- Pasar keuangan Tanah Air berakhir beragam pada perdagangan kemarin, IHSG menguat sementara rupiah justru melemah
- Wall Street ambruk berjamaah tertekan saham AI
- Arah kebijakan suku bunga Jepang hingga sentimen jelang liburan pergantian akhir tahun bisa menjadi penggerak pasar hari ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI bergerak variatif pada perdagangan kemarin Senin (29/12/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, namun berbeda dengan rupiah yang justru melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) dan pasar obligasi stabil.
Pasar keuangan Tanah Air diharapkan mampu menguat pada perdagangan kedua pekan ini sekaligus menjadi perdagangan terakhir bagi IHSG tahun ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada perdagangan kemarin IHSG melesat hingga 1,25% dan berakhir di level 8.644,26, sekaligus menandai penguatan solid menjelang penutupan tahun ini. Sepanjang sesi, IHSG konsisten bergerak di zona hijau dengan rentang perdagangan 8.545,72-8.652,18.
Optimisme investor tercermin dari dominasi saham yang menguat. Tercatat 464 saham naik, 213 saham turun, dan 131 saham stagnan.
Nilai transaksi mencapai Rp22,84 triliun, yang melibatkan 41,1 miliar saham dalam 2,75 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun turut terdongkrak naik menjadi Rp15.839,47 triliun.
Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih atau net buy sebesar Rp2,24 triliun.
Dari sisi sektoral, mayoritas sektor berada di zona hijau. Sektor bahan baku memimpin penguatan dengan kenaikan 3,57%, disusul konsumer nonprimer yang naik 2,45%, serta utilitas yang menguat 2,18%. Kuatnya sektor-sektor tersebut menjadi motor utama penguatan IHSG jelang penutupan tahun.
Pada jajaran penggerak indeks, PT Amman Mineral Internasional (AMMN) menjadi kontributor terbesar setelah sahamnya melonjak 7,26% dan menyumbang 14,47 indeks poin. Saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu juga kompak mengerek IHSG, seiring rencana aksi korporasi PT Petrindo Jaya Kreasi (CUAN). PT Barito Pacific (BRPT), PT Barito Renewables Energy (BREN), dan CUAN secara total memberikan kontribusi sekitar 24,1 indeks poin.
Tak hanya itu, saham-saham grup Bakrie turut mencuri perhatian. Bumi Resources Minerals (BRMS) menguat 5,53% dengan andil 7,39 indeks poin, sementara Darma Henwa (DEWA) melesat tajam 23,21% dan menyumbang 5,44 indeks poin terhadap penguatan IHSG.
Beralih ke pasar valuta asing, rupiah mencatatkan kinerja berlawanan arah dengan pasar saham. Mengutip data Refinitiv, rupiah pada perdagangan Senin (29/12/2025) melemah 0,18% ke posisi Rp16.780/US$.
Kondisi ini berbalik arah dari pembukaan perdagangan di pagi harinya, ketika rupiah sempat dibuka menguat 0,06% ke posisi Rp16.740/US$ sebelum akhirnya tertekan hingga penutupan.
Sepanjang sesi perdagangan, rupiah bergerak dalam rentang Rp16.740-Rp16.790 per dolar AS, bahkan sempat mendekati level psikologis Rp16.800/US$.
Rupiah masih gagal memanfaatkan momentum pelemahan dolar AS di pasar global dan justru berakhir melemah. Padahal, dolar AS hingga awal pekan ini masih bergerak di zona koreksi, meski data produk domestik bruto (PDB) AS pada pekan lalu tercatat lebih kuat dari perkiraan pasar, tumbuh 4,3% secara tahunan.
Data tersebut sempat membuat pasar memangkas peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) pada pertemuan FOMC berikutnya dari 20% menjadi 13%. Namun, seiring perkembangan pasar, probabilitas tersebut kembali meningkat ke kisaran 18%, mencerminkan sikap investor yang tetap berhati-hati.
Dari sisi politik, pelaku pasar turut mencermati rencana Presiden Donald Trump yang akan mengumumkan kandidat Ketua The Fed baru pada awal 2026.
Sejumlah laporan media menyebut Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, sebagai kandidat terkuat dan dinilai sebagai figur yang cenderung dovish. Ekspektasi terhadap arah kebijakan yang lebih longgar ini ikut menambah tekanan pada dolar AS.
Namun demikian, sentimen global yang cenderung positif bagi aset berisiko belum sepenuhnya mampu dimanfaatkan rupiah pada kemarinkemarin, sehingga rupiah harus mengakhiri perdagangan di zona pelemahan.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat tak bergerak di level 6,120%. Pergerakan yield yang datar ini mencerminkan sikap wait and see pelaku pasar menjelang libur akhir tahun.
Sebagai catatan, penurunan imbal hasil obligasi menandakan meningkatnya minat investor untuk memburu SBN, sementara kenaikan yield mencerminkan aksi jual di pasar obligasi.

4 hours ago
2

















































