Jakarta, CNBC Indonesia - Saham bank masih menjadi salah satu primadona di mata para investor, terutama yang berkapitalisasi besar atau big banks. Emiten big banks dinilai prospektif karena mampu mencatatkan laba yang mengesankan dan rutin membagi dividen.
Seperti diketahui, keuntungan membeli saham bank besar ada dua, yakni dari perolehan dividen dan juga kenaikan harga saham. Sebagai contoh, BBRI yang secara konsisten membagikan dividen dalam lima tahun terakhir. Ini mengingat, BBRI berhasil membagikan dividennya di kisaran Rp 12 triliun hingga Rp 48 triliun.
Bila dirinci, pada 2019 lalu, BBRI membagikan dividen final senilai Rp 20,62 triliun atau Rp 164,10 per saham kepada para pemegang sahamnya. Berlanjut pada 2020, BBRI membagikan dividen final senilai Rp 12,12 triliun atau Rp 96,49 per saham. BBRI kembali membagikan dividen final pada 2021 senilai Rp 26,40 triliun atau Rp 174,25 per saham.
Sementara pada 2022, BBRI memberikan dividen final senilai Rp 20,33 triliun atau Rp 231,22 per saham. Pada 2023, BBRI memberikan dividen final senilai Rp 35,43 triliun atau Rp 235 per saham. Untuk tahun 2024, BBRI baru membagikan dividen interim senilai Rp 20,46 triliun atau Rp 135 per saham.
Berkaca dari data historis pembagian dividen dan pergerakan saham BBRI, maka saham bank pelat merah ini berpotensi mengalami kenaikan dalam beberapa waktu ke depan. Pasalnya, saham ini diramal masih cerah secara jangka panjang, terlebih saat ini valuasinya murah sehingga cocok untuk masuk ke saham BBRI.
Beberapa analis pun menilai positif dan layak dikoleksi dari saham BBRI. Riset RHB Sekuritas merekomendasikan beli dengan target harga Rp 5.400 per saham. Mirae Asset Sekuritas memberi rekomendasi akumulasi beli saham BBRI dengan target harga di level Rp 3.920 hingga Rp 4.240 per saham. Selain itu, KB Valbury Sekuritas merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga Rp 5.390 per saham.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya menyampaikan, saham-saham Himbara bakal memiliki daya tarik bagi para investor ketika ada indikasi kondisi likuiditas keuangan membaik. Kondisi ini dapat tercipta ketika suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia (BI) mengalami penurunan ataupun ketika kurs rupiah mulai menguat. Pada saat itulah, investor bisa mulai mengoleksi saham-saham Himbara.
Dia menambahkan, saham-saham perbankan memang sedang mengalami kondisi likuiditas yang ketat secara fundamental. Alhasil, perbaikan Net Interest Margin (NIM) pada emiten perbankan kemungkinan masih memerlukan waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Secara fundamental, sektor perbankan memang sedang mengalami kondisi likuiditas yang ketat sehingga perbaikan NIM kemungkinan masih butuh waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan semula," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/2/2025).
Di sisi lain, Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menjelaskan, untuk saat ini saham BBRI tengah menunjukkan divergensi positif. Hal ini menandakan bahwa harga saham BBRI mencapai titik terendah baru, namun indikator teknisnya mulai naik.
Lantas, divergensi positif dapat menjadi sinyal akan ada kenaikan harga saham BBRI. Menurutnya, valuasi saham BBRI saat ini masih menarik terlebih sektor perbankan secara konsisten terus mencatatkan pertumbuhan dari sisi kinerja keuangan.
"Perbankan juga masih konsisten mencatatkan kinerja pertumbuhan dari sisi topline maupun sisi bottomline kalau dilihat dari secara kinerja fundamentalnya ya secara kuartalannya kalau kita lihat dari laporan keuangan sebelum-sebelumnya," tandas dia.
(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Jurus Perkuat Akselerasi Keuangan Kelompok Rentan & Perempuan
Next Article Video: 9M-2024, BRI Sukses Cetak Laba Rp 45,36 Triliun