Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada pagi ini, Selas a(8/4/2025). Indeks bahkan sempat mengalami trading halt karena turun 9,19%. Kondisi IHSG berbanding terbalik dengan bursa Asia lainya yang justru menghijau.
IHSG langsung ambles ke posisi 5.912,06 di awal perdagangan sehingga Bursa Efek Indonesia pun memberlakukan trading halt.
Indeks dibuka lagi pada pukul 09.30 WIB, IHSG dibuka melemah. IHSG langsung jeblok 8,1% ke 5.986,097 pada pukul 09.38 WIB.
Sesuai aturan baru jika terjadi penurunan IHSG dalam 1 hari bursa yang sama, Bursa melakukan beberapa tindakan.
Trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 8%, trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15%.
BEI juga mengumumkan pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyesuaian terhadap Surat Keputusan Direksi Bursa Nomor Kep-00196/BEI/12-2024 perihal Perubahan Peraturan II-A.
Penyesuaian tersebut yaitu, batasan persentase Auto Rejection Bawah disesuaikan menjadi 15% bagi Efek berupa saham pada Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru, kemudian Exchange-Traded Fund (ETF), serta Dana Investasi Real Estat (DIRE) untuk seluruh rentang harga.
Kondisi IHSG berbanding terbalik dengan bursa Asia lainnya yang menghijau.
Pada Selasa pukul 09.32 WIB, hampir seluruh bursa Asia menghijau. Kondisi ini menjadi kabar baik setelah bursa Asia babak belur pada Kamis dan Jumat pekan lalu dan Senin pekan ini.
Bursa Shanghau naik 0,6%, bursa Hang Sheng HIS melonjak 2%, bursa Korsel menguat 1.6%, bursa Nikkei terbang 6,4%, dan bursa Malaysia 0,4%.
Sebaliknya, bursa Singapura Straits Times ambruk 1,9%.
Sebagai catatan, bursa saham Indonesia baru buka hari ini setelah libur Lebaran panjang dari 28 Maret hingga 7 April. Artinya, dampak kekhawatiran pasar baru diserap Indonesia pada hari ini.
Ini berbeda dengan bursa lainnya.
Bursa Asia dan global babak belur setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kebijakan tarif baru yakni tarif rata-rata 10% dan tarif resiprokal tergantung negaranya.
China memperparah kondisi ini dengan merencanakan tarif balasan.
Kebijakan ini memicu ketidakpastian investor karena perang dagang dikhawatirkan memicu resesi.
Foto: cnbc
Bursa Asia
(mae/mae)