Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan melakukan sidak hasil pengawasan terhadap barang dan jasa yang tidak memenuhi standar di Gedung Kementerian Perdagangan, Kamis (17/4/2025). Adapun pengawasan ini dilakukan pada periode Januari hingga Maret 2025 oleh tim Kemendag beserta jajaran kementerian dan lembaga lain.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan barang-barang tersebut dalam pengawasan karena tidak memenuhi beberapa standar seperti tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), tidak memiliki kartu garansi, tidak menggunakan label berbahasa Indonesia, dan lain-lainnya.
"Pengawasan dilakukan terhadap barang yang diduga tidak memenuhi ketentuan dengan pelanggaran antara lain, tidak sesuai dengan SNI, tidak menggunakan label berbahasa Indonesia, tidak memiliki buku manual atau kartu garansi, dan tidak memiliki nomor registrasi Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan atau KTKL," ungkap Budi Santoso dalam konferensi persnya terkait pengawasan barang dan jasa, Kamis (17/4/2025).
Budi menegaskan bahwa barang-barang tersebut masih dalam tahap pengawasan, belum dilakukan penyitaan. Menurut Budi, total nilai ekonomis dari barang-barang tersebut mencapai Rp 15 miliar.
"Barang-barang yang tidak sesuai ketentuan tersebut telah diamankan dengan status barang dalam pengawasan. Perkiraan nilai ekonomis barang secara keseluruhan sebesar Rp 15 miliar," ujar Budi.
Dari pengawasan tersebut, tersedia beberapa barang impor yang diproduksi oleh sepuluh perusahaan dan barang lokal juga diproduksi oleh sepuluh perusahaan. Mayoritas barang impor berasal dari China. Untuk kategori barang yang tengah dalam pengawasan yakni elektronik, mainan anak, tekstil, dan produk logam.
Foto: Kementerian Perdagangan Melakukan Sidak Terhadap Produk Barang dan Jasa yang Dalam Pengawasan Karena Tidak Memenuhi Beberapa Standar. (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
Kementerian Perdagangan Melakukan Sidak Terhadap Produk Barang dan Jasa yang Dalam Pengawasan Karena Tidak Memenuhi Beberapa Standar. (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
Rinciannya adalah produk elektronik sejumlah 297.781 buah yang berupa 1 rice cooker sejumlah 3.506 buah, audio video yaitu speaker aktif dan televisi sejumlah 4.518 buah, kipas angin sejumlah 60.366 buah, piting lampu sejumlah 210.040 buah, luminer sejumlah 480 buah, ketel listrik sejumlah 1.140 buah, air fryer sejumlah 1.894 buah, kabel listrik sejumlah 87 roll, baterai primer sejumlah 15.250 buah, gerindera listrik sejumlah 500 buah, kemudian mainan anak sejumlah 297.522 buah, alas kaki sejumlah 1.277 buah, seprai sejumlah 100 buah, pelek kendaraan bermotor sejumlah 905 buah.
"Ini yang impor kebanyakan dari China Jadi tidak sesuai ketentuan yang pertama Tadi misalnya pellet, kemudian rice cooker, barang-barang elektronik Itu kan berbahaya ya," sebutnya.
"Untuk produk impor terdapat 10 perusahaan dengan 5 kategori produk impor, yaitu elektronika, mainan anak, TPT dan produk logam. Sedangkan untuk produk lokal kami temukan 10 perusahaan yang melanggar pada 2 kategori produk, yaitu elektronika dan alas kaki," ungkapnya.
Budi pun meminta agar pelaku usaha atau perusahaan terkait untuk menarik barang-barang tersebut dari peredaran dan memenuhi administrasi perizinan standar seperti KTKL, SNI, dan menyediakan kartu garansi.
"Kami juga meminta pelaku usaha untuk segera menarik barang dari peredaran dan pemenuhan administrasi perizinan yang diperlukan seperti KTKL, label SNI, dan manual kartu garansi," pungkasnya.
(chd/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menteri Ara Tegaskan Beli Rumah Subsidi Maksimal Gaji Rp14 Juta
Next Article Mendag Kejar Target Beresin Perjanjian Dagang di 2025, Ini Daftarnya