Hantu Trumpcession: Cuma Ketakutan Berlebihan Atau Memang Kenyataan?

1 day ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Sinyal terpuruknya ekonomi Amerika Serikat (AS) makin jelas terlihat. Kondisi ini membawa ketakutan bagi khalayak luas karena potensi resesi yang semakin dekat di tahun ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, Senin (10/3/2025) melemah 0,57% di level 6.598,21. Pelemahan tersebut mematahkan penguatan IHSG dalam tiga hari beruntun pada perdagangan pekan lalu.

Tidak hanya Indonesia, bursa saham Malaysia, Singapura, dan Thailand juga terkoreksi masing-masing sebesar 0,7%, 0,39%, dan 2,05%.

Begitu pula dengan pasar saham di AS yang berakhir sekarat pada penutupan perdagangan Senin waktu AS atau Selasa pagi dini hari waktu Indonesia. Tiga indeks utama Wall Street anjlok berjamaah usai kekhawatiran resesi membayangi AS.

Pada penutupan perdagangan Senin (10/3/2025), Dow Jones terjun 2,08% di level 41.912,35, begitu juga dengan S&P 500 turun 2,69% di level 5.614,71, dan Nasdaq terdepresiasi 4% di level 17.468,32.

Bursa dunia ambruk berjamaah karena investor mulai khawatir dengan "Trumpcession".

Apa Itu Trumpcession?

Trumpcession merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan resesi ekonomi atau penurunan ekonomi yang diperkirakan terjadi selama atau sebagai dampak dari kebijakan ekonomi yang diimplementasikan oleh Presiden AS Donald Trump.

Istilah ini menggabungkan nama "Trump" dengan "recession" (resesi) dan sering digunakan dalam diskusi mengenai kemungkinan dampak ekonomi negatif akibat kebijakan-kebijakan pemerintahannya, seperti pemotongan pajak, perang dagang, dan deregulasi.

Trumpcession sendiri diperkenalkan pekan lalu. Dalam pantauan CNBC Indonesia, Selasa (11/3/2025),Reuters, mulai memakainya saat menggambarkan bagaimana data Atlanta Fed, yang mencatat real time, ekonomi AS, mengisyaratkan Produk Domestik Bruto (PDB) negeri itu akan menyusut dengan kecepatan super sejak pandemi.

Istilah ini menggabungkan nama "Trump" dengan "recession" (resesi) dan sering digunakan dalam diskusi mengenai kemungkinan dampak ekonomi negatif akibat kebijakan-kebijakan pemerintahannya, seperti pemotongan pajak, perang dagang, dan deregulasi.

Kekhawatiran resesi juga muncul setelah model GDPNow dari Atlanta Fed menunjukkan ekonomi AS akan terkontraksi.

Model GDPNow dari Atlanta Fed memperkirakan penurunan tajam dalam pertumbuhan ekonomi AS menjadi -2,8% untuk kuartal I- 2025, turun dari +2,3% minggu sebelumnya. Kendati demikian, angkanya kini direvisi ke kontraksi 2,4% pada kuartal I-2025.

Model GDPNow dianggap salah satu yang paling dapat diandalkan untuk pelacakan ekonomi secara real time.

Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan ini termasuk lemahnya aktivitas manufaktur, defisit perdagangan yang sangat besar, dan indikator ekonomi lainnya yang lemah seperti penurunan sentimen konsumen dan penjualan ritel.

Lampu Kuning AS

Pendekatan Presiden AS, Donald Trump yang disebut kacau soal tarif dan perang dagang terhadap negara mitranya membuat pasar secara umum mengalami pelemahan.

"[Keputusannya] yang berubah-ubah tentang tarif, dan pandangannya yang kuno tentang Amerika terlebih dahulu, membebani konsumsi dan menghancurkan kepercayaan," ujar analis dari platform perdagangan XTB, Katleen Brooks, dikutip dari The Guardian.

Berikut ini beberapa tanda pelemahan ekonomi AS

1. IKK AS Turun 7 Poin

Indeks Kepercayaan Konsumen The Conference Board turun 7,0 poin pada Februari menjadi 98,3 (1985=100).

Indeks Situasi Saat Ini yang mengukur penilaian konsumen terhadap kondisi bisnis dan pasar tenaga kerja saat ini turun 3,4 poin menjadi 136,5.

Indeks Ekspektasi yang mencerminkan prospek jangka pendek konsumen terhadap pendapatan, bisnis, dan pasar tenaga kerja anjlok 9,3 poin menjadi 72,9.

Untuk pertama kalinya sejak Juni 2024, Indeks Ekspektasi turun di bawah ambang batas 80, yang biasanya menjadi sinyal awal kemungkinan resesi. Batas waktu pengumpulan data awal adalah 19 Februari 2025.

Penurunan kepercayaan konsumen ini terjadi di semua kelompok usia, tetapi paling signifikan pada kelompok usia 35 hingga 55 tahun.

Dari segi pendapatan, penurunan ini juga terjadi di hampir semua kelompok pendapatan, kecuali pada rumah tangga dengan penghasilan kurang dari US$15.000 per tahun dan antara US$100.000-US$125.000 per tahun.

2. Penambahan Tenaga Kerja Sektor Non-Pertanian (Non-Farm Payroolls)

Ekonomi AS menambah 151.000 lapangan kerja pada Februari 2025, meningkat dari revisi turun 125.000 pada Januari dan dibandingkan dengan perkiraan 160.000.

Sektor yang mengalami peningkatan ketenagakerjaan meliputi:

· Kesehatan (+52.000), terutama pada layanan kesehatan rawat jalan (+26.000)

· Keuangan (+21.000)

· Transportasi dan pergudangan (+18.000)

· Bantuan sosial (+11.000)

Sementara itu, pekerjaan di pemerintahan federal turun 10.000, mencerminkan dampak awal dari PHK di Departemen Energi (DOGE). Efek dari pemotongan belanja federal dan tarif perdagangan diperkirakan akan semakin membebani pasar tenaga kerja dalam beberapa bulan ke depan.

Penurunan lapangan kerja juga terjadi di perdagangan ritel (-6.000), sementara sektor lain seperti pertambangan, penggalian, minyak dan gas, konstruksi, manufaktur, perdagangan grosir, teknologi informasi, jasa profesional dan bisnis, perhotelan, dan jasa lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.

Kepercayaan konsumen anjlok ke 64,7 pada Februari 2025 dari angka awal 67,8, mencapai level terendah sejak November 2023.

3. Inflasi AS Menjauhi Target

Tingkat inflasi tahunan di AS naik menjadi 3% pada Januari 2025, dibandingkan 2,9% pada Desember 2024 dan lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 2,9%, menunjukkan stagnasi dalam upaya pengendalian inflasi.

Sebagai informasi, bank sentral AS (The Fed) menargetkan inflasi AS tumbuh di kisaran 2%.

4. PDB AS Diproyeksi Kontraksi

Perkiraan GDPNow untuk pertumbuhan PDB riil AS pada kuartal pertama 2025 adalah -2,4% (disesuaikan secara musiman, tingkat tahunan) per 6 Maret, lebih baik dari -2,8% pada 3 Maret.

Perubahan utama dalam proyeksi setelah rilis data terbaru:

· Pertumbuhan konsumsi pribadi riil (PCE) naik dari 0,0% menjadi 0,4%

· Pertumbuhan investasi domestik bruto riil meningkat dari 2,5% menjadi 4,8%

· Kontribusi ekspor bersih terhadap pertumbuhan PDB turun lebih dalam, dari -3,57 poin persentase menjadi -3,84 poin persentase

Fed AtlantaFoto: Atlanta Fed GDPNow Estimation
Sumber: Fed Atlanta

Potensi Resesi AS

Ketidakpastian ekonomi membuat para ekonom mengeluarkan sinyal kehati-hatian. Peluang resesi menjadi meningkat. Terlebih sejumlah indikator mulai dari kepercayaan konsumen hingga pertumbuhan ekonomi memburuk.

Para ekonom di Goldman Sachs, mengutip kebijakan Trump, telah meningkatkan peluang mereka untuk terjadinya resesi selama 12 bulan ke depan dari 15% menjadi 20%. Dan Morgan Stanley meramalkan "pertumbuhan yang lebih lambat tahun ini" daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Sementara kolumnis Bloomberg dan mantan CEO Pacific Investment Management Company (PIMCO), Mohamed A. El-Erian menuliskan bahwa kemungkinan terjadi resesi di AS masih relatif rendah namun sudah mengalami kenaikan yakni dari 10% pada awal tahun menjadi 25-30% pada saat ini.

"Ini adalah perkembangan yang penting dan cukup meresahkan bagi perekonomian dengan potensi dan aspirasi yang tinggi, kenaikan harga aset, dan peran penting dalam mendorong pertumbuhan global," tulis El-Erian.

Resesi umumnya didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang lemah atau kontraksi dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun. AS sempat mengalami resesi pada awal tahun 2020 saat pandemi Covid menyebar di mana jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Ekonomi AS terakhir mengalami resesi pada awal 2020 atau saat pandemi.

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |