Kota Paling Modern di Tiongkok, Shanghai Pamerkan Perencanaan Kota Masa Depan

1 month ago 16

Terlihat banyak pelajar Sekolah Dasar (SD) dalam satu kelompok, antre untuk masuk ke pintu utama gedung Shanghai Urban Planning Exhibition Center atau Pusat Pameran Perencanaan Kota Shanghai. Mereka didampingi guru dan pemandu museum, antusias menelusuri gedung yang memiliki enam lantai.

Sama halnya dengan Waspada bersama rombongan jurnalis dari Medan, saat berkunjung ke Pusat Pameran Perencanaan Kota Shanghai itu pada awal Agustus 2025 kemarin, berdecak kagum melihat perencanaan Kota Shanghai yang sangat modern.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Rombongan jurnalis yang berkunjung ke Tiongkok dari 25 Juli hingga 4 Agustus 2025 ini merupakan undangan dari Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Medan telah menelusuri tiga kota yakni Beijing, Xi’an dan Shanghai dengan beberapa tempat bersejarah di negeri tirai bambu tersebut.

Ditemani pemandu wisata Kota Shanghai, Richard, rombongan jurnalis dapat melihat model kota, foto-foto, dan berbagai informasi tentang sejarah, perkembangan terkini, dan visi masa depan Shanghai sebagai kota metropolitan. Pameran yang dirancang interaktif berbagai layar sentuh, video, dan materi informasi yang mudah dipahami ini, menyoroti berbagai proyek infrastruktur yang telah dan akan dibangun di Shanghai, seperti sistem transportasi, bangunan publik, dan ruang terbuka hijau.

“Shanghai kini dikenal sebagai salah satu kota paling modern dan berpengaruh di Tiongkok. Sejarah modern Shanghai dimulai pada abad ke-19, tepatnya setelah Perang Candu I tahun 1842. Hal ini menyebabkan kota terbagi ke dalam beberapa kawasan konsesi asing, masing-masing dengan sistem pemerintahan dan tata kota tersendiri,” kata Richard.

Kawasan International Settlement, yang merupakan permukiman Inggris dan permukiman Amerika, menjadi wilayah paling luas dan berpengaruh di sektor ekonomi. Pemerintahannya dikelola oleh Shanghai Municipal Council dan dikenal sebagai pusat perdagangan, perbankan, dan logistik internasional.

Sementara itu, French Concession berkembang dari 66 hektar menjadi 1.500 hektar. Kawasan ini dikenal dengan pepohonan rindang, arsitektur Eropa, dan tata kota yang teratur.

“Saat ini, kawasan French Concession menjadi salah satu zona pelestarian warisan budaya terbesar di Shanghai, yang sebagian besar gedung dan jalannya dilindungi pemerintah,” ujar Richard.

Secara administratif, Shanghai mencakup wilayah seluas 6.340 kilometer persegi, menjadikannya salah satu kota terbesar di Tiongkok.

“Posisi geografisnya yang strategis di delta Sungai Yangtze menjadikan kota ini pintu gerbang utama perdagangan internasional. Sungai Huangpu yang membelah kota menciptakan dua wilayah utama: Puxi di barat dan Pudong di timur,” katanya.

Puxi, sebagai kawasan barat, merupakan pusat sejarah kota. The Bund, ikon kota di tepi Sungai Huangpu, dihiasi deretan bangunan bergaya Gothic, Barok, dan Art Deco peninggalan masa kolonial. Wilayah ini juga menjadi pusat budaya, perbelanjaan, dan permukiman warga lokal.

Sebaliknya, Pudong mengalami perubahan drastis sejak 1990-an, ketika pemerintah pusat menetapkannya sebagai zona pengembangan ekonomi. Dalam waktu singkat, Pudong berubah dari lahan pertanian menjadi distrik keuangan futuristik. Gedung-gedung pencakar langit seperti Shanghai Tower, Shanghai World Financial Center, dan Oriental Pearl Tower menjadi simbol kemajuan arsitektur dan ekonomi kota.

“Kalau Beijing dikenal sebagai ibu kota, Shanghai dikenal sebagai kota finansial dan ekonomi,” tambah Richard.

Untuk mendukung konektivitas antara Puxi dan Pudong, pemerintah membangun berbagai infrastruktur seperti Nanpu Bridge, Yangpu Bridge, dan Lupu Bridge, serta terowongan bawah tanah seperti Yanan East Road Tunnel.

Dalam upaya mengurangi kepadatan dan mendorong pemerataan pembangunan, Shanghai juga mengembangkan sejumlah kota baru di pinggiran, seperti Jiading, Qingpu, Songjiang, Fengxian, dan Nanhui.

“Sudah banyak pembangunan di sana, dan pemerintah mendorong masyarakat untuk pindah ke kota-kota baru tersebut,” ujar Richard.

Memiliki konsep “Kota 15 Menit”, dijelaskan Richard bertujuan memastikan sebagian besar kebutuhan dan layanan harian, mulai dari tempat kerja, pusat perbelanjaan, sekolah, fasilitas kesehatan, hingga ruang rekreasi, dapat dijangkau dalam waktu singkat tanpa perlu mengandalkan kendaraan pribadi.

“Konsep ini dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada mobil, mempromosikan gaya hidup sehat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk kota,” katanya.

Ia menambahkan, pendekatan ini tidak hanya mendukung efisiensi waktu dan mobilitas ramah lingkungan, tetapi juga merefleksikan semangat kembali ke cara hidup lokal yang menekankan nilai-nilai komunitas dan interaksi sosial dalam lingkungan yang saling terhubung secara langsung.

“Prinsip ini sebenarnya berakar dari tradisi perencanaan kota pra-modern, di mana kehidupan masyarakat terpusat di kawasan yang mudah dijangkau,” tutur Richard.

Yuni Naibaho

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |