Setoran Pajak Rp322,6 T di Akhir Maret 2025, Turun 18,1%

3 days ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Setoran pajak secara neto per akhir Maret 2025 senilai Rp 322,6 triliun. Dalam tiga bulan pada tahun ini, penerimaan pajak baru terkumpul 14,7% dari target APBN 2025 Rp 2.189,3 triliun.

Bila dibandingkan realisasi yang sama pada tahun lalu, angkanya minus 18,10%. Penerimaan pajak pada tiga bulan pertama tahun lalu senilai Rp 393,91 triliun atau sudah terealisasi 19,81% dari target Rp 1.988,88 triliun.

Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bila dilihat secara bruto, penerimaan pajak naik 9,1% secara tahunan. Berbalik arah dari minus 4% pada Februari 2025, dan Januari 2025 yang minusnya mencapai 13,4% secara bruto.

"Kalau kita lihat pada Maret penerimaan pajak bruto kita sudah turn around. Yang tadinya growth-nya minus 13% bulan Januari, Februari minus 4% ini sekarang sudah positif 9,1%. Turning around itu kelihatan sudah mulai baik," kata dia dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri Jakarta, dikutip Rabu (9/4/2025).

Lalu, Sri Mulyani menunjukkan rata-rata penerimaan pajak secara bruto untuk periode Desember, Januari, Februari, dan Maret. Rata-rata itu ia bandingkan dengan rata-rata penerimaan pajak empat bulanan mulai tahun anggaran 2022, 2023, dan 2024.

Ia pun masih berbangga diri karena rata-rata penerimaan pajak bruto pada periode Desember, Januari, Februari, dan Maret 2025 mencapai Rp 179,7 triliun. Lebih tinggi dari rata-rata periode yang sama 3 tahun sebelumnya yang masing-masing Rp 174,2 triliun, Rp 167,1 triliun, dan Rp 146,1 triliun.

"Jadi saya ingin memberikan keyakinan bahwa penerimaan pajak masih on track, karena dalam sebulan terakhir ini dibuat headline untuk membuat seolah-olah APBN tidak sustainable, APBN tidak prudent dan ini akan menjadi berantakan, tidak," tegas Sri Mulyani.

"Presiden memang punya banyak program tapi itu semuanya didesain dalam APBN yang tetap prudent dan sustainable. Jadi ini yang menjadi anchor bagi kita untuk menyampaikan bahwa jangan kita semua menambah keresahan yang tidak perlu untuk hal-hal yang sebetulnya fundamentally masih baik," ungkapnya.

Sri Mulyani memastikan, penerimaan pajak ke depan akan terus kuat ditopang oleh efek dari berbagai reformasi pelayanan pajak yang telah dilakukan pemerintah, termasuk dengan kehadiran Coretax DJP.

Menurutnya, makin membaiknya sistem administrasi layanan perpajakan itu telah membuat kinerja pajak per Maret makin positif, meskipun secara iklim ekonomi ada tekanan dari kebijakan perang dagang yang diterapkan Presiden AS Donald Trump melalui pengenaan tarif.

Reformasi pada layanan perpajakan lainnya ialah memperpendek waktu pemeriksaan pajak dari satu tahun menjadi hanya 6 bulan, dan pemeriksaan wajib pajak yang bersifat grup, seperti untuk transfer pricing, juga dipangkas dari semula 2 tahun menjadi hanya 10 bulan.

Terkait restitusi ia pastikan sudah lebih cepat pelayanannya. Misalnya untuk restitusi wajib pajak orang pribadi yang nilainya di bawah Rp 100 juta tidak lagi dilakukan pemeriksaan, sedangkan lainnya, dengan coretax pengembalian lebih bayar PPN sudah otomatis.

Di luar itu, ia mengatakan, ada pula reformasi dari sisi penetapan penghapusan kuota impor, dan peraturan teknisnya. Ia mengatakan, ini akan sangat membantu karena kuota itu tidak mempengaruhi penerimaan negara, namun malah menambah beban transaksi dan menimbulkan ketidaktransparanan.

"Kalau ini dihapus akan sangat menentukan banget perbaikan dari sisi ekspor dan impor Indonesia. Ada juga penyediaan perizinan dan tata niaga impor yang akan disederhanakan berbasis IT dan data, juga pergeseran dari pengawasan border menjadi post border dengan national logistic ecosystem," ungkap Sri Mulyani.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Tekor & Setoran Pajak Turun, Coretax Jadi Sorotan

Next Article DPR Cecar Sri Mulyani Soal Pajak Underground Economy: Apa Maksudnya?

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |