Jakarta, CNBC Indonesia - Badai PHK masih terus berlangsung di berbagai belahan dunia. Ketidakpastian ekonomi akibat perang tarif yang dilakukan Presiden AS Donald Trump memicu gelombang pemangkasan karyawan di mana-mana.
Sektor teknologi masih menjadi salah satu industri yang paling gencar melakukan PHK. Terbaru, Microsoft melakukan PHK terhadap sekitar 3% tenaga kerjanya, atau lebih dari 6.000 posisi pada Mei 2025.
Ini merupakan gelombang PHK terbesar dari perusahaan tersebut sejak tahun 2023, ketika mereka memangkas 10.000 pekerjaan.
Beberapa minggu kemudian, Microsoft kembali memangkas 305 karyawan, menurut dokumen yang dilihat oleh Bloomberg. PHK ini terpusat di kantor pusat Microsoft di Washington.
"Kami terus melakukan perubahan organisasi yang diperlukan untuk memposisikan perusahaan sebaik mungkin agar sukses di pasar yang dinamis," kata juru bicara Microsoft kepada Bloomberg dan CNBC Internasional, dikutip dari Entrepreneur, Rabu (4/6/2025).
PHK pada Mei sebagian besar berdampak pada para insinyur perangkat lunak. Belum jelas departemen mana saja yang terkena dampak dalam gelombang terbaru pekan ini. Sementara perusahaan teknologi besar sudah melakukan PHK selama beberapa tahun terakhir.
Belakangan, kehadiran AI menjadi tantangan baru bagi para pekerja dengan keahlian yang dianggap usang. Bulan lalu, Walmart mengumumkan akan memangkas 1.500 pekerja kantoran, dengan alasan kemajuan teknologi AI.
Di satu sisi, Dario Amodei, CEO startup AI senilai US$ 61,5 miliar, Anthropic, mengatakan bahwa dalam 1 hingga 5 tahun ke depan, AI bisa menghapus setengah dari semua pekerjaan level pemula di sektor white-collar dan menyebabkan tingkat pengangguran melonjak hingga 10% hingga 20%.
Sementara itu, laporan baru dari SignalFire, perusahaan modal ventura yang memantau pergerakan pekerjaan lebih dari 650 juta pekerja di LinkedIn, menunjukkan bahwa AI bertanggung jawab atas penurunan 25% dalam perekrutan lulusan baru oleh perusahaan teknologi besar seperti Meta, Microsoft, dan Google.
Di Indonesia, sejumlah perusahaan diketahui baru saja melakukan PHK besar-besaran. Mulai dari 3 juta pekerja di industri tekstil yang terancam kehilangan pekerjaan, hingga 70% pengusaha hotel serta restoran Jakarta yang disebut berencana melakukan efisiensi pegawai.
Tsunami PHK di Indonesia
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan adanya faktor daya beli dan permintaan yang berkurang. Saat permintaan berkurang maka akan berdampak pada produksi juga.
"Permintaan barang industri manufaktur yang berkurang menyebabkan berkurangnya produksi," kata Nailul kepada CNBC Indonesia, Senin (2/6/2025).
Mengutip data S&P, angka Purchasing Managers Indonesia (PMI) di Indonesia memang menurun tajam. Dari sebelumnya 52,4 pada Maret 2025 merosot ke bawah 50, yakni angka 46,7 pada April dan Mei sebesar 47,4.
Angka PMI di bawah 50, menurut dia, menjadi pertanda kinerja industri manufaktur memburuk karena tidak ada ekspansi. Penyebabnya bisa dikarenakan tidak ada tambahan produksi industri manufaktur untuk dalam negeri.
"Dampak yang bisa terjadi ke depan adalah utilitas industri manufaktur akan semakin menurun. Bahkan untuk industri tekstil dan produk tekstil, utilitas industri bisa menurun hingga di bawah 50%," jelasnya.
Hal ini bisa membuat PHK meningkat tajam, bahkan akan ada pelemahan industri mencapai 1,2 juta orang, menurut Nailul.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Teknologi Bukan Ancaman, Tapi Birokrasi Perlu Perlu Perubahan
Next Article Video: Disebut Akan Gantikan Labubu, Jepang Rilis Robot Canggih