Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat tipis pada awal perdagangan hari ini, Selasa (3/6/2025).
Indeks naik 0,09% atau terapresiasi 6,57 poin ke 7.071,64. Sebanyak 145 saham naik, 81 turun, dan 296 tidak bergerak. Selang semenit setelah pembukaan, penguatan IHSG semakin besar dan perlahan merangkak untuk menguji balik ke level 7.100.
Nilai transaksi pagi ini mencapai Rp 195 miliar yang melibatkan 161,19 juta juta saham dalam 17.051 kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun turun menjadi Rp 12.292 triliun.
Investor di pasar keuangan Tanah Air masih mencerna data-data yang dirilis kemarin yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan ekonomi domestik semakin jelas.
Data tersebut termasuk IHK yang mengalami deflasi, surplus neraca perdagangan yang sangat tipis bahkan nyaris defisit, serta aktivitas manufaktur yang masih mengalami kontraksi menjadi indikasi bahwa fundamental ekonomi RI masih belum ada tanda-tanda yang cukup kuat untuk bisa dikatakan pulih.
Deflasi April 2025 Secara Bulanan
Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari kemarin merilis data IHK periode Mei2025 yang menunjukkan angka deflasi secara month on month/mom 0,37%.
"Terjadi deflasi sebesar 0,37% ," kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).
Terjadi deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37%, setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi.
Secara historis, di setiap bulan Mei 2021-2023 mengalami inflasi karena bertepatan dengan momen Lebaran dan pasca Lebaran, sedangkan pada Mei 2024 dan Mei 2025 mengalami deflasi.
Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,02% dengan andil deflasi sebesar 0,01%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga diatur pemerintah adalah tarif angkutan antar kota dan bensin.
Komponen bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 2,48% dengan andil deflasi sebesar 0,41%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.
Lemahnya permintaan pasar dan lebih sedikit permintaan barang sebagai faktor utama dari jebloknya aktivitas manufaktur. Permintaan dari luar negeri juga kembali melemah, meskipun dengan laju yang lebih lambat, terutama ekspor ke Amerika Serikat.
Kondisi permintaan yang lemah ini turut mendorong penurunan lanjutan produksi untuk bulan kedua berturut-turut. Meskipun masih dalam kategori solid, laju penurunan produksi lebih lambat dibanding bulan sebelumnya.
Neraca Perdagangan Surplus Tipis
Ada kabar buruk ketiga yang datang dari penurunan signifikan surplus neraca perdagangan periode April 2025.
Per April 2025, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 150 juta, seiring dengan kinerja ekspor yang tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, dan impor US$ 20,59 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, nilai neraca perdagangan per April 2025 ini juga menjadi yang terendah dalam kondisi surplus 60 bulan terakhir, atau sejak Mei 2020.
"Secara bulanan, surplus April 2025 ini terendah sejak Mei 2020," kata Pudji di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Pudji menjelaskan, terus melemahnya angka surplus ini disebabkan kinerja ekspor yang turunnya makin cepat ketimbang impor yang kini mulai naik dibanding bulan sebelumnya.
"Rendahnya neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 disebabkan penurunan nilai ekspor 10,77% dibanding Maret 2025. Sedangkan nilai impornya meningkat 8,80% secara month to month," ucap Pudji.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan deflasi 0,37% secara month to month (mtm) pada Mei 2025 bukan menandakan daya beli masyarakat Indonesia turun.
Menurutnya ini justru efek dari kebijakan pemerintah yang berhasil menjaga harga barang dan jasa.
"Kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon transport, ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun, karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melalukan intervensi," jelasnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025).
PMI Manufaktur Kembali Kontraksi
Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Mei 2025. Kontraksi memperpanjang tren negatif menjadi dua bulan beruntun,
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/6/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 47,4 atau mengalami kontraksi pada Mei 2025. Ini adalah kedua kali dalam dua bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.
S&P Global menjelaskan aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan baru yang bahkan lebih tajam dibanding April. Penurunan pesanan bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.
Amerika Bersitegang dengan China dan Uni Eropa
Pemerintah AS menuduh Tiongkok tidak mematuhi perjanjian dagang sementara yang sebelumnya disepakati, terutama dalam hal pembelian produk-produk AS dan transfer teknologi.
China menolak tuduhan tersebut dan menyalahkan AS karena tidak memenuhi komitmen dalam kesepakatan. Ini memperlihatkan memburuknya komunikasi antara dua ekonomi terbesar dunia.
Meskipun sebelumnya Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng sempat menyepakati penangguhan tarif selama 90 hari dalam pertemuan di Jenewa, Swiss.
Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan berbicara minggu ini.
"Percakapan antara Trump dan Xi bisa menjadi kunci untuk mendapatkan kejelasan yang sangat dibutuhkan oleh ekonomi terbesar di dunia," kata Jay Woods, Kepala Strategi Global di Freedom Capital Markets,kepada CNBC International.
"Jika mereka mendapat kejelasan, pasar bisa melanjutkan penguatan dan berpeluang mencetak rekor tertinggi baru. Tapi jika tarik-ulur ini terus berlanjut, maka pasar akan tetap volatil." Imbuhnya.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa juga meningkat setelah Trump mengatakan akan menggandakan tarif baja menjadi 50%. Uni Eropa memperingatkan bahwa langkah ini akan "melemahkan" proses negosiasi
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Pasar Tunggu Kabar Penting, IHSG & Rupiah Anjlok Berjamaah
Next Article IHSG Dibuka Terkoreksi Jelang Pengumuman Data Penting