Kinerja Pajak RI Jeblok, Sinyal Shortfall Menguat di Awal Tahun

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Sinyal melesetnya targetnya pendapatan negara atau shortfall untuk tahun anggaran 2025 muncul sejak awal tahun. Hal ini ditenggarai akibat jebloknya kinerja penerimaan pajak hingga penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Sejumlah ekonom melihat potensi itu karena setoran pajak sudah merosot dalam dua bulan pada awal tahun ini, dengan angka yang lebih buruk dari kondisi tahun anggaran 2024. Pada 2024, penerimaan pajak shortfall untuk pertama kalinya dalam 4 tahun APBN.

"Dengan awalan kinerja yang tidak menggembirakan, terdapat risiko shortfall yang lebih dalam," kata Ekonom senior yang juga merupakan founder Bright Institute, Awalil Rizky, Senin (17/3/2025).

Total pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 hanya senilai Rp 316,9 triliun, turun 20,82% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 400,36 triliun.

Untuk komponen setoran pajak yang masuk ke kas negara hanya senilai Rp187,8 triliun, terkontraksi 30,19% dibandingkan catatan Februari 2024 sebesar Rp 269,02 triliun. PNBP pun hanya senilai Rp 76,4 triliun, turun 4,15% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 79,71 triliun. Hanya penerimaan bea dan cukai yang naik 2,13% dari Februari 2024 Rp 51,50 triliun menjadi Rp 52,6 triliun.

"Target APBN 2024 saja tidak capai, hanya sebesar 97,2% dari target atau shortfall sebesar 2,8%. Dengan kinerja hingga Februari, kemungkinan besar akan tak mencapai target. Kinerja penerimaan pajak ini juga dipengaruhi oleh batalnya kenaikan PPN secara menyeluruh, padahal telah diperhitungkan dalam target," kata Awalil.

Guru Besar bidang Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menganggap, selain karena batalnya kenaikan tarif PPN pada 2025 untuk seluruh barang dan jasa, merosotnya setoran pajak juga dipicu melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, hingga masalah sistem Coretax sejak diimplementasikan pemerintah pada 1 Januari 2025.

Permasalahan inilah yang ia anggap akan semakin memperburuk setoran pajak hingga komponen pendapatan negara lainnya sepanjang tahun ini. Ditambah sejumlah faktor yang diakui pemerintah, seperti pemburukan harga komoditas hingga masalah lebih bayar akibat kebijakan tarif efektif rata-rata atau TER.

"Penurunan ini menunjukkan masalah struktural dalam perekonomian, seperti melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, dan gangguan dalam administrasi perpajakan akibat implementasi sistem Coretax yang belum matang," kata Syafruddin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebetulnya sudah mengungkapkan, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu telah menyiapkan sejumlah strategi tambahan atau extra effort untuk mengejar perolehan penerimaan negara, termasuk pajak, meski awal tahun ini merosot.

Sri Mulyani mengatakan, extra effort ini akan ditempuh Kementerian Keuangan untuk menambal potensi penerimaan negara yang hilang akibat batalnya penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025. Sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto tarif PPN sebesar 12% hanya berlaku untuk barang mewah, sedangkan selainnya tetap sebesar 11%.

"PPN 12% tidak dilaksankan untuk semua komoditas, kita pasti pertimbangkan itu, makanya Pak Anggito sampaikan upaya ekstra untuk compensite penerimaan yang tidak kita peroleh," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN di Kementerian Keuangan, dikutip Jumat (14/3/2025).

Anggito menjelaskan, turunnya penerimaan negara itu memang sudah diantisipasi supaya bisa sesuai dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar 3.005,1 triliun, atau lebih tinggi dari APBN 2024 yang targetnya senilai Rp 2.802,29 triliun.

"Makanya kita coba melihat optimalisasi beberapa insiatif startegis bahwa tadi ada faktor penurunan penerimaan negara kita sudah antisipasi, maka kita melakukan leaders offical meeting di Kemenkeu, kita melakukan beberapa inisiatif startegis untuk mengurangi tax gap dan kita coba cari sumber-sumber yang masih bisa dioptimalkan," kata Anggito.

Menurut Anggito, optimalisasi penerimaan negara pada 2025 ini akan dijalankan melalui empat Inisiatif Strategis yang akan dilaksanakan bersama kementerian, lembaga, pemda, dan instansi lain pada periode 2025, ditambah dengan empat Aspek Kolaborasi di internal Kemenkeu, yakni dengan kolaborasi sistem, big data, regulasi, dan proses bisnis.

Untuk aspek kolaborasi internal, rincian pada aspek sistem yaitu melaksanakan Interoperabilitas Sistem/IT antar Core Revenue System dengan Core System K/L/D/I terkait; sedangkan Pemanfaatan BIG data ialah dalam optimalisasi penerimaan industri dan SDA

Terkait aspek Regulasi, dilakukan dengan cara Harmonisasi Regulasi, Kebijakan, dan Strategi Pengamanan Penerimaan; dan untuk kolaborasi Proses Bisnis, dilakukan dengan Sinkronisasi Proses Bisnis Hulu Hilir Sektor Prioritas dengan Fungsi Pengawasan Penerimaan Kemenkeu.

Adapun terkait dengan empat Inisiatif Strategis di internal Kemenkeu, detail pertama yang dilakukan dalam bentuk Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan akan melalui Analisis, Pengawasan, Pemeriksaan, Penagihan, hingga Intelijen akan menargetkan 2.000 wajib pajak baru yang selama ini tak tercover sistem perpajakan.

"Transformasi join program antara eselon 1 di Kementerian Keuangan. Ada lebih dari 2.000 WP yang kita sudah identifikasi. Dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penanganan, intelligence, sehingga mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara," tutur Anggito.

Kedua, ialah melalui penguatan Perpajakan Transaksi Digital di Dalam Negeri dan Luar Negeri.

"Termasuk trace and track. Ada juga melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan. Walaupun untuk mengurangi adanya cukai dan rokok palsu dan salah peruntukan," paparnya.

Ketiga, tentang Intensifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak SDA, khususnya untuk komoditas Batubara, Nikel, Timah, Bauksit dan Satgas Sawit. "Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering maupun harga batu bara acuan. Kemudian mudah-mudahan bisa segera diterima oleh media mengenai kebijakan tarif tersebut," paparnya.

Terakhir, atau yang keempat, ialah Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium. "Layanan untuk premium ini yang sifatnya untuk yang kelas menengah ke atas, untuk sektor imigrasi, kepolisian dan perhubungan. Kita coba mengintensifikasi untuk mendapatkan tambahan penerimaan," ungkap Anggito.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Kantongi Rp 33,39 T Pajak Kripto-Pinjol di Akhir Januari

Next Article Prabowo Mau Setoran Pajak Lebih Tinggi, Anggito Bakal Lakukan Ini!

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |