Menanam untuk Negeri: Pelajaran dari Jorong Sianggai-Anggai Solok

1 week ago 11

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Nun jauh di pedalaman Sumatra Barat, tepatnya di Nagari Sarik Alahan Tigo, ada satu jorong, setingkat dengan dusun, namanya Jorong Sianggai-Anggai, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok. Jorong ini tidak hanya menawarkan keindahan alamiah melainkan juga kehidupan yang harmonis dengan alam dan sesama penghuni.

Untuk mencapai jorong ini, butuh waktu kurang lebih lima jam dari Kota Padang, ibu kota Sumbar. Menuju jorong tersebut, jalan berkelok melingkari bebukitan. Harus ekstra hati-hati, terutama saat berpapasan dengan kendaraan lain karena di sebelahnya ada jurang. Walaupun demikian, sepanjang perjalanan akan disuguhi pemandangan yang indah.

Persawahan, menyatu dengan hutan, serta ada liukan sungai yang membelah. Tidak jarang ada juga burung-burung yang turut meramaikan suasana.

Suhu di Sianggai-Anggai sendiri, bagi yang terbiasa hidup di kota, tergolong dingin. Bisa sampai 15° pada malam hari. Suhu makin dingin di saat musim kemarau, saat udara gunung dibawa oleh angin.

Selain tradisi Bakaua, yakni menyembelih kerbau untuk kesuburan, walau daging kerbau dimasak dan dimakan bersama-sama, hal yang menarik lainnya di Jorong Sianggai-Anggai adalah konsep mengenai tanaman buah.

Biasanya orang menanam buah, di kebun, di halaman rumah, maupun di tempat lainnya adalah untuk kepentingan sendiri. Menanam buah dalam jangka waktu tertentu akan panen dan mendatangkan keuntungan.

Penanam adalah pemilik buah, siapapun yang mengambil harus izin terlebih dahulu, jika tidak izin maka dianggap mencuri. Tak jarang, kebun buah dipagar supaya tidak saja binatang melainkan orang juga tidak bisa masuk.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi masyarakat Jorong Sianggai-Anggai, saat menanam buah, apapun jenisnya diniatkan untuk nagari. Seorang warga, saat menanam pohon buah-buahan, walaupun laku di pasaran tetapi niat awal adalah untuk kemaslahatan Nagari. Dengan niatan tersebut maka siapapun dari warga jorong boleh mengambil, tentu dalam batas kewajaran, yakni untuk konsumsi sendiri.

Misalnya seorang warga sedang berjalan di kebun selepas dari hutan atau sawah, di kebun orang dilihat ada buah manggis yang masak, maka ia boleh mengambil buah tersebut untuk dimakan, tanpa harus minta izin.

"Orang mengambil buah paling seberapa sih? Tidak akan habis juga dan tidak mungkin untuk menjualnya," demikian kata Tenggo, pemuda Jorong Sianggai-Anggai di sela-sela obrolan dengan penulis.

Kebiasaan warga Sianggai-Anggai yang masih mempraktekkan cara lama tersebut sejatinya adalah tradisi khas dari masyarakat tropis. Bagi orang tropis, yang tidak mengenal iklim ekstrem, semua orang memiliki hak yang sama untuk mengambil buah-buahan milik orang lain, asal untuk konsumsi sendiri. Di iklim tropis, di mana cuaca bukanlah ancaman rutin, tidak ada penguasaan individu terhadap sumberdaya, yang ada adalah hak milik komunal.

Konsep tersebut bisa diterapkan untuk menguatkan kesadaran untuk membangun negeri. dengan kesadaran berbuat untuk negeri, maka kesejahteraan akan mudah dicapai.

Selain itu, hal tersebut juga bisa menjadi konsep ketahanan pangan. Dengan konsep tersebut, tidak ada seorang pun yang tidak bisa makan karena tidak adanya akses pada sumber daya. Dengan kesadaran tersebut, orang paling miskin pun bisa bertahan hidup sampai ia mendapatkan pendapatan untuk makan.

Orang-orang yang hidup di iklim tropis tidak pernah diajarkan untuk menyimpan makanan dalam rangka menghadapi musim ekstrem, saat di mana orang tidak bisa keluar rumah untuk mencari makan. Di iklim tropis, buah-buahan aneka ragam tersedia sepanjang tahun.

Biasanya, anak-anak kecil seringkali iseng mengambil buat milik tetangga. Sekadar untuk menghilangkan rasa ingin menikmati dan juga memenuhi lapar. Tak jarang, pemilik buah akan mengejar anak-anak yang mencuri buah.

Perilaku tersebut, walaupun salah, tetapi jika dilihat dari perspektif lain akan tampak sebagai mekanisme sosial untuk bertahan hidup melalui ketahanan pangan. Akses terhadap sumberdaya alam yang bebas adalah kuncinya.

Untuk mempererat hubungan antarpenduduk dan supaya mengambil buah orang lain adalah perbuatan legal, maka praktek yang diterapkan oleh masyarakat Sianggai-Anggai perlu ditiru.

Menanam pohon untuk nagari, tanpa ada keinginan mendapatkan keuntungan dari pohon yang ditanam. Siapapun boleh mengambil buah tersebut, tanpa harus izin pada penanam.


(miq/miq)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |