Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin buka-bukaan bahwa menurunnya kinerja keuangan PT Timah Tbk diakibatkan maraknya praktik pertambangan ilegal dan penyelundupan.
Seharusnya, kata Sjafrie, perusahaan negara tersebut mampu mencatatkan pendapatan hingga puluhan triliun rupiah setiap tahunnya. Namun, yang terjadi justru menunjukkan angka yang sangat kecil karena mayoritas kekayaan alam tersebut dicuri dan dilarikan ke luar negeri tanpa memberikan kontribusi bagi negara.
"Sampai mestinya PT Timah di sampai dengan akhir Desember ini setiap tahun dia mesti mempunyai revenue kurang lebih Rp 20-25 triliun. Tapi apa yang terjadi? Mereka hanya dapat Rp 1,3 triliun per tahun. Bayangkan," kata Sjafrie dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, dikutip Kamis (11/12/2025).
Anjloknya potensi pendapatan negara itu terjadi karena hilangnya kendali pemerintah atas sumber daya timah sejak era reformasi tahun 1998 hingga saat ini. Dia menyebutkan, PT Timah kini hanya mengelola sekitar 20% dari total potensi timah nasional, sementara 80% sisanya diselundupkan ke luar negeri tanpa membayar pajak atau kewajiban apapun.
"Di tahun 98 sampai dengan tahun 2025 bulan September semua penghasilan timah kita itu tinggal 20% yang ada di Republik yang bisa dikelola oleh BUMN PT Timah. 80% dibawa keluar tanpa membayar pajak, tanpa membayar apapun kewajiban orang untuk membayar. Ini ironi," ujarnya.
Sjafrie menyayangkan kondisi tersebut karena menurutnya PT Timah memiliki potensi untuk menjadi raksasa energi yang setara dengan Pertamina jika dikelola dengan benar.
Dia mengenang masa kejayaan pengelolaan timah pada periode 1977 hingga 1998, di mana negara berhasil memberantas penyelundupan dan mengoptimalkan pendapatan dari sektor tersebut.
"PT Timah yang seharusnya dia itu bisa menjadi pembanding Pertamina itu melorot jauh ke bawah. Padahal kita pernah 21 tahun mengangkat sumber daya alam yang dikelola oleh PT Timah hampir serupa kita punya pengelolaan minyak dan gas yang dikelola oleh Pertamina," pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) membeberkan bahwa aktivitas penyelundupan timah di Indonesia marak terjadi. Salah satu contohnya adalah penyelundupan timah RI ke Malaysia senilai Rp 45-47 triliun.
Ketua Umum AETI Harwendro Adityo Dewanto mengatakan timah yang diselundupkan dari Indonesia ke Malaysia diperkirakan mencapai 12.000 ton per tahun. Informasi tersebut diperoleh langsung olehnya dari mitra industri di Malaysia.
Dalam berbagai forum internasional, Malaysia menyebutkan bahwa mereka menerima pasokan timah dari Indonesia sebesar 1.000 ton per bulan.
"Dari Malaysia sendiri mengakui kepada kita bahwa dia mendapat supply timah, ore timah itu dari Indonesia itu sebanyak seribu ton per bulan. Kalau di equivalent ya mungkin sekitar 12 ribu ton per tahun. Itu ya kalau dihitung-hitung dengan menjadi ingot itu ya kurang lebih sekitar Rp 45-47 triliun dengan harga timah saat ini," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Jumat (3/10/2025).
Bukan hanya menyebabkan kerugian penerimaan negara, aktivitas ilegal sektor timah tersebut juga dinilai berdampak langsung pada industri timah dalam negeri. Banyak eksportir resmi yang merasa dirugikan karena harus bersaing secara tidak adil dengan produk yang keluar melalui jalur ilegal.
Menurut catatannya, sejak awal tahun 2025, intensitas penyelundupan terpantau semakin meningkat. Aktivitas ilegal tersebut dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan tersembunyi. Bahkan para pelaku usaha legal tidak menyadari keberadaan jaringan penyelundupan yang ternyata sudah berjalan begitu senyap dan masif.
"Mereka melakukannya secara sistematis, secara terstruktur, dan secara diam-diam, jadi kita semua tidak tahu praktik itu terjadi," imbuhnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
1

















































