Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti mengungkap kunci keselamatan makhluk hidup di Bumi meskipun "kiamat" perubahan iklim terjadi berulang kali selama 250 juta tahun terakhir. Ternyata, terumbu karang punya peran penting dalam mengatur iklim dan kehidupan di planet tempat hidup manusia.
Peran terumbu karang sebagai pengontrol iklim di Bumi dipaparkan oleh Tristan Salles dari University of Sydney dan Laurent Husson dari CNRS dalam artikel di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Terumbu karang ternyata memiliki peran geologi, biologi, dan kimia dalam siklus iklim Bumi. Selama ratusan juta tahun, terumbu karang juga menentukan "pemulihan" iklim Bumi dari "kiamat" lonjakan karbon dioksida di udara.
Salles dan Husson menjelaskan bahwa iklim di Bumi sepanjang sejarah bergeser antara panas dan dingin. Perubahan ini mencerminkan kandungan karbon dioksida di atmosfer. Ketika kandungan karbon dioksida lebih tinggi, suhu Bumi akan makin panas.
Karbon dioksida yang ada di atmosfer bertambah dan berkurang seiring dengan reaksi kimia di daratan serta timbunan karbon di laut. Tingkat keasaman samudra menentukan keseimbangan ini, karena menentukan kemampuan air laut dalam menetralkan asam dan menyerap karbon dioksida.
Tim peneliti kemudian mencari tahu peran terumbu karang dalam proses tersebut menggunakan rekonstruksi iklim, sistem sungai, dan geografi purba sejak 250-200 juta tahun lalu, menggunakan model komputer.
Hasilnya menunjukkan bahwa terumbu karang mempengaruhi kecepatan Bumi untuk pulih dari fenomena lonjakan karbon dioksida.
Menurut Salles dan Husson, kondisi terumbu karang menentukan dua "setelan" Bumi.
Setelan pertama, terjadi saat landas tropis (tropical shelves) bentuknya lebar dengan terumbu karang sehat. Landas tropis adalah bagian dari benua dangkal dan terendam air di wilayah tropis. Pada kondisi ini, kalsium karbonat pembentuk terumbu karang tertimbun di laut dangkal. Kalsium membuat air lebih basa, sehingga laut menjadi lebih asam.
Air laut yang lebih asam sulit untuk menyerap karbon dioksida. Hasilnya, level karbon dioksida yang melonjak, misalnya akibat letusan gunung berapi, bisa bertahan ratusan hingga ribuan tahun hingga kembali normal.
Setelan kedua terjadi ketika terjadi perubahan iklim, penurunan permukaan air, atau peristiwa tektonik yang membuat terumbu karang menyusut. Pada kondisi ini, kalsium tertimbun di laut paling dalam sehingga air laut lebih basa. Artinya, laut bisa menyerap karbon dioksida lebih cepat.
Kedua "setelan" Bumi ini terjadi silih berganti selama lebih dari 250 juta tahun dan membentuk ritme perubahan iklim serta evolusi makhluk hidup di laut.
Dampak terumbu karang terhadap makhluk hidup di laut terjadi karena pergeseran ion kalsium dan karbon dari laut dangkal ke laut dalam.
Catatan fosil menunjukkan bahwa plankton jenis baru lebih banyak ditemukan pada periode penyusutan terumbu karang. Alasannya, ketika terumbu karang menyusut, nutrisi yang ada di laut lepas jauh lebih besar.
Di era modern, jumlah karbon dioksida di atmosfer membubung ke level yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pada saat bersamaan, terumbu karang terus berkurang karena pemanasan global, laut yang makin asam, serta polusi.
Pada kondisi saat ini, kalsium dan karbon lebih mudah tersebar ke laut lepas. Teorinya, tingkat pemulihan Bumi dari penumpukan karbon dioksida bisa lebih cepat.
Namun, Salles dan Husson menegaskan bahwa pemulihan ini baru akan terjadi setelah kiamat ekologi. Artinya, Bumi pasti selamat dan pulih dari bencana karbon dioksida. Di sisi lain, manusia sulit bisa bertahan selama ratusan atau ratusan ribu tahun hingga proses "bersih-bersih" tersebut selesai.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
2

















































