Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas bergerak labil jelang rilis data seputar pasar tenaga negara Paman Sam, utamanya pelaku pasar mengalami data non farm payroll (NFP).
Merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Kamis lalu (5/6/2025), harga emas dunia kontraksi 0,66% ke posisi US$ 3.353,1 per troy ons.
Sementara itu pada perdagangan Jumat pagi ini (6/6/2025) hingga pukul 06.10 WIB, harga emas terpantau dalam zona hijau dengan penguatan tipis 0,18%
Pergerakan harga emas terbilang labil dan cenderung dalam tren konsolidasi.
Pada perdagangan kemarin sebenarnya emas sudah sempat di zona hijau dengan penguatan tertinggi ke titik US$ 3.375,62 per troy ons. Sayangnya, penguatan ini menyempit dan ditutup di zona pelemahan usai keluar data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) melemah.
"Emas saat ini sedang menurun dari level tertinggi baru-baru ini dan sedang dalam periode konsolidasi," ujar David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures, kepada Reuters.
"Emas berada di bawah sedikit tekanan karena kita melihat sedikit berkurangnya kebutuhan akan aset safe haven, tetapi tampaknya akan ada penolakan signifikan dari Trump dan itu pada akhirnya akan membantu harga emas," tambah Meger.
Harga emas turut dipengaruhi rilis data klaim pengangguran mingguan yang berakhir 31 Mei 2025 bertambah 247.000, lebih banyak dari ekspektasi yang mengharapkan bertambah lebih sedikit sebanyak 235.000 dari pekan sebelumnya 239.000.
Semua mata juga tertuju pada laporan penggajian AS atau Non Farm Payroll (NFP) pada malam nanti untuk mendapatkan petunjuk tentang langkah The Federal Reserve (The Fed) selanjutnya.
Emas, aset safe haven selama masa ketidakpastian politik dan ekonomi, cenderung tumbuh subur dalam lingkungan suku bunga rendah.
Pelaku pasar juga saat ini tengah memantau perkembangan geopolitik Rusia - Ukraina dan prospek pertemuan Trump dan Xi Jinping via Telepon.
Dikutip dari BBC, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa ia harus merespons serangan drone besar-besaran Ukraina terhadap pangkalan udara Rusia, demikian peringatan dari Presiden AS Donald Trump.
Berbicara setelah melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia tersebut, Trump mengatakan:
"Presiden Putin menyampaikan, dengan sangat tegas, bahwa ia akan merespons serangan terbaru terhadap pangkalan udara."
Pejabat Rusia menolak memberikan konfirmasi pada Rabu malam, namun sebelumnya Moskow telah menyatakan bahwa opsi militer "masih ada di atas meja" sebagai bentuk balasan.
Trump memperingatkan dalam sebuah unggahan media sosial bahwa panggilan yang berlangsung lebih dari satu jam tersebut tidak akan langsung membawa perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Sementara itu, terkait tarif antara negeri Paman Sam dan Sang Naga Asia. Presiden AS Donald Trump mengatakan mitranya dari China Xi Jinping keras dan sangat sulit diajak berunding, hanya beberapa hari setelah menuduh Beijing melanggar kesepakatan untuk mencabut tarif.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)