
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)
Imam Al Thahawi memiliki nama lengkap Abu Jakfar Ahmad Bin Muhammad Bin Salamah Bin Salamah Bin Abdul Malik Al Azdy Al Hajari Al Mishri Al Thahawi Al Hanafi lahir di desa Buthha Thaha Al Amidah – Sha’id – Mesir pada tahun 239 Hijriah dan wafat di Mesir pada bulan Dzulqa’dah tahun 321 Hijriah dalam usia 81 tahun. Ayah Imam Al Thahawi yang bernama Muhammad Bin Salamah adalah ulama perawi haditst, sedangkan pamannya Imam Al Muzani adalah murid dan sekaligus sahabat dekat Imam Muhammad Idris Al Syafi’i. Scroll Untuk Lanjut Membaca IKLAN
Selain itu, Imam Al Thahawi terkenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang hadist ini, fikih, dan Akidah. Lalu, karena keahliannya tersebut, Imam Al Thahawi diangkat menjadi wakil qadhi dari Al Qadhi Abu Abdillah Muhammad Bin Abdah seorang qadhi di Mesir dan karena ilmunya pula Imam Al Thahawi kerap mengajar di halaqah ilmu pada masjid Amru Bin Ash di Mesir, sebuah majelis keilmuan yang paling bergengsi di Mesir pada masa itu.
Imam Al Thahawi berasal dari rumpun keluarga yang terhormat, ia berasal dari kabilah al Azdy salah satu kabilah Arab yang besar dan disegani, karena kabilah ini memiliki paling banyak anak suku di Arab. Kemudian, Imam Al Thahawi dari garis ayahnya juga bahagian dari kabilah Qathani dan dari garis ibunya termasuk ke dalam kabilah Adnani dan Ibu Imam Al Thahawi adalah saudara perempuan kandung dari Imam Al Muzani. Imam Al Thahawi hidup sezaman dengan enam mukharij hadist kitab-kutub al sittah (enam kitab induk hadist).
Selanjutnya sejarah mencatat bahwa di saat Imam Al Thahawi berumur 17 tahun, Imam Al Bulkhari wafat, diikuti oleh wafatnya Imam Muslim di saat Imam Al Thahawi berumur 22 tahun. Imam Ibnu Majah wafat di saat Imam Al Thahawi berumur 34 tahun. Imam Abu Daud wafat di saat Imam Al Thahawi berumur 36 tahun, di saat Imam Al Thahawi berumur 40 tahun Imam Al Tirmidzi wafat, dan Imam Al Nasa’i wafat di saat Imam Al Thahawi berumur 64 tahun.
Menurut salah seorang murid dari Imam Al Thahawi yang bernama Ibnu Yunus, pengembaraan ilmu Imam Al Thahawi di antaranya meliputi wilayah Syam (Syiria), Ghaza, Asqalan, Mekkah, Madinah, Damaskus, dan lain lainnya. Di Damaskus sebelum akhirnya ia kembali ke Mesir, Imam Al Thahawi belajar kepada Al Qadhi Abu Hazim. Imam Al Thahawi memiliki banyak guru di antaranya adalah Imam Al Muzani pamannya sendiri, Al Qadhi Abu Ja’far Ahmad Bin Imran Al Baghdadi, Al Qadhi Abu Khazim Abdul Hamid Bin Abdul Aziz Al Baghdadi, Yunus Bin Abdul ‘Ala Al Mishri, dan lain-lainnya.
Imam Al Thahawi juga memiliki banyak murid di antaranya adalah Abu Bakar Ahmad Bin Muhammad Bin Manshur, Ahmad Bin Al Qasim Bin Abdillah Al Baghdadi, Abul Hasan Ali Bin Ahmad Al Thahawi, dan lain-lainnya. Sebagai ulama besar yang masyhur pada zamannya, Imam Al Thahawi tentunya memiliki banyak karya akademik, di antara karya akademiknya adalah kitab Mukhtashar Al Thahawi Fi Al Fiqh Al Hanafi, kitab Sunan Al Muzani, kitab Syarh Ma’ani Al Atsar, kitab Syarh Muskil Al Atsar, kitab Al Iktilaf Al Fiqhiyah, kitab Sunan Al Syafi’i, kitab Al Syurut Al Shaghir, kitab Al Syurut Al Kabir, kitab Ahkam al Qur’an, dan kitab Al Aqidah Al Thahawiyah sebagai karya besar Imam Al Thahawi yang mendunia dan dipergunakan sebagai salah satu referensi pokok di kalangan Ahlusunnah Wal Jama’ah.
Salah satu keunikan Imam Al Thahawi adalah kepindahannya dari madzhab Syafi’ ke madzhab Hanafi. Pada saat Imam Al Thahawi berumur 20 tahun setelah sekian lama beliau bermadzhab Syafi’i akhirnya ia berpindah ke madzhab Hanafi. Adapun foktor beralihnya Imam Al Thahawi dari madzhab Syafi’i ke madzhab Hanafi adalah dikarenakan faktor berikut ini, Pertama, karena pamannya Imam Al Muzani banyak menela’ah kitab kitab fikih Hanafi, sehingga Imam Al Thahawi akhirnya tertarik dengan madzhab Hanafi.
Kadua, banyak tokoh-tokoh Syafi’iyah pada zaman itu yang menela’ah kitab fikih Hanafi termasuk Imam Al Thahawi yang kemudian memutuskan untuk beralih ke madzhab Hanafi.
Ketiga, karena faktor tashnifat atau karya karya yang banyak dikarang oleh ulama Hanafiah. Keempat, di masjid Amru Bin Ash tempat Imam Al Thahawi mengajar secara rutin banyak ulama dari kalangan madzhab Hanafi dan mereka sering mendiskusikan perbandingan di antara kedua madzhab tersebut.
Kelima, banyak para syekh yang mengambil pendapat dari madzhab Abu Hanifah baik di Mesir maupun di Syam dalam rangka menunaikan tugasnya sebagai qadhi, seperti Al Qadhi Bakar Bin Qutaibah dan Al Qadhi Ibnu Abi Imran serta Al Qadhi Abi Khazim.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa kepindahan Imam Al Thahawi dari madzhab Syafi’i ke madzhab Hanafi bukanlah pengingkaran kepada madzhab Syafi’i melainkan semata-mata karena hal itu banyak terjadi pada zaman tersebut. Para ulama banyak memberikan pujian kepada Imam Al Thahawi, di antaranya adalah Maulana Abdul Aziz Al Muhadits Al Dahlawi di dalam kitab Bustan Al Muhadtsin beliau mengatakan bahwa Imam Al Thahawi melalui kitabnya Mukhtashar Al Thahawi menunjukkan bahwa Imam Al Thahawi adalah seorang mujtahid.
Imam Abdurrahman Ibn Jauzi yang biasa disebut dengan Imam Ibnu Jauzi menulis di dalam kitabnya yang berjudul al Muntazham bahwa Imam Al Thahawi adalah penghafal yang tsiqah (terpercaya) dan bagus pemahamannya serta dalam ilmunya. Imam Abu Al Fida’ Ismail Bin Katsir di dalam kitabnya al Bidayah Wa Nihayah menulis bahwa Imam Al Thahawi adalah penghafal hadist terpercaya.
Banyak hal yang telah disumbangkan oleh Imam Al Thahawi untuk pengembangan keilmuan Islam. Semoga Allah Swt menganugerahkan pahala yang banyak buat beliau, dan bagi kita.
Semoga Allah Swt memberikan kemudahan untuk kita di dalam menyerap ilmu-ilmu yang telah beliau wariskan melalui kitab-kitab yang telah ditulisnya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahua’lam. WASPADA.id
Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.