maret, bencana alam terburuk yang melanda negara tersebut dalam beberapa dekade, memicu upaya pihak luar negeri untuk memberikan bantuan kepada ratusan ribu warga Myanmar serta seruan internasional untuk menghentikan pertempuran.
"Ini bisnis seperti biasa," kata James Rodehaver, kepala Myanmar untuk Kantor PBB untuk Hak Asasi Manusia.
"Gencatan senjata ... harus melibatkan menghentikan semua aktivitas militer dan mengubah tujuan militer Anda untuk mendukung respons kemanusiaan dan itu belum terjadi."
Myanmar telah mengalami krisis sejak militer merebut kekuasaan pada Februari 2021, di mana junta berhasil menggulingkan pemerintahan terpilih dari pemenang Nobel Aung San Suu Kyi.
Sebuah tindakan keras junta brutal terhadap oposisi memicu perang saudara spiral, di mana para pengunjuk rasa yang mayoritas masyarakat sipil mulai mengangkat senjata.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Di Lokasi Gempa, Junta Myanmar Minta Bantuan & Sumbangan Global
Next Article Perang Saudara Tetangga RI Makin Panas, Militer dan Milisi Adu Drone