Pejabat Ini Bangun Pasar Senen-Tanah Abang, Tajir dari Uang Sewa Lapak

2 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Rutinitas masyarakat menjelang Ramadan, selain beribadah, adalah berbelanja. Biasanya, masyarakat Jakarta dan sekitarnya memadati Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen untuk belanja beragam barang. Mulai dari produk tekstil hingga makanan khas bulan suci seperti kurma.

Eksistensinya kedua pasar tersebut, khususnya Tanah Abang yang dijuluki sentra grosir terbesar di Asia Tenggara hari ini tak terlepas dari 'tangan dingin' pejabat pendiri dan penguasanya. Tanpa orang ini, takkan ada Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen di pusat Kota Jakarta.

Siapa dia?

Orang tersebut adalah Justinus Vinck yang merupakan pejabat Dewan Hindia di era VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur. Selama menjadi pejabat, Vinck dikenal juga sebagai juragan tanah di kawasan Weltevreden (Kini kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat). Dia memperoleh tanah dari hasil pekerjaan dan warisan. 

Pada 1735, Vinck merasa butuh uang lebih dan berkeinginan menjadikan tanah yang dimiliki lebih produktif. Insting bisnisnya pun mengarahkan kepada pendirian pasar sebagai tempat jual beli masyarakat. Dia lantas memilih tanah di Barat dan Timur Weltevreden sebagai lokasi pendirian pasar usai diberi izin Gubernur Jenderal.

Pada awal pendirian, pasar tersebut dikenal dengan nama Vinckpasser atau Pasar Vinck, merujuk pada nama Justinus Vinck. Namun, perlahan terjadi perubahan nama. Pasar di Timur dikenal masyarakat sebagai Pasar Senen. 

"Karena hari pasarannya mula-mula hanya hari Senin, masyarakat pun menyebutnya Pasar Senen," ungkap Sejarawan Purnawan Basundoro dalam Pengantar Kajian Sejarah Ekonomi Perkotaan Indonesia (2023). 

Sementara pasar yang di Barat dinamakan Pasar Tanah Abang. Sebab, dalam bahasa Jawa, Tanah Abang berarti Tanah Merah yang merujuk pada warna tanah di kawasan tersebut.

Pada awal berdiri, tulis Abdul Chaer dalam bukunya berjudul Tenabang Tempo Doeloe (2017), Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen sangat sederhana. Lapak pedagang hanya berdinding anyaman bambu. Namun, kesederhanaan tak mengurangi keramaian pengunjung. Apalagi, Vinck memfungsikan kedua pasar itu berbeda objek dagangan.

Pasar Senen khusus menjual kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan sayuran. Lalu, Pasar Tanah Abang menjual tekstil dan kelontong. Dari sinilah, Justinus Vinck mulai memupuk kekayaan.

Dia memungut cukai dan uang sewa dari lapak-lapak para pedagang yang mayoritas dari kelompok Tionghoa. Biasanya, Vinck menyuruh orang Tionghoa untuk memungut uang dari para pedagang.

Dia juga memberi kebebasan kepada pesuruh untuk menarik uang melebihi ketentuan yang ditetapkan Vinck. Jadi, pesuruh bisa menarik uang lebih besar, asalkan saat penyetoran sesuai permintaan sang penguasa pasar. 

Keramaian pasar jelas membuat Vinck kaya raya. Apalagi usai Vinck mendirikan jalan penghubung Tanah Abang dan Senen, yang kini dinamai Jl. Kramat Kwitang dan Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Hanya saja, kepemilikan Vinck atas kedua pasar tersebut tak seumur hidup. Pada 1749, dia menjual kawasan Weltevreden, termasuk di dalamnya dua pasar, kepada Jacob Messel. Sejak saat itu, kedua pasar yang dibangun Vinck berkembang dari masa-masa ke masa dan menjadi daerah niaga penting di Jakarta. Khusus Tanah Abang, pasar tersebut kemudian dipersolek pemerintah kolonial sebab menjadi sentra tekstil penting dengan perputaran uang sangat besar. 

Pasar Tanah Abang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)Foto: Pasar Tanah Abang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Pasar Tanah Abang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Cekik Rakyat Lewat Pajak, Pejabat VOC Kena 'Azab' Tak Terduga

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |