Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI: TAP MPR Masih Relevan Dijadikan Rujukan

3 hours ago 1
Nusantara

17 September 202517 September 2025

 TAP MPR Masih Relevan Dijadikan Rujukan Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema "Evaluasi Keberadaan TAP MPR 1/2023 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960 s/d 2002", di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17//92025). (waspada.id/Andy Yanto Aritonang)

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id): Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Taufik Basari, menekankan pentingnya meninjau kembali relevansi Ketetapan ( TAP) MPR Nomor 1 Tahun 2003 dalam konteks politik Indonesia saat ini. Ia mengingatkan bahwa ketetapan tersebut lahir dari semangat reformasi 1998 yang harus tetap menjadi pedoman penyelenggara negara.

“Kalau rakyat merasa amanahnya tidak dijalankan, berarti ada masalah. Masalah utama adalah soal etika berbangsa,” ujar Taufik dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema “Evaluasi Keberadaan TAP MPR 1/2023 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960 s/d 2002”, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17//92025).

Menurutnya, banyak TAP MPR yang masih relevan untuk dijadikan rujukan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), rekomendasi kebijakan antikorupsi, serta etika kehidupan berbangsa. Tiga ketetapan ini, kata dia, seharusnya menjadi refleksi bagi para pemegang kekuasaan.

Ia menjelaskan, TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 lahir dari amanat perubahan UUD 1945 periode 1999–2002. Dalam TAP itu, MPR menetapkan daftar ketetapan yang masih berlaku, dicabut, atau berlaku sementara. Taufik menilai, sebagian TAP MPR masih relevan dan tidak boleh diabaikan hanya karena muncul undang-undang baru.

“Semangat reformasi 1998 harus tetap menjadi fondasi. Kita ingin negara yang demokratis, bukan kembali ke praktik otoriter atau sentralistik,” ujar Taufik .

Sementara Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat menegaskan pentingnya menghidupkan kembali perhatian terhadap TAP MPR dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang menjadi dasar hukum keberlakuan sejumlah ketetapan MPR, harus segera ditindaklanjuti agar tidak terus terabaikan.

Martin menjelaskan, sebelum reformasi, MPR memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang memilih presiden dan wakil presiden, serta menetapkan ketetapan yang mengatur kehidupan kenegaraan. Namun, setelah reformasi, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara lain, sementara kewenangan memilih presiden beralih langsung ke rakyat.

“Dari 139 TAP MPR yang pernah dibuat sejak 1960, sebanyak 104 sudah dicabut. Sebagian lainnya masih berlaku hingga ada undang-undang yang menggantikannya. Masalahnya, banyak TAP MPR yang sampai sekarang belum ditindaklanjuti dalam bentuk undang-undang,” ujar Martin.

Ia mencontohkan, TAP MPR terkait etika kehidupan berbangsa dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seharusnya dijadikan prioritas. Menurutnya, hilangnya nilai etika politik dan maraknya kasus korupsi menegaskan urgensi implementasi TAP MPR tersebut.

Martin menambahkan, sejumlah undang-undang seperti tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang memang sudah hadir, tetapi masih parsial dan belum sepenuhnya menjawab amanat TAP MPR. Ia menegaskan, pemerintah dan DPR harus menjadikan isu TAP MPR sebagai agenda serius. (id.10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |