Jutaan Warga China "Pikun" Lebih Cepat, Dunia Ikut Menderita

10 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia- Penyakit dementia tak lagi jadi urusan pribadi atau keluarga tapi masalah global. Penyakit ini bahkan telah menjelma jadi bom waktu bagi negara yang menuju ageing population seperti China tetapi juga sistem kesehatan dunia.

Menurut South China Morning Post (SCMP), dalam waktu kurang dari tiga dekade, jumlah penderita demensia di Negeri Tirai Bambu melonjak dari 4 juta jiwa (1990) menjadi 17 juta (2021). Dan jika tak ada intervensi efektif angka ini bisa menembus 115 juta jiwa pada tahun 2050 setara setengah populasi Indonesia saat ini.

Laju ini menjadikan China sebagai negara dengan pertumbuhan kasus demensia tercepat di dunia. Secara global, jumlah penderita demensia memang naik dua kali lipat antara 1990-2021.

Di China, lonjakannya tiga kali lipat. Riset yang dipublikasikan di jurnal PLOS One oleh tom Fudan University memperkirakan bahwa pada 2050, dua dari tiga penderita demensia dunia akan berasal dari China. Bukan angka, ini adalah krisis kemanusiaan yang mendesak.

Para lansia menghabiskan waktu bersama anak-anak di sebuah taman di Beijing, Tiongkok 12 Januari 2024. (REUTERS/Tingshu Wang)Foto: Para lansia menghabiskan waktu bersama anak-anak di sebuah taman di Beijing, Tiongkok 12 Januari 2024. (REUTERS/TINGSHU WANG)
Para lansia menghabiskan waktu bersama anak-anak di sebuah taman di Beijing, Tiongkok 12 Januari 2024. (REUTERS/Tingshu Wang)

Dementia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penurunan fungsi kognitif yang cukup parah hingga mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang. Fungsi kognitif mencakup kemampuan berpikir, mengingat, berbahasa, mengambil keputusan, dan mengendalikan emosi.

Merujuk website AlzheimerIndonesia, demensia menggambarkan serangkaian gejala, yaitu kehilangan memori, kesulitan berpikir dan pemecahan masalah bahkan bahasa. Demensia terjadi ketika otak mengalami kerusakan karena penyakit, seperti penyakit Alzheimer atau pun serangkaian stroke.

Ada berbagai jenis demensia, meskipun ada beberapa yang lebih umum daripada yang lain karena sering dinamai sesuai dengan kondisi yang telah menyebabkan demensia tersebut. Penyakit Alzheimer adalah penyebab paling umum dari demensia.

Apa penyebabnya? Tidak satu pun faktor tunggal dapat menjelaskan lonjakan dramatis ini. Namun beberapa risiko utama yang diidentifikasi antara lain adalah diabetes, obesitas, dan merokok masalah kesehatan publik yang membayangi China dalam dekade terakhir. Sekitar 48% pria dewasa di China adalah perokok aktif, salah satu tingkat tertinggi di dunia. Di sisi lain, peningkatan angka harapan hidup juga menjadi ironi, semakin banyak warga lanjut usia, semakin besar potensi kasus demensia.

Dampaknya tak hanya medis. Demensia kini menjadi beban ekonomi global. Biayanya telah mencapai US$1,3 triliun per tahun, dan diproyeksikan melonjak ke US$2,8 triliun pada 2030. Jika demensia adalah negara, maka ia akan menjadi ekonomi terbesar ke-14 dunia. Beban ini mencakup biaya medis langsung (20%), perawatan sosial (40%), dan perawatan informal dari keluarga (40%). Di negara berkembang seperti China, beban informal ini sering kali lebih besar, memperlihatkan bagaimana penyakit ini merayap diam-diam ke dapur keluarga.

Secara global, lebih dari 55 juta orang hidup dengan demensia pada 2020. Jumlah ini diperkirakan mencapai 78 juta pada 2030 dan 139 juta pada 2050. Mayoritas peningkatan akan terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, termasuk kawasan Asia Selatan dan Asia Pasifik. Artinya, persoalan ini bukan hanya milik China, tapi sedang mengetuk pintu negara-negara tetangganya termasuk Indonesia.

Yang mengejutkan, meski populasi lansia meningkat tajam di China, kelompok usia 80-84 tahun justru mencatatkan jumlah kasus demensia tertinggi. Menariknya, risiko menurun setelah usia 85 tahun, terutama karena prevalensi menurun di kelompok usia tertua. Namun, perempuan masih menunjukkan tingkat penderita yang lebih tinggi dibanding pria, mencerminkan kerentanan ganda pada kelompok usia dan gender tertentu.

Sayangnya, mayoritas penderita demensia tidak terdiagnosis. Di negara maju, hanya 20-50% kasus yang tercatat di layanan primer. Di negara berkembang, kesenjangan ini lebih lebar lagi. Studi di India menunjukkan hingga 90% penderita tidak mendapatkan diagnosis formal. Artinya, jutaan orang kehilangan akses terhadap perawatan yang layak, informasi, dan dukungan yang dapat memperlambat penurunan kognitif mereka.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |