Potensi Resesi Amerika di Depan Mata, Semua Panik !

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi di Amerika Serikat (AS) semakin jelas terlihat dengan berbagai indikator yang makin nyata.

Resesi umumnya didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang luas dan berkelanjutan. Definisi populer menyatakan bahwa resesi terjadi jika ada dua kuartal berturut-turut dengan pertumbuhan ekonomi negatif, meskipun dalam kenyataannya, indikatornya lebih kompleks.

Di AS, resesi ditentukan oleh National Bureau of Economic Research (NBER), sebuah lembaga riset non-partisan yang menganalisis siklus bisnis. Untuk memastikan apakah ekonomi telah memasuki resesi, NBER mengevaluasi enam indikator utama, yaitu:

  1. Pendapatan riil per kapita
  2. Jumlah pekerjaan di luar sektor pertanian (non-farm payroll employment)
  3. Tingkat pekerjaan berdasarkan survei rumah tangga
  4. Konsumsi pribadi
  5. Penjualan di sektor manufaktur dan perdagangan
  6. Produksi industri

Kesimpulannya, resesi bukan hanya sekadar kontraksi ekonomi dalam jangka pendek atau terbatas pada satu sektor saja, tetapi harus memiliki dampak yang signifikan, berkelanjutan, dan meluas di seluruh perekonomian.

Ekonomi AS di Ujung Resesi

Dilansir dari CBS News, saat ini data ekonomi menunjukkan bahwa resesi masih belum mungkin terjadi dalam waktu dekat. Meskipun pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di beberapa sektor, pasar tenaga kerja AS tetap menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang cukup baik. Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, kondisi tersebut belum menunjukkan tanda-tanda kontraksi drastis.

Menurut Julia Pollack, kepala ekonom di ZipRecruiter, empat dari enam indikator yang dilacak oleh NBER masih menunjukkan ekspansi ekonomi.

Namun, beberapa tanda pelemahan mulai terlihat, yang dapat memicu penurunan tajam di masa depan:

  • Belanja ritel melemah, padahal konsumsi rumah tangga adalah tulang punggung ekonomi AS.
  • Indikator kepercayaan konsumen menurun tajam, menunjukkan kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
  • Ketidakpastian kebijakan perdagangan, terutama terkait tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump, telah mengguncang pasar saham, yang dapat memperburuk pelemahan ekonomi.

Menurut Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics, kondisi saat ini memang membuat ekonomi terasa seperti berada dalam resesi, tetapi belum mencapai titik tersebut. Namun, faktor ketidakpastian dalam perdagangan, kebijakan fiskal, dan imigrasi memiliki efek yang menekan perekonomian.

Sementara itu, Howard Lutnick, Kepala Departemen Perdagangan AS, membela kebijakan ekonomi Trump, dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Ia juga menyalahkan kebijakan sebelumnya di bawah pemerintahan Biden sebagai penyebab potensi perlambatan ekonomi.

Potensi Resesi AS Meningkat

Analis JPMorgan Chase telah menaikkan perkiraan mereka untuk resesi yang terjadi di AS pada 2025 dari 30% di awal tahun menjadi 40%. Kenaikan perkiraan ini dipicu oleh kebijakan ketat Presiden Donald Trump.

Kepala ekonom J.P. Morgan, Bruce Kasman, mengatakan ia melihat kemungkinan resesi di AS tahun ini sebesar 40%, yang akan meningkat menjadi 50% jika Trump benar-benar menerapkan tarif timbal balik mulai April. Ia juga memperingatkan potensi kerusakan jangka panjang bagi AS sebagai tujuan investasi jika pemerintahan ini merusak kepercayaan terhadap tata kelola.

Selain JPMorgan, Goldman Sachs juga menaikkan kemungkinan resesi 12 bulan dari 15% menjadi 20%.

Perusahaan itu memperingatkan bahwa angka ini dapat ditingkatkan lebih lanjut jika pemerintahan yang berkuasa tetap "berkomitmen pada kebijakannya".  AS akan menghadapi data yang jauh lebih buruk".

Sebelumnya, Trump mengatakan kepada Fox News bahwa ekonomi AS sedang mengalami "periode transisi". Ia menolak untuk mengabaikan kemungkinan resesi.

"Ada periode transisi, karena apa yang kami lakukan sangat besar," kata Trump.

"Kami membawa kekayaan kembali ke Amerika. Itu hal yang besar. Dan selalu ada periode-itu butuh sedikit waktu. Itu butuh sedikit waktu."

Di lain sisi, sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan 91% ekonom melihat risiko resesi yang lebih tinggi akibat kebijakan perdagangan Trump yang tidak menentu. HSBC juga menurunkan peringkat saham AS, dengan alasan ketidakpastian seputar tarif perdagangan.

Proyeksi dari lembaga internasional lainnya juga menunjukkan potensi resesi AS yang semakin besar.

Fidelity International menyoroti bahwa ketidakpastian kebijakan ekonomi AS yang meningkat tajam meningkatkan risiko resesi.

Pendekatan yang berubah-ubah terhadap kebijakan tarif telah mulai berdampak negatif pada sentimen perusahaan dan konsumen. Mengingat ketidakpastian yang terus berlanjut dan tidak adanya tanda-tanda pembalikan fundamental terhadap gagasan bahwa manufaktur harus dibawa kembali ke AS, risiko perlambatan ekonomi semakin besar.

Sebagai hasilnya, Stagflasi (inflasi lebih tinggi dari target dengan pertumbuhan di bawah tren) kini menjadi skenario dasar untuk tahun 2025 (50%), setelah sebelumnya diidentifikasi sebagai risiko signifikan pada awal Februari.

Selain itu, peningkatan lebih lanjut dalam ketidakpastian kebijakan ekonomi AS dan ancaman tarif berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Jika tarif benar-benar diterapkan, maka akan memperburuk inflasi dalam sistem ekonomi.

Dengan demikian, kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang parah telah meningkat tajam hingga 40% dari yang sebelumnya 10%.

Fidelity International, March 2025.Foto: Scenarios for the US in 2025
Sumber: Fidelity International, March 2025

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |