Jakarta, CNBC Indonesia - Penulis buku keuangan, Robert Kiyosaki telah meramalkan bahwa pasar saham akan mengalami kejatuhan besar pada bulan Februari 2025. Hal tersebut dikatakan melalui cuitannya di platform X pribadinya pada 26 Januari lalu
Kiyosaki merujuk pada bukunya yang terbit pada 2013, Rich Dad's Prophecy, yang sudah lebih dulu memprediksi kejatuhan ini. Namun, ia menegaskan bahwa krisis juga menciptakan peluang bagi mereka yang siap, dengan menyatakan bahwa harga berbagai aset seperti mobil dan rumah akan anjlok.
Ia bahkan memperkirakan miliaran dolar akan keluar dari investasi tradisional seperti saham dan obligasi, beralih ke aset seperti Bitcoin, emas, dan perak. Kiyosaki menyarankan masyarakat untuk "keluar dari aset palsu dan masuk ke yang nyata," bahkan sekadar memiliki satu Satoshi bisa menjadi langkah strategis.
Melansir Benzinga, Prediksi Kiyosaki bukan satu-satunya peringatan mengenai ancaman di pasar keuangan. Analis Goldman Sachs juga memprediksi koreksi besar dengan potensi penurunan hingga 30% pada 2025, didorong oleh valuasi tinggi dan ketidakpastian ekonomi.
Ekonom Harry Dent turut memperingatkan bahwa utang swasta Amerika yang terus membengkak dapat memicu ledakan gelembung ekonomi. Ia bahkan memperkirakan kejatuhan pasar bisa terjadi secepat pertengahan 2025.
Jeremy Grantham, investor veteran yang dikenal karena kemampuannya mengidentifikasi gelembung finansial, juga memprediksi "kejatuhan besar" di pasar saham. Menurutnya, penyebab utama adalah overvaluasi, perubahan demografi seperti penurunan angka kelahiran, serta tantangan global seperti perubahan iklim.
Berdasarkan Tradingview, jika menarik data dalam sebulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah jatuh lebih dari 10%. Kejatuhan IHSG ini membawanya ke posisi paling parah di hadapan bursa saham di berbagai negara di belahan dunia, tertinggi setelah Thailand yang anjlok 8,5%, Turki anjlok 4,6%, dan Jepang 2,9%.
IHSG berdarah-darah pada penutupan perdagangan Kamis (27/2/2025). IHSG ditutup turun 1,83% ke 6.485,45. Nilai transaksi mencapai Rp 13 triliun yang melibatkan 18,87 miliar saham dalam 1,15 juta kali transaksi. Sebanyak 413 saham turun, 196 saham naik, dan 184 tidak bergerak.
Sektor finansial menjadi penyumbang utama tekanan di bursa. Saham perbankan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) jatuh 4,97% dan menyumbang penurunan sebesar 29,20 indeks poin. PT Bank Mandiri BMRI juga merosot 5,38%, berkontribusi 23,23 indeks poin terhadap pelemahan IHSG. Tak ketinggalan, PT Bank Sentral Asia (BBCA) turun 2,85% dengan dampak negatif sebesar 16,27 indeks poin.
Pelemahan ini sejalan dengan aksi jual asing yang terus berlanjut. Dalam empat hari terakhir, investor asing mencatat net sell sebesar Rp3,47 triliun pada Senin, Rp1,6 triliun pada Selasa, dan Rp323,56 miliar pada Rabu, serta Rp 1,88 triliun pada Kamis kemarin.
Pasar domestik masih dihantui sentimen negatif usai Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia dalam MSCI dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW). Pelemahan ini dikaitkan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang melemah serta menurunnya profitabilitas sektor siklikal.
Sementara itu, investor asing kembali melakukan penjualan bersih jumbo sekitar Rp1,88 triliun di seluruh pasar. Antara lain, sebesar Rp1,78 triliun di pasar reguler dan sebesar Rp95,73 miliar di pasar negosiasi dan tunai.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini: