Kritik Pedas Bos Buruh, Teriak Desak Pemerintah Bantu Pengusaha

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 4,87% di kuartal I 2025 ini menunjukkan situasinya tidak ideal, investasi asing yang diharapkan masuk ke dalam negeri pun tidak selalu mulus. Karenanya bos buruh 'membela' pengusaha dengan meminta pemerintah untuk mempermudah investasi.

"Di dunia industri Indonesia, ada daftar urutan hambatan investasi. Hambatan nomor satu itu masalah regulasi, mulai dari perizinan, perpajakan, pengadaan tanah, macam-macam," papar Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI)  Jumhur Hidayat di Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Pemerintah perlu memangkas perizinan sehingga semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh industri yang otomatis mengurangi jumlah pengangguran. Pasalnya, setiap izin yang diberikan justru kerap menjadi 'permainan' dari oknum pemerintahan.

"Izin-izin itu kan duit semua. Nah pemerintah itu tahu dan bisa, kalau semua itu di drop maka perusahaan-perusahaan bisa tumbuh dan memberikan kesejahteraan yang layak bagi buruh. Itu tugasnya pemerintah," jelasnya.

Hasil riset Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang rilis pertengahan 2024 lalu, menyebutkan cost of doing business atau biaya yang dikeluarkan untuk berbisnis pengusaha di Indonesia paling tinggi dibandingkan empat negara tetangga lainnya yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Menjadikan Indonesia negara yang tidak kompetitif dari kaca mata pelaku industri.

Biaya tinggi yang dikeluarkan pengusaha diantaranya untuk membayar logistik, serta bunga pinjaman bank. Biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13% serta tertinggal jauh dari Singapura yang hanya 8%. Kemudian suku bunga kredit di Indonesia berkisar antara 8-14%, lebih tinggi dari empat negara lainnya yang hanya 4-6%.

"Jangan semua itu dibebankan ke pengusaha. Pemerintah harusnya bantu pengusaha di situ. Biaya logistik turunin dong, bayar bunga bank jangan ketinggian dong. Kasihan loh pengusaha. Dia pinjam duit untuk modal harus bayar bunga 14-15%, kan gila," keluh Jumhur.

Bunga tinggi yang diminta perbankan sebagai syarat pemberian kredit adalah salah satu contoh hal tidak produktif yang merugikan Indonesia. Pemerintah sebagai otoritas perlu membuat regulasi yang pro terhadap masuknya investasi.

"Negara tetangga bisa cuma 6-7%, lalu kenapa bunga bank di Indonesia harus sampai 13-15% untuk UMKM dan lain-lain. Jadi keuntungan sebagian besar diambil untuk hal-hal yang nggak produktif. Tapi kalau itu dikembalikan ke perusahaan, dikembalikan ke buruh, itu menjadi daya beli dan jadi penghidupan lagi bagi yang lain," katanya.

Rendahnya daya beli masyarakat Indonesia saat ini adalah imbas dari kebijakan-kebijakan pemerintahan sebelumnya yang harus diurai satu per satu.

"Carry over yang paling parah dan mengerikan dari kebijakan masa lalu adalah daya beli masyarakat yang terpukul habis. Bayangkan di 2014 itu saldo harian rata-rata rakyat di perbankan masih Rp 3,8 juta. Sekarang tinggal Rp 1,3 juta, artinya daya beli anjlok. Kalau orang nggak punya duit, industri juga pasti terpukul," kata Jumhur.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Peringati Mayday, Prabowo Akan Temui Ratusan Ribu Buruh

Next Article Video: Baru Awal Tahun, 4.050 Buruh Terancam PHK

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |