Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara terkait isu dugaan keberadaan tambang emas di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, sebagai pemicu bencana banjir dan longsor yang terjadi pada pekan lalu.
Bahlil mengaku, pihaknya tengah menelusuri indikasi dampak keberadaan tambang di daerah-daerah terdampak banjir tersebut, termasuk tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan.
Dari temuannya saat di Sumatera Barat, menurutnya tidak ada indikasi dampak pertambangan mempengaruhi bencana banjir dan longsor yang terjadi. Untuk di Sumatra Utara dan Aceh, pihaknya masih melakukan pengecekan lebih lanjut.
"Di Aceh pun kita lagi melakukan pengecekan. Kalau di Sumatra Utara, tim evaluasi kita lagi melakukan evaluasi. Jadi nanti setelah tim evaluasi, baru saya akan cek dampak dari pertambangan ini ada atau tidak," kata Bahlil.
Namun dia menegaskan pemerintah tidak akan ragu menjatuhkan sanksi bila dipertemukan aktivitas pertambangan yang menyalahi aturan.
"Saya pastikan kalau ada tambang atau IUP yang bekerja tidak sesuai dengan kaidah aturan yang berlaku kita akan memberikan sanksi tegas," katanya.
Dalam kesempatan itu, Bahlil juga merespons kondisi operasional di tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan. Menurutnya, saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan secara langsung.
"Martabe itu di Tapsel, saya kemarin juga mengecek lokasi itu. di Martabe ini tambang emas. Kalinya, sungainya, itu kan ada tiga. Ada tiga kali gede, sama kali yang kena banjir ini kali yang sedangnya, yang tengah," kata Bahlil.
"Kali yang di Martabe ini yang paling kecil. Tim tambang tetap melakukan evaluasi sampai sekarang. Kemarin saya juga cek, tapi tim kami lagi mengecek sampai selesai baru kami memutuskan," tambahnya.
Namun, Bahlil membenarkan bahwa operasional tambang itu sempat dihentikan untuk fokus pada pemberian bantuan bencana.
"Kemarin saya minta bantu untuk mereka fokus bantu alat-alat mereka, bantu saudara-saudara kita yang kena bencana," tutur Bahlil.
Bantahan Agincourt Resources
Sebelumnya, PT Agincourt Resources (PTAR) membantah operasional tambang Emas Martabe disebut-sebut sebagai penyebab bencana banjir bandang di Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.
Dalam pernyataan resmi perusahaan, menanggapi pemberitaan di sejumlah media yang mengaitkan aktivitas tambang dengan bencana tersebut, PTAR telah melakukan telaah dan verifikasi langsung di lapangan. Berdasarkan temuan tersebut, perusahaan menilai narasi yang beredar tidak tepat.
"Temuan kami menunjukkan bahwa mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan kejadian banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang prematur dan tidak tepat," tulis Manajemen dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (3/12/2025).
PTAR menyampaikan, menggunakan data dan fakta langsung di lapangan, peristiwa bencana banjir bandang dan longsor dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
- Siklon Senyar menyebabkan hujan dengan intensitas sangat lebat di wilayah Tapanuli Selatan. Curah hujan ini begitu ekstrem dan secara statistik mewakili curah hujan maksimum yang tidak pernah terjadi setidaknya dalam 50 tahun terakhir.
-Hujan dengan volume luar biasa tersebut jatuh merata di seluruh Sumatra bagian utara termasuk kawasan Hutan Batang Toru, sebuah kawasan hulu dari sungai-sungai utama yang mengalir di Kecamatan Batang Toru, seperti Sungai (Aek) Garoga, Aek Pahu, dan Sungai Batang Toru.
- Titik utama dan awal bencana banjir terjadi di Desa Garoga yang berada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga dan menyebar ke beberapa desa tetangga seperti Huta Godang, Batu Horing, Sitinjak dan Aek Ngado.
- Bencana banjir bandang diakibatkan ketidakmampuan alur Sungai Garoga menampung laju aliran massa banjir. Hal ini dipicu oleh efek penyumbatan masif material kayu gelondongan di Jembatan Garoga I dan Jembatan Anggoli (Garoga II).
Efek sumbatan ini mencapai titik kritis pada sekira 25 November sekitar pukul 10 pagi, menyebabkan perubahan tiba-tiba pada alur sungai, akibatnya dua anak sungai Garoga bergabung menjadi satu aliran baru yang menerjang langsung Desa Garoga. Sampai saat ini, puluhan orang dilaporkan meninggal dunia dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat dalam beberapa hari ke depan.
- PTAR beroperasi di sub DAS Aek Pahu (sungai yang diwarnai biru muda pada Gambar 2), yang secara hidrologis terpisah dari DAS Garoga (sungai yang diwarnai oranye pada Gambar 2). Meskipun kedua sungai tersebut bertemu, titik pertemuannya berada jauh di hilir Desa Garoga dan terus mengalir ke pantai barat Sumatra, sehingga aktivitas PTAR di DAS Aek Pahu tidak berhubungan langsung dengan bencana di Garoga.
- Meskipun beberapa peristiwa longsoran terpantau di sub DAS Aek Pahu, tidak ada fenomena banjir bandang di sepanjang aliran sungai ini. Karena berbeda dengan Sungai Garoga, tidak ditemukan aliran lumpur dan batang kayu yang intensif di Sungai Aek Pahu, yang dapat menjadi pemicu sumbatan masif.
"Lima belas (15) Desa Lingkar Tambang yang sebagian besar berada di sub DAS Aek Pahu tidak mengalami dampak yang signifikan, bahkan saat ini difungsikan sebagai pusat-pusat pengungsian,"
- Investigasi lebih lanjut melalui pengamatan udara menggunakan helikopter di kawasan hulu Sungai Garoga menguatkan argumen sumber penyebab banjir. Di titik pengamatan yang berada di sub DAS Garoga, didapatkan bukti visual terjadinya secara masif, longsoran (landslide) yang terjadi di tebing-tebing alur Sungai Garoga, termasuk di kawasan hutan lindung.
"Longsoran-longsoran inilah yang menjadi sumber langsung dari sebagian besar material lumpur dan batang-batang kayu yang ditemukan di Sungai Garoga. Namun demikian, temuan ini masih merupakan indikasi awal, kajian lebih lanjut diperlukan untuk secara lengkap mencari sumber penyebab lainnya," terang Manajemen.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]

7 hours ago
3

















































