Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandan mengungkapkan transaksi atau perputaran uang dari judi online alias judol telah merosot jelang akhir tahun ini dibanding keseluruhan 2024.
Per Oktober 2025, ia mengatakan perputaran uang dari judol telah sebesar Rp 155 triliun, atau turun sekitar 56,82% dibanding keseluruhan tahun pada 2024 yang transaksinya tembus Rp 359 triliun.
"Tinggal 2 bulan lagi sampai Desember itu kita bisa tekan di bawah Rp 359 triliun, di bawah tahun lalu," kata Ivan dalam acara Penguatan Komite TPPU dalam Upaya Disrupsi Kejahatan Judi Online dan Pencucian Uang di Indonesia, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Selain perputaran uang judol yang merosot, Ivan juga mengungkapkan nilai deposit yang dilakukan para pemain judol juga telah turun drastis, dari Rp 51 triliun sepanjang 2024 menjadi Rp 24 triliun selama 10 bulan tahun ini.
"Depositonya 2024 itu Rp 51 triliun, sekarang baru Rp 24 triliun, artinya sudah berkurang 50% dibanding tahun lalu," ungkap Ivan.
Ivan mengatakan, turunnya angka transaksi judol pada tahun ini tak terlepas dari kebijakan extra effort atau upaya lebih seluruh otoritas, baik PPATK sendiri hingga aparat penegak hukum lainnya dalam memerangi judol. Salah satunya dengan kebijakan pemblokiran rekening dormant sejak Mei 2025 sampai dengan Agustus 2025.
Tanpa adanya pemblokiran dan pemetaan rekening dormant yang biasanya diperjualbelikan secara mudah di media sosial untuk TPPU dan sebagai rekening penampung transaksi judol, ia menyebut perputaran transaksi judol pada tahun ini bisa mencapai Rp 1.100 triliun.
"Kalau kita kerja secara silo, sendiri-sendiri, ego sentris segala macam, PPATK memprediksi akan ada tekanan dari Rp 359 triliun pada 2024 menjadi Rp 1.100 triliun pada 2025. Akan melonjak ke sana," tegasnya.
Meski begitu, Ivan menekankan, dalam melihat permasalahan judol ini, PPATK tidak hanya melihat dari angka transaksi dan depositnya semata. Melainkan, juga terkait dampak sosialnya, yang kajiannya secara menyeluruh akan diterbitkan dalam waktu dekat oleh PPATK.
"Kalau kami di PPATK tidak menjalani takdir ini tidak hanya dalam melihat angkanya saja, ini dampak sosialnya, berapa bunuh diri yang terjadi di belakang sana, berapa anak yang dijual sama bapak-ibunya, berapa keluarga yang hancur, berapa perceraian yang terjadi, berapa usaha yang kemudian dijual, berapa kebangkrutan segala macam di balik ini ada hal itu semua," tutur Ivan.
(arj/haa)
                    
                                                
    [Gambas:Video CNBC]
    
                                        
                    
	
		
			Next Article		
		
			
				Miris! PPATK Temukan 571 Ribu Penerima Bansos Main Judol			
			
		
	
                

                        4 hours ago
                                3
                    
















































