IHSG Kebakaran Lagi, Ini Penjelasan Analis

1 week ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai berpesta, kini pasar saham kembali loyo. Baik investor maupun trader lagi-lagi harus mengelus dada usai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali merosot. Perdagangan pagi hari ini pun relative lebih sepi dibandingkan biasanya.

Hingga perdagangan Selasa (4/3/2024) ,pukul 11.08 WIB, IHSG terperosok 1,13% di level 6.446,21. Penurunan ini pun membuat IHSG harus meninggalkan level psikologis 6.500. Transaksi pun terbilang lebih sepi baru mencapai Rp4,94 triliun.

Terdapat beberapa alasan turunnya IHSG hari ini hingga hal yang memicu sepinya transaksi hari ini:

1. Kebijakan Tarif Trump

Diketahui pada Senin (3/3/2025) kemarin, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan dimulainya tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko akan berlaku pada hari ini Selasa (4/3/2025).

Selain itu, Trump mengatakan bahwa Meksiko dan Kanada harus membangun pabrik mobil dan fasilitas lainnya di AS, sehingga tidak perlu membayar tarif ini.

Trump juga menyatakan bahwa tarif timbal balik ini akan berlaku pada tanggal 2 April mendatang. Kebijakan tarif Trump ini memicu ketidakpastian global.

Menurut Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Wisnubroto, pelemahan IHSG hari ini dipengaruhi oleh pelemahan tajam bursa saham AS tadi malam, karena pengenaan tarif impor AS terhadap barang-barang dari Kanada dan Meksiko sebesar 25%. Trump dikabarkan telah memutuskan untuk menaikkan tarif impor dari Tiongkok menjadi 20% yang juga akan mulai efektif hari ini.

Bursa Wall Street hancur lebur pada perdagangan Senin waktu AS atau Selasa dini hari waktu Indonesia. Bursa jatuh karena Presiden AS Donald Trump menegaskan kebijakannya untuk menerapkan tarif ke Meksiko dan Kanada.


Indeks S&P ambruk 1,76%, ditutup di 5.849,72, yang menjadi hari terburuknya sejak Desember. Indeks Dow Jones turun 649,67 poin, atau 1,48%, berakhir di 43.191,24, dan indeks Nasdaq jatuh 2,64%, ditutup di 18.350,19.

"Selain itu dengan kenaikan IHSG kemarin yang cukup signifikan, sebesar 4%, pasar menurut saya juga rawan terhadap profit taking," tambah Rully.

Dari sisi Kanada, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau pada hari Senin (3/3/2025), berjanji untuk mengenakan tarif balasan sebesar 25% terhadap Washington, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Kanada tidak akan membiarkan keputusan yang tidak dapat dibenarkan ini tidak ditanggapi."

Trump juga menandatangani perintah padaSenin untuk meningkatkan tarif yang sebelumnya dikenakan sebesar 10% terhadap China menjadi 20%, menambah pungutan yang sudah ada terhadap berbagai barang China.

Beijing memperingatkan akan mengambil tindakan balasan terhadap tarif baru tersebut untuk melindungi kepentingannya sendiri.

Para ekonom memperingatkan bahwa tarif dapat menaikkan harga konsumen sekaligus membebani pertumbuhan dan lapangan kerja.

2. Potensi Resesi Karena Ekonomi AS Memburuk

Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menjelaskan bursa saham Indonesia dan dunia melemah karena meningkatnya volatilitas dan risiko di pasar keuangan.
Memburuknya ekonomi AS juga menjadi sorotan investor. Kesehatan ekonomi AS semakin terlihat tidak stabil setiap harinya.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat, pengeluaran konsumen - tulang punggung ekonomi - secara tak terduga turun pada Januari dan kepercayaan konsumen juga jatuh tajam. Memburuknya ekonomi AS ini menjadi kekhawatiran besar investor Wall Street sehingga saham jeblok parah pekan lalu.

3. Pemangkasan Suku  Bunga Menjauh
Bank sentral AS The Federal Reserve The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan tidak akan memangkas suku bunga secara signifikan karena inflai AS diproyeksi meningkat. The Fed menahan suku bunga acuan pada Januari 2025 di level 4,25-4,5% dan kemungkinan baru akan memangkasnya kembali pada Juni 2025.
Kondisi ini jauh dari harapan awal investor di mana pemangkasan diharapkan lebih cepat yakni Maret.


3. Capital Outflow
Investor asing masih mencatat net sell pada awal Maret 2025. Setelah outflow menembus Rp 15 triliun pada Februari 2025, asing masih mencatat net sell sebesar Rp 137,9 miliar pada Senin 93/3/30035).


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |