Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie bersama pimpinan Tanoto Foundation di acara International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED) 2025 yang digelar Tanoto Foundation di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
JAKARTA (Waspada.id): Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menegaskan bahwa pembelajaran kecerdasan buatan (AI) dan coding bagi anak-anak seharusnya tidak berfokus pada kemampuan teknis membuat kode, melainkan pada penguatan struktur dan pola berpikir sejak dini.
Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi saat ini, kemampuan teknis coding justru dapat dengan mudah dan cepat dilakukan oleh AI.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Karena itu, pembelajaran di usia anak-anak perlu diarahkan pada pemahaman konsep dasar dan cara berpikir di balik coding.
“Yang perlu kita ajarkan kepada anak-anak bukan bagaimana membuat coding secara teknis, karena sekarang AI bisa membuat coding jauh lebih cepat dan murah. Yang penting adalah memahami struktur berpikir di dalam coding itu sendiri,” ujar Wamen Stella dalam acara International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED) 2025 yang digelar Tanoto Foundation di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ia menjelaskan, kemampuan melihat struktur sangat penting karena banyak persoalan baru yang sebenarnya memiliki pola yang sama. Dengan kemampuan tersebut, seseorang akan lebih mudah memecahkan berbagai masalah di masa depan.
“Masalah boleh terlihat berbeda, tetapi sering kali strukturnya sama. Orang yang mampu melihat struktur akan bisa menyelesaikan masalah-masalah baru dengan lebih baik,” jelasnya.
Wamen Stella juga menekankan bahwa kemampuan berpikir tidak ditentukan oleh usia maupun lingkungan semata. Yang terpenting, kata dia, adalah keyakinan bahwa setiap anak memiliki potensi berpikir yang sangat baik.
“Kita harus percaya bahwa anak-anak kita punya kemampuan berpikir yang hebat. Tugas kita adalah menjaga rasa ingin tahu mereka agar tetap hidup dan mendorong mereka untuk terus belajar, atau learning to learn,” katanya.
Ia menambahkan, pengembangan pola pikir anak dapat dilakukan melalui aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengajak anak membandingkan waktu, durasi, atau kegiatan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan.
Menurutnya, anak-anak pada dasarnya mudah tertarik tanpa harus diberikan gawai. Karena itu, peran orang tua dalam berinteraksi dan merespons pertanyaan anak menjadi sangat penting.
“Cara orang tua menjawab pertanyaan anak sangat berpengaruh pada perkembangan berpikirnya. Anak-anak itu adalah ilmuwan kecil. Kemampuan bertanya sudah ada sejak dini, tinggal bagaimana kita menjawabnya agar mereka ingin terus bertanya, bukan justru diam,” pungkasnya.
Country Head, Tanoto Foundation Indonesia Inge Kusuma dalam pidatonya mengatakan, International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED) 2025 merupakan sinergi lintas sektor dalam upaya pembangunan dan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Dalam kegiatan ini, Tanoto Foundation berperan aktif dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenko PMK, KemenPPPA, Kemendukbangga serta berbagai mitra strategis lainnya.
“Tahun ini, simposium mengusung tema Sinergi Ekosistem Anak Usia Dini dalam Mewujudkan Awal Kehidupan Terbaik bagi Anak,” pungkas Inge.
Hadir juga pakar PAUD yang juga Rektor Universitas Yarsi, Prof Dr Fasli Jalal serta sejumlah tokoh dan peneliti permasalahan anak.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































