Kronologi Warga Tetangga RI Minta Presiden-Wapres Mundur karena Banjir

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Puluhan ribu warga tetangga RI, Filipina, membanjiri ibu kota Manila, Minggu. Mereka menuntut pengunduran diri Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan Wakil Presiden Sara Duterte, menyusul skandal korupsi besar yang dikenal sebagai "Skandal Triliun Peso", terkait penanganan banjir.

Unjuk rasa tersebut, yang bertepatan dengan Hari Bonifacio (Hari Bapak Revolusi Filipina), memprotes secara langsung dugaan penyelewengan dana untuk proyek infrastruktur. Unjuk rasa massal yang diorganisir oleh Kilusang Bayan Kontra-Kurakot (KBKK) ini dimulai dari Luneta National Park dan bergerak menuju istana kepresidenan Malacanang.


Dalam pantauan Al Jazeera, para pengunjuk rasa membawa patung besar Marcos dan Sara Duterte yang digambarkan sebagai buaya korup (corrupt-codile). Ini simbol yang menggambarkan kekayaan haram mereka.

Kepolisian mengerahkan lebih dari 12.000 petugas dan membarikade semua jalan menuju istana dengan kawat berduri dan kontainer. Namun, hal ini tidak menghentikan massa. Para pengunjuk rasa merobek patung buaya korup di depan barikade, meneriakkan slogan "Jail all the corrupt!" dan menuntut kedua pemimpin tertinggi mundur.

Sementara KBKK menuntut keduanya mundur, kelompok oposisi utama yang didukung Gereja Katolik Roma menyelenggarakan Trillion Peso March terpisah hanya menuntut Sara Duterte mundur. Oposisi mengaku menunggu bukti konkret terhadap Marcos

Lalu, bagaimana kronologi dan penyebabnya?


Skandal yang menjadi pemicu demonstrasi ini berpusat pada proyek pengendalian banjir senilai lebih dari 545 miliar peso(Rp150,59 triliun) yang kini diselidiki. Kerugian yang hilang akibat korupsi diperkirakan mencapai 118,5 miliar peso (Rp33,47 triliun) sejak tahun 2023.

Mantan anggota parlemen, Zaldy Co yang kini buron, melontarkan tuduhan paling eksplosif dengan klaim bahwa Presiden Marcos mengarahkan penambahan 100 miliar peso (Rp28,45 triliun) ke dalam anggaran untuk proyek fiktif (ghost projects) tahun 2025. Co juga mengklaim bahwa Marcos menerima suap hingga 50 miliar peso (Rp14,26 triliun) dan secara pribadi menyerahkan koper berisi 1 miliar peso (Rp284,46 miliar) tunai ke kediaman Marcos pada tahun 2024.

Presiden Marcos membantah keras semua tuduhan tersebut. Ia menuntut agar Co kembali ke Filipina untuk membuktikan klaimnya.

Namun, Raymond Palatino dari aliansi Bayan mengatakan presiden memikul tanggung jawab tak terbantahkan. Ia menuduh Marcos memang terlibat aksi korup itu.

"Dia pura-pura terkejut atas meluasnya korupsi, padahal dia yang menyusun, menandatangani, dan mengimplementasikan anggaran, sebuah anggaran yang dipenuhi proyek pork barrel dan sisipan anomali," tuturnya.

Sementara itu, kemarahan publik makin memuncak saat sejumlah topan dan badai melanda Negeri Tagalog. Skandal ini diduga menjadi alasan mengapa proyek pengendalian bencana tidak berjalan semestinya, yang akhirnya menimbulkan kerusakan yang besar.

Profesor Sol Iglesias dari University of the Philippines mengatakan bahwa administrasi Marcos telah kehilangan kredibilitasnya. Ia menambahkan saat ini masih sulit baginya mengembalikan citra publik.

"Akan sulit dipercaya bahwa tangan presiden bersih, meskipun kami belum melihat bukti yang setara dengan pistol berasap," ujarnya.

(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |